Calon suami Rania direbut oleh adik kandungnya sendiri. Apa Rania akan diam saja dan merelakan calon suaminya? Tentu saja tidak! Rania membalaskan dendamnya dengan cara yang lebih sakit, meski harus merelakan dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetiemiliky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 : Tidak mau pindah!
Tiga hari kemudian, Ambar sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Kondisinya baik dan tidak ada masalah lain. Sayangnya, yang boleh pulang hanya Ambar saja, bayi kecil terpaksa harus tinggal dirumah sakit lebih lama.
Ambar duduk dipinggir hospital bed dan kakinya mengayun bebas. Ia menyelam sosial media, sedangkan Bumi sibuk mengemas baju-baju kotor milik istrinya.
Tidak ada Mina untuk saat ini. Ibu mertuanya sudah pulang sejak kemarin, atas perintah Bumi sendiri. Tentu kasihan kalau harus membiarkan Mina tidur tak nyaman diatas sofa.
Setelah semua barang sudah tersusun rapi didalam tas, resletingnya ditarik sampai ujung dan tertutup rapat. Manik Bumi menyapu ruangan, mencari apakah ada barang tertinggal atau tidak, dan sepertinya sudah dikemas semua.
"Kamu bisa jalan sendiri, 'kan?"
Ambar mengangguk dan bergerak turun dengan gerakan lembut. Ia sudah menyimpan ponsel disaku celana sebelumnya.
"Kamu serius tidak mau melihat Kania dulu sebelum pulang?"
Ngomong-ngomong, Bumi sudah memberi nama untuk putrinya. Kania. Dia mendapatkan nama itu disalah satu aplikasi saat duduk dibangku tunggu kemarin. Menurutnya nama itu cukup bagus, dan cocok untuk putri pertamanya.
Kembali lagi pada Ambar, dia memasang ekspresi aneh dibarengi gerakan menggeleng. "Aku sudah menjawab tidak, jangan tanya terus menerus, karena jawabanku tetap sama. Tidak."
Helaan napas terdengar dari kubu Bumi. Ia tak menyangka kalau Ambar benar-benar menolak putri mereka, sepertinya Ambar terlalu terobsesi memiliki anak laki-laki. Tapi untungnya Ambar tidak menolak saat melakukan pumping, Kania tetap mendapatkan ASI, dan Bumi berharap kondisinya cepat membaik agar bisa pulang bersama nantinya.
"Ayo pulang! Aku ingin bertemu ibu dan ingin segera makan masakannya. Aku tidak suka disini, makanannya hambar."
"Jangan menggerutu seperti itu. Nanti terdengar orang lain bagaimana?"
"Biarkan saja! Aku tidak peduli!"
Bumi memutar bola matanya malas. Mereka berdua jalan beriringan melewati koridor yang sedikit ramai, kebetulan saat sedang jam besuk, jadi banyak orang yang berlalu-lalang.
Tanpa sepatah kata, Bumi membuka pintu mobil samping kemudi untuk Ambar. Baru setelahnya berjalan memutari depan mobil dan masuk ke bagian kemudi.
Mobil mulai bergerak meninggalkan parkiran rumah sakit. Ini juga bukan terakhir Bumi datang ke sini, mungkin besok atau lusa akan datang lagi mengantarkan ASI untuk Kania.
Bumi mengendarai mobilnya dengan sangat tenang. Ia sengaja mengambil jalan yang jarang dilewati oleh Ambar. Walaupun jaraknya jadi lebih jauh dari biasanya, tidak apa-apa, yang terpenting Ambar tidak curiga kalau mereka tidak akan pulang ke rumah Anton.
Ambar sibuk bermain ponsel, sesekali melihat jalanan dan kembali fokus pada ponsel lagi. Sepertinya belum menaruh curiga sama sekali.
Sangking fokusnya pada ponsel, Ambar sampai tidak sadar kalau mobil yang dikendarai Bumi sudah terparkir dihalaman rumah lama mereka.
"Sudah sampai, turun," Bumi langsung turun setelah mengatakan hal itu. Ia berjalan menuju bagasi untuk mengambil tas, sedangkan Ambar baru bergerak mengantongi ponsel dan membuka pintu.
Dan barulah setelah turun dari mobil dan memperhatikan sekitar, Ambar sadar kalau dia tidak dirumah Anton. Ia menoleh cepat mencari keberadaan Bumi.
"Kok kita ada disini?" Ambar memekik panik panik, hampir berteriak.
Tak lama Bumi muncul dari belakang dengan tas besar ditangannya. "Kita memang akan tinggal disini mulai sekarang."
"Apa? Aku tidak mau! Kenapa tidak membicarakan tentang hal ini denganku dulu? Kamu mengambil keputusan sepihak, Mas!"
"Kalau aku bicara dulu denganmu, pasti kamu tidak akan setuju."
"Tentu saja! Aku ingin tinggal dirumah ibu!"
"Bahkan ibu yang menyuruh pindah ke rumah ini, dan membawamu sekalian."
Ambar melempar tatapan tak percaya. Spontan kepalanya menggeleng lirih, menolak kebenaran. Ibu tidak akan melakukan hal semacam itu padanya.
"Kamu bohong—,"
"Kalau tidak percaya telpon saja ibu. Jawabannya pasti akan sama denganku, coba saja."
Detik selanjutnya Ambar merogoh ponsel dikantong celana dan segera menghubungi nomer Mina.
"Ibu!"
"Ada apa?" Balasan dari seberang sana. Mina sedang memotong sayur diseberang sana.
"Ibu menyuruh Mas Bumi membawaku pindah dari rumah?"
"Iya, benar."
Dua bulu alisnya menukik dalam. "Kenapa?"
"Karena Mbak kamu akan tinggal dirumah ibu mulai sekarang. Jadi gantian. 'Kan, kamu sudah melahirkan."
"Tapi aku masih membutuhkan ibu! Aku baru saja operasi, loh?"
"Kan ada suamimu, nak. Itu tugas suamimu. Dia yang wajib merawat kamu sampai sembuh, bukan ibu."
"Tapi aku ingin dengan ibu saja."
Tidak tahukah Ambar kalau kalimat terakhirnya melukai hati suaminya? Bumi bisa diandalkan disituasi tertentu, ia juga pasti akan tanggung jawab merawat Ambar setelah melahirkan putrinya. Tapi kenapa ucapan Ambar seakan-akan Bumi tidak berguna dan tidak bisa diandalkan?
"Tidak bisa!" Mina menjawab tegas pada akhirnya.
Karena pertama kali mendapati nada suara sang ibu sedikit naik, Ambar terluka cukup dramatis. Manik kembarnya mulai berkaca-kaca.
"Ibu—,"
"Tidak ya tidak! Sudah! Ibu matikan sana telponnya."
Dan benar saja, telpon dimatikan oleh Mina. Ambar mulai menangis sekarang.
"Kamu mau masuk atau tidak? Kalau tidak aku akan masuk sendiri."
Bukannya menjawab, Ambar malah mengatakan hal lain. "Ibu tidak sayang lagi padaku. Ini pasti karena Mbak Rania sudah menghasut ibu dan ayah, ini semua pasti karena permintaan Mbak Rania. Kenapa dia jahat sekali? Aku baru melahirkan dan membutuhkan support dari mereka."
"Tidak bisakah kamu tidak menyalahkan Rania terus menerus dalam segala situasi? Terkadang harus introspeksi diri, apa kamu salah? Jangan merasa benar terus menerus," Jeda sejenak. "Dan kalimat mu tadi seakan-akan mengatakan bahwa aku tidak bisa diandalkan disini. Apakah memang benar seperti itu? Kamu tidak membutuhkan peranku sebagai suami? Kalau iya, kenapa dulu sangat ngotot ingin menikah denganku? Sampai-sampai aku harus membatalkan pernikahanku dengan Rania, pernikahan yang sudah kami siapkan jauh-jauh hari. Aku juga harus merelakan kekasihku mengandung anak dari pria lain."
Bumi menghela napas panjang setelah mengeluarkan semua unek-unek dalam dirinya. Jujur, Bumi tidak sadar kalau kalimat panjang tersebut mampu ia ucapkan tanpa ada kekeliruan. Ia terlalu emosi dengan tingkah Ambar tadi.
"Sekarang terserah saja, aku lelah menuruti semua keinginanmu, Ambar. Kekanakan dan membuat orang lain pusing dengan tingkahmu."
Lantas Bumi membawa langkah menjauh menuju rumah. Meninggalkan Ambar masih terpaku ditempat, menangis, terkejut dengan kalimat panjang Bumi.
Jadi selama ini Bumi masih menganggap Rania sebagai kekasihnya? Setelah menjadi suami, setelah Rania menikah dengan orang lain? Dan, apakah ini juga alasan mengapa Bumi tidak pernah menyentuhnya selama pernikahan ini terjadi?
Ambar menangis tersedu-sedu dihalaman rumah. Ia jatuh terduduk, dan kembali menyalahkan Rania. Bagaimana tidak menyalahkan Rania? Semua akar permasalahan ini berasal dari perempuan itu.
"Aku benci sama Mbak! Aku nggak akan tinggal diam, aku harus kembali ke rumah itu lagi cepat atau lambat!"
iri dengki trus km gedein....
trus"in aja km pupuk iri dengkimu trhdp rania.... yg sdh sll mngalah & brkorban demi km manusia yg g brguna.... km yg bkaln hncur ambar... oleh sikapmu yg tamak & g ngotak...
bkal nyesel km klo smpe trjadi hal buruk trhdp rania dan ankmu....
untuk bu mina.... gmn... puas km mlihat pnderitaan ank yg tak penah km kasihi.... krna ksih sayangmu sdh km habiskn untuk ank mas'mu yg sialan itu...
hidupmu itu tak tau diri... dri dlu sll jdi kang rebut yg bukan milikmu.... benalu... tukang fitnah...
yakinlah ambar.... hidupmu tak akn prnah brjumpa dgn yg namanya bahagia dan ketenangan....
smoga sja ryan kedepannya bisa berubah & sll brfikir dgn akal sehat.... tak mudah tesulut emosi... krna sbntr lgi akn mnjadi ayah..
krna dunia ibumu hnya untuk ank kesayangannya yg durjana....
yakinlah.... kelak ank ksayangannya tak akn mau mngulurkn tangannya untuk merawat org tuanya....
hobi merampas yg bukan milikmu....
tunggulah azab atas smua kbusukanmu ambar...
tak kn prnah bahagia hidupmu yg sll dlm kcurangan...
👍👍