Mahardika Kusuma, seorang pengusaha sukses tak menyangka bisa dibodohi begitu saja oleh Azalea Wardhana, wanita yang sangat ia cintai sejak kecil.
"Sudah berapa bulan?"
"Tiga bulan."
Dika seketika terduduk. Dia tak mengira jika wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya telah membawa benih orang lain.
"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."
"Tunggulah sampai anak itu lahir."
Hanya itu yang bisa Dika lakukan, tanpa ingin menyentuhnya sampai anak itu lahir.
🌺
"Lea."
"Papa salah, aku Ayu bukan mama," kata putri yang dulu pernah dia senandungkan azan di telinganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Cerita Masa Lalu
“Bagaimana keadaannya, Mbok?” tanya Dika begitu tiba di rumah.
“Mbok tak tahu, Den. Non Ayu belum keluar kamar sejak kembali tadi.”
“Ya sudah.”
Dika menuju kamar Ayu yang ada di sebelah kamarnya. Ia tersentak manakala melihat ruangan Ayu masih tampak gelap dari luar. Dia mengetuk pintu. Namun sayang tak ada jawaban. Apa Ayu belum juga bangun juga padahal sudah sore seperti ini.
Benar saja, saat dia membuka pintu, ia melihat tubuh Ayu masih meringkuk di balik selimut, dengan bekas-bekas air mata yang mengular di pipinya. Dia pun terenyuh.
Dika pun menghidupkan lampu kamarnya.
“Papa,” ucapnya saat membuka mata. Cahaya lampu kamar telah membuat matanya silau, dan terbangun.
Ia masih merasakan lelah yang sangat di tubuhnya. Entah berapa lama ia telah tertidur, Ayu tak tahu.
“Papa sudah kembali, jam berapa sekarang?” Ayu pun menyibak selimutnya.
“Sudah hampir gelap. Mandilah! Biar segar. Mana putri Papa yang cantik kalau seperti ini,” ucap Dika kemudian.
Ayu tersenyum miris, dalam keadaan seperti ini papa Dika masih bisa merayu. Namun demikian ia tetap memenuhi saran dari Papa Dika. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Dika tak mau berlama-lama di kamar Ayu. Dia juga ingin membersihkan diri, agar luruh kelelahan yang ia bawa seharian ini.
Selepas sholat maghrib, ia kembali mengetuk pintu kamar Ayu.
Dia mendengar langkah kaki mendekati pintu. Ceklek....
Dari balik pintu tampak wajah gadis yang sesaat lalu membuat dirinya tak bisa tenang. Meski tampak segar namun masih terlihat jelas guratan-guratan kesedihan menutupi wajah cantiknya.
“Papa, ada apa?” tanya Ayu lemah.
“Kita makan sama-sam, Yuk. Papa bawakan tahu campur kesukaanmu.”
Seketika Ayu tersenyum tipis. Tak sangka Papa Dika masih seperhatian ini, padahal sesaat lalu ia sudah meragukan kebaikannya.
“Baik, Pa.”
Mereka pun turun berdua, membuat Mbok Sari yang sedang menyiapkan peralatan makan pun tersenyum.
“Maafkan Ayu, Mbok …” ucap Ayu, lalu memeluknya erat.
“Sudah, tak usah kamu ingat. Mbok maklum, kok. Mungkin mbok kalau di posisimu akan bersikap sepertimu juga. Sekarang, kita makan dulu.”
“Ya, Mbok.”
Mereka pun menarik kursi masing-masing, lalu menikmati menu tahu campur dengan tenang. Meskipun Ayu tak begitu berselera, namun akhirnya habis juga.
Setelah menyelesaikan makan, Dika tampak merenung. Mungkinkah ini saat yang baik utuk bicara dengan Ayu.
“Ayu, maafkan Papa. Selama ini tak memberi tahumu tentang siapa dirimu yang sebenarnya dan siapa ayah kandungmu yang sebenarnya. Karena Papa sejak awal juga tidak tahu siapa ayah kandungmu yang sebenarnya.”
Dika menghentikannya sebentar. Dia ragu apakah akan meneruskan cerita ini atau tidak. Baginya itu merupakan aib masa lalu yang tak perlu diungkit lagi.
“Jadi, Ayu memang benar-benar bukan putri Papa?” tanyanya.
“Ayu terlahir dari wanita yang sangat papa sayangi. Tak salah bukan, seumpama Papa menganggap Ayu sebagai putri Papa sendiri.”
“Bolehkah Ayu tahu, bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Ayu.
Pertanyaan yang membuat dirinya mengingat kembali akan kepedihan yang pernah dirasakan. Menceritakannya berarti membuka luka lama. Dia pun terdiam.
Melihat Dika terdiam cukup lama, Mbok sari pun ingin mengungkapkan peristiwa yang terjadi 20 tahun lalu yang mungkin tak diketahui semua orang.
“Boleh Mbok menjawabnya,” ucap Mbok Sari.
Dika dan Ayu seketika memandang tak percaya pada Mbok Sari. Mungkinkah mbok Sari mengetahui sesuatu?
“Mbok tahu siapa Papa kandung Ayu?” tanya Ayu dengan penuh harap.
Mbok Sari menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan ini. Terus terang, dia merasa berat untuk mengungkapkannya. Ini berarti sekali lagi ia kanan membuat luka Dika kembali menganga.
Namun saat ini Ayu sudah dewasa. Tak ada salah jika mereka tahu semua. Agar semua bisa melepas Lea dengan ikhlas, tanpa ada lagi prasangka buruk lagi kepada Lea ataupun Dika.
“Tiga bulan sebelum hari pernikahan Nona lea dn Den Dika, kejadian itu berawal. Sepulang dari ulang tahun temannya, mbok lihat Nona Lea pulang dalam keadaan berantakan. Dia menangis tersedu-sedu. Dia bercerita telah mengalami kekerasan seksual oleh temannya yang bernama Antonio.”
“Maksud Mbok, Lea diperkosa?” tanya Dika tak percaya.
Mbok Sari mengangguk pelan.
“Nona Lea sangat membenci Antonio tapi juga tak mau menggugurkan kandungannya apalagi menikah dengan Antonio. Makanya jalan inilah yang ia pilih. Yaitu menikah dengan orang selama ini ia cintai, Papa non Ayu saat ini.”
Semuanya terdiam, merenungi apa yang baru saja mereka dengar. Sampai akhirnya Mbok Sari angkat bicara.
“Maafkan Nona Lea, Den. Tak berterus terang saat itu.”
“Aku sudah lama memaafkannya, Mbok. Bahkan sebelum Ayu lahir.”
“Makasih, Den.”
Kini mbok Sari bisa bernafas lega. Apa yang selama ini ia simpan, sudah ia katakan semua. Semoga dengan ini taka da lagi kesalah pahaman antara kedua majikannya ini. Dia sangat menyayangi nona Ayu dan menghormati Dika.
Dia pun membereskan peralatan makannya, dan peralatan keduanya pula. Tampaknya keduanya masih fokus dengan pikirannya masing-masing.
“Terima kasih, Mbok,” ucap Dika.
Ayu tergerak untuk membantu, namun dicegah oleh Mbok Sari.
“Biar Mbok saja yang mencuci,” katanya sambil mengangkat peralatan makan itu dan membawanya ke dapur.
Ayu duduk kembali, menemani Papa Dika yang tampak sedih.
“Ayu masih ingin mencari Papa kandung Ayu?” tanyanya sedih.
Dia benar-benar terpukul dengan cerita yang disampaikan oleh mbok Sari baru saja. Dia tak menyangka kalau Lea menyimpan cerita yang begitu tragis. Sebagai kakak tentu ia amat marah kepada orang yang menyebabkan Lea mengalami kejadian ini.
Ayu diam, tak tahu harus menjawab apa. Ingin, memang ingin. Tapi untuk apa. Yang pasti hanya akan menyakiti Papa Dika yang sudah menerima mama dan dirinya dengan sepenuh hati.
Mengapa selama ia kecil, ayah biologisnya tak pernah menemuinya. Itu sudah cukup untuk menilai bagaimana arti dirinya dan mamanya di mata ayahnya. Ia hanyalah anak yang terbuang. Mengingatnya akan membuat hatinya terluka.
“Untuk apa Ayu mencari orang yang Mama benci. Yang pasti akan membuat Ayu dan Papa sakit dan tersiksa.”
“Syukurlah kalau begitu. Papa juga nggak mau Ayu panggil dia sebagai papa.”
Bukan ingin menghalangi Ayu untuk berbakti pada papa kandungnya, namun kejahatan yang telah dia lakukan terhadap Lea membuatnya benar-benar marah.
“Tentu Papa. Maafkan Ayu jika sesaat lalu sudah menyakiti hati Papa.”
“Tak usah kau ingat, Papa bisa memakluminya.”
Dika ingin sendiri, merenungi cerita di balik semua ini. Ada rasa sesal di hati, mengapa dulu ia tak ma mendengar penjelasan Lea. Seandainya dia tahu sejak dulu,mungkin dia akan memberi pelajaran saat itu juga.
Dika pun beranjak meninggalkan meja makan menuju ruang kerjanya.
“Papa tinggal dulu, Ayu.”
“Iya, Pa.”
Ayu melihat kesedihan di wajah Dika. Dia pun tak mau mengusiknya. Dia membiarkan Dika pergi.
Dia juga perlu sendiri, merenungi dengan semua yang terjadi di hari ini. Tentang lelaki misterius itu, tentang mama Lea dan tentang Papa Dika. Dan yang terpenting siapa dia sebenarnya.
Dia pun beranjak menuju beranda, menikmati bias mega yang berlahan menghilang dalam gelapnya malam sambil merenungi diri.
mampir juga di karya aku ya🤭