NovelToon NovelToon
Not Everyday

Not Everyday

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Romansa / Obsesi / Keluarga / Konflik etika
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Gledekzz

Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.

Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.

next bab👉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gila tapi jujur

"Udah, jangan duduk aja. Main yuk," kata Adrian tiba-tiba, waktu Gue masih bengong.

Gue nengok, masih setengah sadar. "Main? Main apaan?"

"Ya yang ada di depan mata. Liat tuh, lempar bola, nembak kaleng, naik kuda-kudaan muter. Gue traktir."

"Enggak ah," Gue cepat nolak. "Gue lagi nggak pengen main."

Dia narik napas panjang, terus pasang ekspresi lebay yang buat Gue nggak bisa nggak senyum tipis. "Gue tuh gampang sakit hati, loh. Sekali kebaikan Gue ditolak, tuh rasanya kayak nonton film sedih tanpa tisu. Jadi beban hidup, sumpah."

Gue cuma bisa ngelirik datar. "Drama banget sih lo."

"Drama adalah cara hidup Gue," katanya sok serius sambil narik tangan Gue. "Ayo, sebelum Gue makin terpuruk secara emosional."

Dan entah kenapa, Gue nurut.

Langkah Gue pelan, tapi tiap kali tangan Gue nyentuh tangannya, jantung Gue berdegup nggak karuan. Gue coba sembunyikan rasa hangat di dada, pura-pura fokus ke permainan, tapi rasanya setiap detik di dekat dia… buat Gue lelah sendiri, tapi juga entah kenapa nyaman.

Satu jam berikutnya, Gue sadar… lelaki ini punya bakat luar biasa buat ngilangin sedih orang lain. Kami main lempar bola, Gue gagal semua, dia malah pura-pura pingsan tiap kalengnya nggak roboh. Kami makan permen kapas yang nempel di rambut Gue, dia ngakak sampai hampir keselek jagung manis.

Gue ketawa kecil, tapi hati Gue masih deg-degan. Setiap kali matanya nyelonong ke arah Gue, Gue menahan diri supaya nggak terliat terlalu terpesona. Tapi sulit. Sulit banget.

Di satu titik, Gue bahkan lupa kenapa bisa nangis tadi. Dunia rasanya sederhana lagi. Cuma ada tawa, lampu warna-warni, dan suara orang teriak di roller coaster. Tapi dalam hati… Gue sadar tiap senyumannya, tiap candaannya, buat dada Gue panas.

"Lo tuh, ya…" Gue nyengir kecil waktu Adrian gagal nembak boneka di stand sebelah. "Ngaku aja, udah sepuluh kali main masih nggak dapet satu pun."

"Ini bukan soal menang atau kalah," katanya sok bijak. "Ini tentang perjalanan spiritual melempar bola dan gagal dengan terhormat."

"Ngibul," Gue nyengir. Tapi hati Gue berdetak kencang. Kenapa Gue ngerasa… tiap kali dia ngomong, dunia Gue kayak berhenti?

Dia nunjuk ke Gue, "Eh tapi lo senyum juga, kan. Berarti terapi Gue berhasil."

Gue diem. Senyum itu keluar tanpa Gue sadari, tapi Gue menahan diri supaya dia nggak tau, karena… Gue nggak mau terlalu terliat gampang terpesona.

Waktu terus jalan sampai akhirnya kami berdiri di depan bianglala. Roda besar itu berputar lambat, lampunya berkelap-kelip warna biru dan emas.

Dari bawah, kedengarannya cuma suara mekanik lembut dan teriakan anak kecil yang bahagia. Tapi buat Gue, pemandangan itu kayak film yang pernah Gue tonton berulang kali, sampai hafal tiap adegannya.

Langkah Gue berhenti.

Gue nggak bisa gerak. Rasanya kayak waktu berhenti di situ, bareng semua kenangan yang tiba-tiba balik tanpa diundang. Papa gendong Gue biar bisa liat dari atas. Mama melambai dari bawah, ketawa sambil teriak, "Pegangan yang kuat ya, Nak!"

Sekarang, cuma bayangan.

"Ayo..." suara Adrian pelan, tapi cukup buat nyadarin Gue.

Gue kedip, baru sadar tangannya udah nyentuh tangan Gue lagi. Hangat. Jantung Gue langsung berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Jangan sampe dia tau… jangan sampe dia tau… Gue menahan napas.

"Lo kenapa?" tanyanya.

"Enggak apa-apa," Gue buru-buru jawab, ngelepas tangannya. "Cuma… inget sesuatu aja."

Dia nggak nanya lebih jauh. Cuma senyum, lalu beli dua tiket tanpa nunggu jawaban Gue. "Kalau udah keburu sedih, obatnya cuma satu, bianglala. Ayo."

"Jangan buat beban hidup Gue makin berat deh," Gue cuma bisa mendesah pasrah.

Kami naik. Kursinya pelan banget waktu mulai bergerak. Dari bawah, musik taman hiburan kedengaran kayak gema jauh. Angin malam nyenggol rambut Gue, dan pemandangan kota mulai keliatan di bawah sana.

"Lihat tuh, orang di bawah kayak semut ya."

"Lo selalu ngomong hal aneh, tau nggak?" Gue menatap ke bawah.

"Biar lo nggak mikir yang berat-berat," jawabnya enteng. "Tuh, liat, pasangan di bawah tuh saling suap es krim. Yang di atas sebelah kiri pegangan tangan. Nah, terus kita di sini… cuma saling tatap kosong."

Gue noleh, kaget. Jantung Gue langsung berdetak lebih cepat. Tapi Gue harus tetap santai…

Dia pura-pura nyengir sok manis. "Kebetulan aja posisi kursinya romantis, bukan salah Gue."

Gue pengen ngomong sesuatu, tapi malah ngerasa lidah Gue kelu. Angin malam, cahaya kota, dan wajahnya yang setengah ketutupan bayangan lampu, membuat Gue sadar...

"Gue nggak tau apa-apa tentang lo."

Dia nyengir. "Wah, konspirasi nih. Lo mulai investigasi kehidupan Gue?"

"Gue serius." Gue menatap tajam. "Lo punya pacar? Istri? Atau anak? Gue nggak mau dituduh pelakor nanti."

Dia langsung ngakak sampai kursinya goyang. "Anak sepuluh. Udah sekolah semua."

"Serius?" Gue melotot, tapi hati Gue masih berdebar.

"Serius. Malah kalau lo mau, bisa bantu jagain anak ke sebelas nanti."

Gue ngebuang wajah. "Ngaco."

Dia masih ketawa. "Oke, fine. Kalau Gue ngomong Gue duda beranak sepuluh, lo percaya nggak?"

"Percaya, lo beranak seratus juga, Gue percaya," jawab Gue datar. Tapi dalam hati… ini buat Gue tersenyum, tapi jantung Gue nggak bisa diem.

Dia ngakak lagi. Suaranya nyampur sama suara mesin bianglala. Aneh, tapi menenangkan.

"Tenang aja," katanya setelah tawanya reda. "Gue belum punya siapa-siapa. Bahkan laku pun belum."

Gue nggak percaya, tapi tersenyum. "Lo kayak tukang gombal profesional."

"Ya udah, terserah lo," katanya pura-pura ngeluh. "Gue pasrah aja jadi korban salah paham perempuan cantik."

Gue mendesah kecil, tapi senyum juga. "Lo tuh aneh."

"Dan lo yang masih mau duduk di sini sama Gue, itu lebih aneh lagi."

Gue menelan ludah. "Awas aja ya… kalau ada yang nabrak Gue terus nuduh Gue jadi pelakor."

Adrian menatap Gue sebentar, terus nyengir tipis. "Kalau ada, lo tenang aja. Gue nggak akan diam aja kalau lo dituduh begitu."

Hening sejenak. Kata-katanya sederhana, tapi entah kenapa… dada Gue langsung berdebar kencang. Tanpa sadar, hati Gue nyaris melonjak sendiri.

Gue menunduk, mencoba menahan senyum yang tiba-tiba muncul di wajah. Tapi hangat tangannya tadi, tatapan matanya sekarang… semuanya buat perasaan Gue makin sulit dikontrol.

Angin malam nyenggol wajah Gue lagi, tapi rasanya bukan cuma angin. Rasanya kayak… ada sesuatu yang bergerak di dalam dada Gue. Sesuatu yang nggak bisa Gue sembunyiin, nggak bisa Gue ingkari.

Dan di sana, di atas bianglala, tanpa sadar, Adrian membuat hati Gue semakin dalam tenggelam… dalam rasa yang selama ini Gue sembunyiin.

Gue… jatuh cinta sama dia. Tapi Gue nggak bisa ngomong. Jadi Gue cuma menunduk, menahan senyum, dan membiarkan debaran hati ini… menjadi rahasia Gue sendiri.

"Gue..." gue ngomong pelan.

"Hm?"

"Gue kabur dari rumah."

Dia diam. Tatapannya serius sesaat, tapi kayak biasa, dia nggak nambahin drama. "Pantes lo keliatan kayak dompet ketinggalan tapi harus bayar tol."

"Lo nggak kaget?" Gue nanya.

"Udah sering denger orang kabur. Tapi baru kali ini yang kabur secantik lo."

"Lo emang nggak bisa serius ya?" Gue nyengir getir.

Dia diam, menatap langit. "Kadang bercanda itu cara paling aman buat ngomong kalau kita ngerti."

Gue menelan ludah. "Gue nggak mau nikah sama Darly."

Adrian masih diam.

"Gue nggak mau hidup kayak boneka. Disetir, dijual, diatur. Gue cuma… pengen hidup yang beneran Gue pilih."

Tatapannya nggak ada penilaian, cuma pengertian. Dada Gue makin sesak, tapi hangat di sisi lain.

"Mungkin lo pikir Gue gila," Gue lanjut pelan, "Tapi… kalau lo malu ngakuin hidup lo susah, yaudah. Mari kita susah bareng. Menikahlah sama Gue."

Adrian membeku. Mulutnya kebuka, tapi nggak ada kata keluar.

Gue menunduk, senyum kecut. Bianglala mulai turun perlahan, sementara dunia di bawah masih ramai dan penuh cahaya.

Tapi buat Gue, semuanya seakan berhenti di satu titik, antara keberanian bodoh, debaran hati, dan harapan yang belum dijawab.

1
Susi Andriani
awal baca aku suka
Siti Nur Rohmah
menarik
Siti Nur Rohmah
lucu ceritanya,,,🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!