Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Malu-Malu Meong
"Ayo masuk dulu. Nanti saja bicaranya di dalam. Gak enak dilihatin kang parkir sama satpam tuh. Dikira kita lagi berantem," ujar Alan seraya pandangannya melirik pada penjaga keamanan hotel yang berdiri tak jauh dari posisi mereka saat ini.
Alan juga dengan sigap membantu Lintang untuk melepas sekaligus menata jas hujan. Sungguh romantis.
"Kita kan lagi berdiskusi bukan berantem, Kak."
"Iya, tapi kadang yang dilihat orang lain berbeda dengan fakta yang terjadi."
"Bodo amat! Kita kan gak kenal mereka juga!"
"Tetap aku enggak suka,"
Lintang akhirnya diam dan menuruti perintah Alan.
Setelah melakukan check in dan mendapat kunci dari resepsionis, mereka pergi menuju kamar yang ada di lantai empat.
"Maaf, kakak enggak bawa kamu ke hotel mewah. Menurutku ini hotel yang lumayan dan bersih,"
"Iya, enggak apa-apa Kak. Walaupun hotel ini bintang tiga tapi bagus kok,"
Ceklek...
Derit pintu kamar 69 dibuka oleh Alan. Mereka berdua pun berjalan masuk ke dalamnya.
Terdapat ranjang ukuran besar yang bisa digunakan oleh mereka berdua untuk beristirahat, lemari dan fasilitas pada umumnya di hotel bintang tiga.
Kamar yang Alan pesan yakni tipe Suite. Beruntung masih tersisa kamar untuk mereka. Biasanya akhir pekan apalagi jika musim liburan, hotel-hotel di Bandung selalu ramai dan penuh. Rejeki Alin (Alan-Lintang).
☘️☘️
Sepasang suami istri itu pun kini sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang dalam kondisi telentang. Walaupun menggunakan jas hujan, baju mereka berdua basah. Namun, bukan kategori basah kuyup.
Keduanya terpaksa memakai jubah mandi yang memang telah tersedia di kamar hotel. Tak ada pilihan lain daripada tubuh masuk angin.
Di samping hotel sebenarnya terdapat sebuah outlet pakaian. Dikarenakan hari sudah larut malam, otomatis toko tersebut sudah tutup.
"Kak,"
"Hem," balas Alan yang saat ini kedua matanya terpejam tapi belum terlelap.
"Aku enggak biasa tidur begini,"
"Kenapa? Apa bathrobe nya kebesaran?" cecar Alan seraya kedua matanya yang awalnya terpejam, langsung terbuka.
"Bukan,"
"Terus, kenapa?"
Lintang sempat terdiam sejenak terlihat malu-malu, tapi wajahnya terlihat kurang nyaman dan bingung. Tak ada jawaban dari Lintang, membuat Alan mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap ke arah istri kecilnya itu.
"Ya ampun, Kak Alan ganteng banget kalau dari dekat begini." Batin Lintang mendadak semakin terpesona dengan ketampanan sang suami.
Ditatap intens oleh Alan, membuat jantung Lintang semakin berdegup kencang.
"Astaga, jantung tolong kondisikan. Jangan copot dulu," batin Lintang yang didera rasa gugup tak karuan melihat tatapan Alan padanya.
Seketika Lintang memilih untuk memutus kontak mata dengan Alan. Ia menundukkan kepalanya.
"Kenapa, hem?" tanya Alan kembali terdengar begitu lembut.
"A_dek enggak terbiasa kalau tidur gak pa_kai celana da_lam," cicit Lintang masih menundukkan kepalanya dengan suara terbata-bata menjawabnya.
Lintang benar-benar malu di hadapan Alan saat ini. Terlebih membahas hal in_tim dengan suaminya itu untuk pertama kalinya.
Alan tersenyum sangat tipis dan maklum setelah mendengar jawaban dari Lintang.
"Kalau tidur enggak pakai br_a, gimana?"
"Enggak apa-apa. Adek memang terbiasa tidur tanpa itu. Tapi, kalau yang bawah..." ucapan Lintang sontak menggantung. Ia bingung untuk meneruskan kalimatnya sendiri.
"Terpaksa yang ku maksud tadi di parkiran hotel ya ini,"
"Hah?" respon Lintang yang masih belum memahami dengan jelas maksud Alan.
Maklum otak Lintang sedang loading lama karena masih tersangkut hujan deras tadi.
"Ya, terpaksa kita enggak pakai dalaman untuk semalam saja. Walaupun gak nyaman, tahan dulu ya. Besok pagi kakak belikan di toko sebelah. Mau warna yang sama seperti yang kamu pakai tadi atau beda?"
"Kakak sukanya warna apa?"
"Maksudnya warna kesukaan atau apa nih?" Alan justru balik bertanya pada Lintang.
Kini giliran Alan yang lola alias loading lama dalam menangkap maksud si istri kecilnya.
"Kakak suka warna apa yang cocok buat bawahan adek yang itu?" cicit Lintang dengan semburat merah yang timbul semakin jelas di wajahnya saat ini.
Blushh...
Wajah Alan mendadak ikut merah padam bak kepiting rebus setelah paham maksud Lintang.
"Ehem..." Alan berdehem sejenak guna menetralkan degup jantungnya yang mendadak berdetak lebih cepat.
"Merah," jawab Alan singkat.
"Boleh. Adek kebetulan jarang punya warna itu untuk yang bawah. Hehe..." cicit Lintang seraya terkekeh sendiri atas ucapannya yang baru saja terlontar dari bibirnya.
Sungguh kemajuan sekali pikir Lintang bahwa dirinya bisa saling bertukar kata dengan Alan perihal urusan yang berbau in_tim.
"Kalau yang atas kakak belikan warna yang sama, gimana?"
"Terserah kakak saja," jawab Lintang.
"Oke," ucap Alan.
Hening tercipta di antara sepasang suami-istri tersebut di mana hingga pukul dua dini hari lewat keduanya masih belum juga tidur.
"Lin,"
"Ya,"
"Kamu belum tidur?"
"Belum,"
"Tadi di jalan bilangnya kamu ngantuk?"
"Enggak tau, Kak. Sekarang kok malah adek enggak ngantuk ya?"
Lintang juga heran dengan dirinya. Rasa kantuknya mendadak hilang ditelan angin.
"Dingin enggak?"
"Sedikit,"
"Sini kamu mendekat ke kakak,"
"Hah, maksudnya?"
"Sini kakak peluk, biar kamu enggak kedinginan."
Lintang sontak tersenyum malu-malu. Namun Lintang adalah sosok istri penurut yang tak banyak protes. Ia mendekatkan tubuhnya secara perlahan dengan mode malu-malu meong ke sisi Alan.
Alan yang merasa pergerakan Lintang sangat lambat seperti kura-kura, dengan tak sabarnya maka ia langsung menarik cepat tubuh Lintang hingga berhasil mendekapnya.
Awalnya Lintang hanya bisa mematung dipeluk cukup in_tim oleh Alan seperti sekarang ini. Namun, perlahan instingnya pun mulai berjalan. Lintang membalas pelukan dari Alan.
"Kak,"
"Hem,"
"Kakak pernah jatuh cinta?"
"Pernah,"
"Sama siapa?" pancing Lintang.
"Sama papa dan mama,"
BUGH !!
Refleks Lintang memukul punggung Alan dengan telapak tangannya, namun tidak begitu kencang.
"Bukan cinta seorang anak pada orang tuanya !!" keluh Lintang.
"Hehe..." Alan pun terkekeh kecil di depan Lintang. "Habisnya pertanyaanmu tidak jelas," imbuhnya.
"Maksud adek tuh, cinta sama lawan jenis. Misal pas kakak sekolah, kuliah atau di rumah sakit." Jelas Lintang.
"Pernah, dulu pas sekolah."
Nyess...
Mendadak hati Lintang mulai merasakan perih. Bagai disiram air cuka di atas sebuah luka sayatan. Walaupun bibir Alan belum menyebut nama Gendhis.
"Terus, kenapa kakak enggak menikah sama dia? Kenapa malah menerima perjodohan denganku?"
Bersambung...
🍁🍁🍁
emg klo jiwa pelakor ga ada rasa empati ya??
wahh itu yg datang siapa ya galihkah?