Leon, pria yang ku cintai selama 7 tahun tega mengkhianati Yola demi sekertaris bernama Erlin, Yola merasa terpukul melihat tingkah laku suamiku, aku merasa betapa jahatnya suamiku padaku, sampai akhirnya ku memilih untuk mengiklaskan pernikahan kita, tetapi suamiku tidak ingin berpisah bagaimana pilihanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
Sekretaris Yoto terdiam sebentar, lalu kaget karena pekerjaan Yoto yang sebanyak itu sudah selesai. Sekretarisnya tidak habis pikir dengan Yoto.
Tidak lama, Yoto keluar bersama Yola membawa makanan yang dibeli oleh sekretaris Yoto.
“Yoto, aku minta maaf ya. Aku malah ketiduran. Padahal aku yang ajak kamu jalan, tapi malah aku yang ketiduran.”
“Tidak apa-apa kok, aku mengerti. Lagian kamu juga pasti kurang istirahat. Gimana, enakkan kantor aku untuk istirahat?”
“Ya, lumayanlah.”
Saat Yoto dan Yola mau pergi, ada Leon yang sedang berada di kafe dekat perusahaan Yoto. Yoto yang sadar langsung melihat ke arah Yola.
“Yola, itu suami kamu kan? Ngapain dia nunggu di perusahaan aku?”
“Tidak tahu. Aku sendiri tidak tahu dia mau ngapain, dan aku juga tidak nanya kegiatan dia hari ini apa. Aku samperin dia aja ya?”
Yoto menahan Yola dan menggeleng kepala. Yola bingung ada apa, lalu keduanya diam sambil menunggu siapa yang sedang ditunggu oleh Leon.
Ternyata yang ditunggu Leon adalah seorang wanita di perusahaan Yoto, dan itu manajer di perusahaan Yoto.
Yola yang melihat itu mengepal tangan dan menggigit bibir bawahnya. Yoto menahan gigitan itu dengan jarinya.
“Jangan. Kamu lupain diri kamu sendiri. Kalau kamu mau luka, lukain aku aja. Aku siap kok untuk kamu lukain.”
Yola yang mendengar itu hanya diam saja dan tidak bisa membalas perkataan Yoto. Entah kenapa, dari dulu sampai sekarang, orang yang paling bisa membuat Yola diam hanya Yoto seorang.
Andai waktu dapat diputar dan diulang, Yola tahu kenapa dulu Yoto meninggalkannya. Pasti dirinya tidak akan meninggalkan Yoto.
Yola merasa dulu dia juga wanita jahat yang tidak memahami dan mengerti perasaan Yoto kepadanya.
Setelah melihat Leon bersama wanita itu, Yola tidak menyangka kalau Leon mengecup pipi wanita tersebut. Entah kenapa Yola merasa cemburu, padahal dirinya tadi sudah ingin cerai.
Yoto melihat ke arah Yola dan mencoba menutup mata Yola dengan cara memutar badan Yola ke depan Yoto.
Sambil menatap mata Yola yang tidak bisa berbohong, Yoto berkata:
“Semenarik itukah Leon di mata kamu, sampai kamu nangis buat dia?”
“Aku nangis bukan karena dia, tapi aku kecewa. Karena aku baru tahu kalau dia sekarang itu pria yang tidak benar. Aku bingung harus menyerah atau tidak sama dia.”
Yoto hanya tersenyum sambil mengusap pipi Yola. Lalu Yola menatap ke arah Yoto yang ada di depannya.
“Kamu tidak usah pikirin. Karena sesuatu yang kamu pikirin itu belum tentu terjadi. Jadi lebih baik kamu memikirkan hal yang membuat kamu bahagia aja.”
“Contohnya apa?”
“Kita sekarang jalan-jalan aja yuk. Nggak usah lihat dia. Lagian dia juga nggak penting dilihat. Kamu kan juga mau cerai sama dia, kan? Buat apa juga kamu lihat dia.”
Yola tiba-tiba terpicu dengan semangatnya Yoto. Entah kenapa, pria ini selalu menjadi alasan kenapa Yola menjadi bandel dan tidak menurut kepada suaminya sendiri.
Mungkin suaminya juga bukan sosok yang bisa dijadikan panutan, tetapi entah kenapa cinta lama selalu menjadi pemenangnya.
Walau tidak tahu nantinya ke depannya seperti apa, tapi jalanin aja dulu sebelum saat itu tiba nantinya.
Akhirnya, mereka memilih untuk pergi bersama tanpa harus melihat Leon lebih lama. Tanpa sadar, Leon seperti melihat bayangan istrinya, Yola.
Leon mencoba mengejar bayangan itu, tapi bayangan itu sudah pergi tanpa Leon sempat meminta. Entah kenapa, Leon merasa itu adalah Yola.
Di mobil, Yola hanya mengeluh. Yoto yang melihat itu tersenyum sambil mengusap kepala Yola, lalu menatapnya.
“Kenapa, sayang?”
“Lelah aja dan bingung harus bagaimana.”
“Emangnya kenapa? Apa yang bikin lelah? Coba kasih tahu ke aku biar aku bantu kamu menghindari dari kelelahan tersebut.”
Yola yang mendengar itu tertawa dan tidak habis pikir bila Yoto akan melakukan tindakan kekanakan seperti itu. Ia tidak menyangka bila Yoto bisa melucu di saat Yola membutuhkannya.
“Yoto, makasih ya. Kamu sudah buat aku ketawa sepanjang hari ini. Aku senang banget bisa ketemu kamu lagi setelah sekian lama. Maafin aku pernah memberi masa-masa yang tidak indah sama kamu.”
Yoto yang mendengar itu hanya diam saja. Tidak lama, Yoto membawa Yola jalan-jalan agar Yola tidak kepikiran keluar.
“Yaudah, jadi kamu mau ke mana sekarang?”
“Aku ke mana aja bebas kok, asal sama kamu.”
“Hei, siapa yang ngajarin kamu bicara begitu? Sekarang sudah pintar untuk gombal ya?”
“Tidak tahu ya. Kayaknya sindrom single mengajarkan aku untuk tetap mencoba gombal. Siapa tahu cocok.”
Yoto yang mendengar itu malah diam dan merasa dirinya tergoda oleh Yola. Walau sebenarnya tidak boleh, Yoto juga tidak mau dibilang perusak rumah tangga orang lain.
Yoto selalu mencoba yang terbaik dengan cinta lamanya. Namun, Yoto juga tidak bisa berharap banyak dengan Yola. Mungkin sebenarnya kehadirannya malah membuat kacau kehidupan Yola sebelumnya.
Yoto berharap seharusnya dirinya tidak pernah mengganggu Yola. Mungkin semua ini juga salah Yoto pribadi.
Sampai di tujuan, mereka berhenti di rumah pohon. Entah kenapa, setiap mereka memiliki masalah, rumah pohon selalu menjadi solusi paling tepat untuk semuanya.
“Akhirnya bisa bernapas lega juga. Emang ya, rumah pohon solusi terbaik deh pokoknya.”
“Ya, aku juga merasa begitu. Kalau nggak ada rumah pohon, gimana ya?”
“Yah, nggak ada tempat untuk berkeluh kesah.”
Yoto dan Yola mencoba untuk menikmati suasana yang ada di depan mata, walau Yola masih merasa kesal dengan sikap Leon.
Yoto sebagai pria hanya bisa diam dan memberi Yola peluang agar Yola bisa memilih yang terbaik untuk dirinya. Karena yang namanya pasangan tidak akan bisa terpilih kalau dari kita sendiri juga tidak mau dan tidak ada minatnya.
“Yola.”
“Ya?”
“Kalau andai aku harus balik ke Malaysia lagi, bagaimana perasaan kamu?”
Yola sempat terdiam sebentar saat Yoto berkata demikian. Yola merasa perkataan Yoto hanya candaan belaka yang tidak perlu ia pikirkan.
“Kamu lagi bercanda kan, kok bicaranya begitu?”
“Tidak, aku serius. Misalnya kamu bagaimana kalau seandainya aku ke Malaysia lagi?”
“Kenapa kamu bicara begitu?”
“Tidak ada apa-apa sih. Cuman mau tahu jawaban kamu aja. Boleh kan aku tanya? Emang aku tidak boleh nanya ya?”
Yola terdiam saja karena takut salah bicara. Di lain sisi, dirinya juga bingung harus bersikap bagaimana. Karena dirinya memang sayang dengan Yoto, tapi entah sebagai apa.
“Sekarang gini, Yola. Aku tanya kamu, kamu sayang aku nggak?”
“Sayang.”
“Kamu sayang aku sebagai apa, kalau aku boleh tahu?”
Yola saat dilontarkan pertanyaan seperti itu tidak bisa menjawab. Ia takut salah jawab dari maksud pembicaraan Yoto kepadanya.
“Ayo dong jawab. Aku mau dengar apa yang bakal kamu bilang ke aku. Yah, aku akan terima kok apapun jawaban kamu, jadinya aku paham harus bagaimana.”
“Yah, kamu nggak usah berubah. Kamu tetap jadi diri kamu aja.”
“Nggak bisa, Yola. Aku kalau tetap begini pasti aku akan membebani kamu. Benar tidak kata aku?”
Yola yang mendengar itu bingung. Emangnya dirinya selama ini sudah membebani Yoto hingga Yoto berkata demikian?
“Maafin aku, Yoto. Sudah buat kamu bingung. Tidak seharusnya aku buat kamu bingung. Harusnya aku bisa memilih dengan bijak dan bukan buat kamu bingung.”
Yoto hanya tersenyum kepada Yola. Walau sebenarnya Yoto juga tidak bisa marah kepadanya, Yoto juga bingung harus bagaimana marahnya.
Sepertinya cuaca mau hujan. Yoto dan Yola masuk ke dalam rumah pohon sambil menatap langit yang mulai diguyur hujan.
Yoto membuat kopi panas, sedangkan Yola juga membuat kopi panas sambil menatap pemandangan langit yang indah dengan hujan.
Yola tertidur tanpa berkata apa-apa, sedangkan Yoto hanya diam dan memberi pundaknya untuk Yola.
Yoto yang sedang minum kopi sambil mengerjakan pekerjaannya sesekali melihat Yola, takut Yola terbangun karena dirinya.
Yoto mencoba dengan pelan dan cepat agar pekerjaannya tetap bisa selesai dengan baik. Sekretarisnya mengirim pesan kepada Yoto:
“Pak.”