NovelToon NovelToon
Umbral

Umbral

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rudi Setyawan

Davin menemukan catatan rahasia ayahnya, Dr. Adrian Hermawan, di attic yang merupakan "museum pribadi' Adrian. Dia bukan tak sengaja menemukan buku itu. Namun dia "dituntun" untuk menguak rahasia Umbral.
Pada halaman terakhir, di bagian bawah, ada semacam catatan kaki Adrian. Peringatan keras.
“Aku telah menemukan faktanya. Umbral memang eksis. Tapi dia tetap harus terkurung di dimensinya. Tak boleh diusik oleh siapa pun. Atau kiamat datang lebih awal di muka bumi ini.”
Davin merinding.
Dia tidak tahu bagaimana cara membuka portal Umbral. Ketika entitas nonmanusia itu keluar dari portalnya, bencana pun tak terhindarkan. Umbral menciptakan halusinasi (distorsi persepsi akut) terhadap para korbannya.
Mampukah Adrian dan Davin mengembalikan Umbral ke dimensinya—atau bahkan menghancurkan entitas tersebut?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Setyawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34 — Sebelum Badai

KEESOKAN siangnya, seperti biasa mereka berenam menyantap makan siang di kantin sekolah. Mereka duduk di meja bagian tengah—dan seolah tak terusik oleh keriuhan siswa di sekitar mereka.

Tidak dapat dihindari perhatian mereka terfokus pada polling di saluran WhatsApp. Dalam waktu dua puluh empat jam, pilihan fans pada pabrik gula terus bertambah. Sekarang sudah tembus di angka empat puluh ribu suara. Terbukti semakin banyak orang kepo dengan video horor mereka. Tapi Rayan tahu hype follower gampang anjlok jika mereka tak menjaga konsistensi upload dan branding.

“Gue harus jujur,” ujar Rayan tanpa seringai khasnya. “Syuting kali ini mungkin bakalan scary banget. Gue nggak nyaranin apa-apa. Tapi gue, Davin dan Tari besok malam tetap ke sana. The show must go on.”

Sejenak hening di meja mereka. Sasha, Naya dan Elisa melirik ke arah Tari yang terus menyantap nasi campurnya dengan tenang. Tadi malam, Tari sengaja mengirimkan dua buah foto simbol ke grup privat mereka. Dia memberi penjelasan singkat tentang kedua simbol tersebut. Simbol pertama dipenuhi dengan tulisan Arab gundul, dan—menurutnya—rajah tersebut biasanya dipakai sebagai pelindung diri dari gangguan energi makhluk halus. Dan simbol kedua dipenuhi dengan aksara Jawa kuno, dan fungsinya lebih kuat dalam menangkal energi gelap yang sifatnya merusak. Dia juga sudah berkonsultasi dengan guru spiritualnya—dan dia yakin pola kombinasi semacam itu memang khas dipakai untuk menahan efek energi hitam.

“Kalau Sasha ikut,” ujar Elisa pelan, “gue juga ikut. Gue harus ngejagain dia.”

Sasha menatap sahabatnya sebentar. Meskipun kalimat terakhir Elisa membuat dia nyaris tertawa, namun loyalitas Elisa terhadap dirinya selalu berhasil menyentuh hatinya. Dan dia juga tak ingin menanggapinya dengan guyonan.

Elisa mengambil keputusannya sendiri. Tidak seorang pun berusaha meyakinkan dia untuk ikut. Dan meskipun cerita mereka tentang pesan misterius di ponsel Davin membuat dia ciut, namun, entah mengapa, dia merasa lebih aman untuk hadir di pabrik gula karena kali ini dia memakai pelindung diri. Bukan menyelonong seenaknya seperti di kolam renang beberapa hari lalu.

“Aku ikut,” ujar Sasha pelan tapi tegas. Dia masih tidak yakin dengan alasannya untuk ikut ke pabrik gula. Rasanya sih tidak mungkin kalau sekedar didorong oleh rasa penasaran. Tapi dia juga tidak mau sepenuhnya mengakui bahwa alasannya karena ingin mendampingi Davin.

Naya menghela napas panjang. “Kalau aku nggak ikut, nggak ada yang pegangin RC drone. Padahal di Bandung kemarin, aku kayak “degebukin” Tante Ratna gara-gara masih ikutan terlibat dalam syuting video horor kita. Beliau bilang kayak gini: “Teman kamu si Rayan itu apa nggak punya orang tua?” Jujur, aku hampir ngakak.”

Rayan hanya mendengus jemu.

“Terus kamu bilang apa?” tanya Sasha geli.

“Aku bilang aja dia cuma anak angkat, jadi nggak disayang sama orang tuanya.”

Mereka tertawa.

“Kalau emang nggak disayang,” ujar Rayan dengan nada sebal, “biar anak kandung, tetap aja nggak disayang. Tapi paling nggak, gue punya fans berat di Bandung.”

“Semua keluargaku di sana emang nge-fans sama kamu.”

“Itu yang penting. Lainnya, gue nggak peduli.”

Naya menarik napas panjang. “Aku sering capek kalau ketemu Tante Ratna,” lanjutnya. “Apalagi kemarin pas kita lagi video call. Tapi aku terpaksa ngeladenin beliau ketimbang aku diomelin Mama. Aku bilang kayak gini: “Kerjaan Naya cuma megangin RC drone, Tante. Kalau Naya nggak ikutan sibuk, ntar Naya nggak dikasih honor. Honornya gede kayak gaji sekretaris, lho.” Beliau melotot sambil bilang kayak gini: “Tapi kamu juga ikutan dalam video. Tante liat kamu sampai menjerit-jerit ketakutan karena keinjek ular tempo hari. Tante sampai nggak bisa tidur.” Aku tetap cuek, aku bilang kayak gini: “Aduh, Tante, Naya kan harus acting. Itu cuma konten. Semua harus tampak kayak beneran. Padahal itu cuma ular mainan.” Tante Ratna tetap ngeyel. “Tapi kuburannya beneran, kan?” Aku tetap aja berlagak polos. Aku bilang kayak gini: “Hmm, kalau itu sih beneran. Soalnya nggak ada orang jual kuburan mainan di online.” Mama melotot karena Mama tahu kalau yang aku injak kemarin ular asli.”

Mereka kembali tertawa gelak. Tapi tawa mereka mendadak terhenti ketika Renita melintas di samping meja mereka. Renita tak bersama pacarnya. Ada desas-desus kalau dia lagi berantem dengan Sahrul.

“Hai, Rayan,” sapa Renita. Dia hanya mesem pada yang lain.

“Sebentar, Ren,” cetus Rayan spontan. Dia perlahan berdiri. Dia menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata sejenak seperti berusaha memusatkan seluruh konsentrasinya. Lalu dia membuka matanya—dan dia nyaris menelan ludah ketika memandang wajah cantik Renita di depan hidungnya. “Hmm, lo nanti sore akan jogging. Ada dua orang ikut lo.”

Renita melebarkan matanya—membuat Rayan merasa makin lemas. “Kok kamu tahu?”

“Ah, it’s nothing,” sahut Rayan dengan gaya sok humble. “Gue cuma perlu konsentrasi untuk liat masa depan. Gue barusan juga ngeliat hal lain.”

“Hal lain apa?”

“Sabtu malam lo sendirian di rumah—dan lo nungguin seseorang… yah, mungkin cowok cakep kayak gue.”

Renita tertawa. Tapi tawanya terlihat seolah untuk menyamarkan rona merah di wajahnya. “Kamu ngaco.” Dia lalu melanjutkan langkah ke meja kosong di sudut.

Rayan kembali duduk sambil menyeringai lebar pada kelima temannya. Mereka menatapnya antara geli dan kagum.

“Good move, huh?” bisiknya dengan seringai puas.

Elisa mendengus. “Gue harap lo masih cukup waras untuk nggak ngerebutin pacar orang. Bokap lo punya istri berapa, sih?”

Seringai Rayan nyaris pudar. “Maksud lo?”

“Jawab dulu pertanyaannya, Bro.”

“Cuma satu. Kenapa?”

“Nggak papa. Tapi kalau bokap lo punya istri dua, lo pasti punya tiga—atau bahkan empat. Bakat lo jadi playboy udah mulai keliatan.”

Tawa mereka kembali pecah. Mereka semua seperti berusaha mengalihkan perhatian mereka dari rasa tegang yang sebenarnya. Kenyataannya keputusan sudah diambil—dan besok sore pabrik gula akan membawa mereka ke dunia lain. Pasti.

“Ketawa boleh,” ujar Tari kalem tapi tegas. “Tapi besok, jangan lupa: semua pelindung yang kita punya harus dipakai.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!