Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.
Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.
Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.
Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.
Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.
Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.
📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.
Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 . Cemburu
Bayangan ciuman Leo dan Keira di lobi kantor terus menghantui kepala Revan.
Ia tak kembali ke rumah sakit. Alih-alih, langkahnya membawanya pulang ke rumah. Sesampainya di kamar, Revan hanya terdiam di balkon, menatap kosong langit senja yang perlahan memerah.
Tangannya mengepal di dada.
Setiap kali ingatan itu muncul, hatinya seperti diremas dari dalam.
"Harusnya gue nggak kayak gini… Gue cuma mau bantu dia," gumamnya lirih.
Namun semakin ia menolak, rasa itu semakin menjerat.
"Kenapa ada perasaan ini? Ingat, Van. Dia istri Leo."
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pelan terdengar di pintu.
“Van… lo di dalam, kan?” suara Kayla terdengar hati-hati, nyaris berbisik.
Ia berdiri di depan pintu kamar Revan, ragu tapi juga merasa bersalah. Kejadian di kantor—terutama saat Leo tiba-tiba muncul dan membelanya—masih membekas.
“Van, gue mau bicara sama lo.”
Revan bangkit dengan wajah muram, membuka pintu hanya separuh.
“Apa lagi, Kei? Lo mau suami lo datang ke sini terus membentak gue kayak tadi? Ini rumah, bukan kantor. Tapi pengawasannya lebih ketat. Bahkan dinding pun ada telinganya,” ujarnya sarkastis, bersandar di kusen pintu.
Kayla menatapnya sesaat, lalu dengan berani mendorong pintu hingga terbuka lebar. Revan refleks mundur.
“Kalau di luar nggak aman, berarti di sini jauh lebih aman, kan?” katanya pelan, lalu masuk dan menutup pintu rapat-rapat.
Revan menghela napas panjang, mencoba menjaga jarak.
“Kei, lo maunya apa sebenernya?”
“Aku mau ngomong soal kejadian foto-foto tadi.” Tatapan Kayla serius, sorotnya goyah tapi penuh keyakinan. “Gue rasa emang bukan Leo pelakunya.”
Revan mengernyit, matanya menajam penuh sinis.
“Kenapa? Karena dia udah nyium lo di depan semua orang?”
Kayla terbelalak. “Kok lo tau?”
Revan mendengus. “Gue punya mata, Kei. Dan kalau lo masuk ke kamar gue cuma buat bela Leo, mending lo keluar. Gue capek. Lagi pula masalah lo udah beres. Pahlawan Leo udah datang menyelamatkan lo dari fitnah itu.”
Ia berusaha mendorong Kayla keluar, tapi Kayla menahan diri.
Jarak mereka makin dekat—terlalu dekat. Napas Kayla nyaris menyapu wajah Revan.
“Kenapa nada lo kayak marah gitu? Jangan-jangan… lo cemburu?” suaranya bergetar, tapi sorot matanya menantang.
“Gue terlalu waras buat cemburu sama lo.”
Kayla tersenyum miris, meski matanya berkaca-kaca. “Kalau gitu harusnya lo santai aja dong. Kok bete banget, Van?”
Revan menatapnya lama, rahangnya mengeras. “Gue lagi sakit, Kei,” suaranya parau, nyaris pecah. “Dan ini semua gara-gara gue sibuk nyari bukti kalau gue bukan pelaku di ruang pendingin itu.”
Hening. Tatapan mereka terkunci.
Kayla menelan ludah, lalu berbisik pelan, “Jadi… lo nyalahin gue?”
Revan tak segera menjawab. Matanya dingin, tapi sorot itu jelas bergetar—seolah ada sesuatu yang tak boleh diucapkan.
“Lo ke sini mau ngajak gue debat? Ribet banget lo, sumpah. Udah, keluar aja.”
Dengan kesal, ia mendorong Kayla keluar. Tubuh Kayla hampir terjatuh, untung ia cepat menahan diri dengan menempel ke dinding lorong. Napasnya terengah, jantungnya berdetak tak terkendali.
Namun sebelum sempat bicara lagi, pintu kamar terbuka kembali. Revan muncul, wajahnya tegang. Revan berjalan mendekat ke arah Keira, pandangannya mengunci Keira.
Detik itu, dunia seolah berhenti.
Revan semakin melangkah mendekat, menutup jarak yang tersisa. Tangan kirinya terangkat, menahan tembok tepat di samping wajah Kayla. Gadis itu terperangkap di antara dinding dingin dan tubuh Revan yang begitu dekat.
Napas mereka saling bersahutan.
“Lo udah kelewatan, Kei,” suara Revan rendah, nyaris serak.
Kayla menegang, tubuhnya kaku tapi matanya tak bisa lepas dari sorot tajam Revan. Jemarinya meremas ujung bajunya sendiri, seakan berusaha meredam degup jantung yang kian tak terkendali.
“Revan…” gumamnya lirih, hampir tak terdengar.
Perlahan, wajah Revan mendekat. Kayla refleks memejamkan mata, pikirannya sejalan dengan apa yang mungkin akan terjadi.
Namun—
Bruk!
Suara benda jatuh dari ujung lorong membuat keduanya sontak menoleh. Kayla membuka matanya dengan cepat, napasnya terhenti sesaat. Revan menegang, rahangnya mengeras, pandangannya menusuk ke arah sumber suara.
.
.
.
Bersambung
Keira lebih baik jujur saja. tapi aku tau maksud dari diam mu.