NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:10.2k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bawa Dia ke Hadapanku

Mervyn menatap kantong besar yang terayun di tangan Elena. Senyum samar kembali menghiasi wajahnya sebuah ekspresi yang jarang sekali muncul di hadapan orang lain. Ia mengulurkan tangan, mengambil salah satu kotak kue dari kantong itu, lalu membukanya dengan gerakan sederhana namun elegan.

“Aroma gula ini… terlalu manis untuk seleraku,” ucapnya dingin, meski tangannya justru mengambil sepotong kue kecil dan meletakkannya di mulut.

Elena menahan senyum, memperhatikan bagaimana Mervyn, pria yang begitu kaku, justru menyuapinya tanpa ragu. “Lalu bagaimana rasanya?” tanyanya pelan, seakan benar-benar penasaran.

Mervyn berhenti sejenak, matanya menatap lurus ke wajah Elena sebelum menjawab. “Manis. Tapi… tidak semanis ekspresi puasmu saat membelinya.”

Ucapan itu membuat Elena terdiam, wajahnya memanas seketika. Ia menunduk sedikit, berpura-pura sibuk dengan kantong di tangannya. Namun senyumnya tak bisa ditahan senyum yang muncul tanpa ia sadari.

Mereka melangkah masuk melewati lorong panjang dengan lantai marmer yang berkilau, cahaya matahari sore menembus jendela besar dan melukis bayangan di sepanjang dinding.

Langkah-langkah Elena terdengar ringan di lantai marmer yang dingin. Begitu pintu kamarnya dibuka, matanya langsung melebar melihat sosok yang berdiri di dekat jendela.

“Myra…” suara Elena tercekat.

Gadis itu tampak pucat, tetapi jauh lebih segar dibanding terakhir kali ia lihat. Rambut tergerai lembut, wajahnya menampakkan senyum tipis. “Nyonya.”

Tanpa berpikir panjang, Elena berlari menghampiri dan meraih Myra dalam pelukan erat. Hangat tubuh yang sempat ia khawatirkan takkan kembali kini terasa nyata dalam dekapannya. “Syukurlah… syukurlah kau sudah pulih,” bisiknya, nyaris gemetar oleh rasa lega.

Myra terkekeh kecil, meski pelukan itu membuatnya sedikit sesak. “Aku baik-baik saja. Nyonya, Anda tak perlu khawatir berlebihan.”

Elena melepas pelukannya perlahan, matanya berkilat lembap. “Bagaimana mungkin aku tidak khawatir? Kau lebih dari sekadar pelayan bagiku, Myra.”

Wajah Myra melembut. Namun kemudian, dengan tatapan nakal penuh rasa ingin tahu, ia bersandar sedikit ke depan. “Nona… aku harus menanyakan ini. Apakah Anda sudah bertemu dengan pria itu?”

Elena tertegun, lalu tersenyum samar. Ia menghela napas panjang sebelum duduk di samping Myra. “Ya. Meski bukan di hari yang dijanjikan… hari ini aku bertemu dengannya.”

“Lalu?” Myra tampak tak sabar, matanya berbinar penasaran.

Elena merapatkan tangannya. “Dia setuju untuk menjadi kesatria pribadiku.” Nada suaranya lembut, tetapi mantap. “Yang tersisa hanyalah izin dari Mervyn.”

Mata Myra membesar, lalu ia menutup mulutnya menahan seruan. “Itu… itu luar biasa, Nona! Jika benar, maka Anda akan memiliki seseorang yang bisa dipercaya sepenuhnya di sisi Anda.”

Elena menunduk, senyum kecil muncul di bibirnya. “Aku juga berharap begitu.”

...

Sementara itu, di ruang kerja Duke Mervyn, suasana sama sekali berbeda. Lilin-lilin yang menyala di atas meja panjang memantulkan cahaya keemasan pada dinding penuh rak buku.

Para kesatria yang tadi mengawal Elena berdiri kaku, keringat dingin membasahi pelipis mereka meski ruangan tidak panas.

“Laporkan,” suara Mervyn terdengar rendah, tegas, dan nyaris tanpa emosi.

Salah seorang kesatria melangkah maju, menunduk. “Yang Mulia… Duchess bertemu dengan seorang pria.”

Mervyn mengetukkan jari ke permukaan meja, pelan tapi membuat udara di ruangan menegang. “Dan?”

“Kami… kami tidak bisa mendapatkan informasi apapun, Yang Mulia. Pria itu… terlatih. Gerakannya nyaris tidak meninggalkan celah. Ia menempatkan diri di sudut yang tidak bisa kami jangkau. Kami bahkan tidak bisa melihat wajahnya.”

Keheningan berat jatuh. Mervyn bersandar ke kursinya, sorot matanya dingin menusuk. “Kalian ingin mengatakan kepadaku bahwa seorang pria misterius bisa dengan mudah mendekati Duchess dan kalian semua hanya berdiri menyaksikan?”

Tidak ada yang berani menjawab. Rasa takut begitu nyata, menekan dada mereka hingga sulit bernapas.

Mervyn menghela napas tipis, namun itu sama sekali bukan tanda belas kasih. “Keluar.”

Para kesatria segera memberi hormat dan bergegas meninggalkan ruangan, masing-masing menunduk dalam-dalam, menyembunyikan wajah mereka dari tatapan pemimpin yang begitu mengintimidasi.

...

Senja berganti malam. Lampu-lampu gantung kristal di ruang makan besar menyala, memantulkan cahaya lembut ke piring-piring porselen berkilau.

Elena duduk berseberangan dengan Mervyn, berusaha menjaga sikap anggun meski hatinya berdebar keras.

Ia menunggu waktu yang tepat. Sendok beradu pelan dengan sup hangat, bunyi halus porselen seakan jadi satu-satunya suara yang berani mengisi ruangan.

Akhirnya, Elena meletakkan sendoknya. Ia mengangkat wajah, menatap Mervyn dengan keberanian yang dipaksakan. “Mervyn… ada sesuatu yang ingin kusampaikan.”

Mervyn mengangkat alis, gerakannya pelan tapi tajam. “Katakan.”

Elena menarik napas panjang. “Aku… ingin memiliki kesatria pribadi.”

Mervyn menatap Elena cukup lama sebelum akhirnya bibirnya melengkung samar, bukan senyum, melainkan guratan tipis yang sulit dimaknai. “Kesatria pribadi, ya?” suaranya berat, nyaris terdengar seperti gumaman yang menghantam dinding ruang makan yang hening. “Itu bagus. Tetapi… jelaskan padaku, Elena. Mengapa kau tiba-tiba meminta hal itu?”

Elena menegakkan tubuhnya, menahan gejolak gugup di dadanya. “Alasan yang sederhana,” jawabnya lembut, matanya terarah pada meja. “Aku hanya merasa… akan lebih nyaman jika ada seseorang yang selalu berada di sisiku. Seorang pengawal yang bisa kupercaya penuh, bukan hanya kesatria yang bergantian setiap harinya.”

Mervyn menyandarkan tubuh ke kursi, jari panjangnya mengetuk pelan gagang gelas anggur. Sorot matanya menyipit, seperti mencoba menembus tabir yang disembunyikan Elena. “Nyaman?” katanya, seolah mengecap kata itu dengan sinis. “Itu jawaban yang… terlalu ringan untuk sebuah permintaan besar. Kau yakin hanya itu?”

Elena mengangkat pandangan, berusaha menampilkan ketenangan. “Ya. Itu saja.”

Namun Mervyn tidak puas. Tatapannya semakin tajam, menusuk seperti bilah dingin. “Elena. Apakah kau sedang dalam bahaya?” Nada suaranya merendah, tapi penuh penekanan.

Jantung Elena berdegup keras, namun wajahnya tetap terjaga. “Tidak. Tentu saja tidak,” jawabnya cepat, terlalu cepat. Ia lalu menambahkan, dengan nada yang lebih terkendali, “Aku hanya ingin sedikit… kebebasan dalam memilih siapa yang menemaniku.”

Keheningan berat kembali menguasai meja makan. Mervyn menyesap anggurnya perlahan, gerakannya tenang, tapi setiap detik terasa menekan. Ia meletakkan gelas kembali dengan bunyi halus yang justru membuat Elena semakin menahan napas.

“Aku mengerti,” ucap Mervyn akhirnya. “Kalau begitu, aku sendiri yang akan memilihkan kesatria pribadi untukmu. Hanya yang terbaik. Tidak ada yang akan—”

Elena langsung memotong, suaranya tegas namun bergetar halus. “Tidak perlu. Aku… aku sudah memilih seseorang.”

Mervyn terhenti, matanya membelalak sekilas sebelum kembali menyipit tajam. “Sudah memilih?” ulangnya perlahan. “Siapa?”

Elena menegakkan punggungnya, tangannya terkepal di atas pangkuan. “Kau tidak tahu dia.”

Sekilas, sesuatu berkilat di mata Mervyn kecurigaan yang berubah menjadi kewaspadaan penuh. Suaranya menekan, dingin seperti es yang retak. “Dari luar?”

Elena mengangguk sekali, mantap meski dalam hatinya gemetar.

Wajah Mervyn seketika berubah. Aura dinginnya mengeras, menguar ke seluruh ruangan makan seperti kabut gelap yang menyelimuti. “Tidak,” ucapnya tegas, tanpa jeda. “Permintaanmu kutolak. Aku tidak akan mengizinkan seorang asing, apalagi pria yang tidak kukenal, berada sedekat itu denganmu. Jangan pernah memintanya lagi.”

“Mervyn… aku tahu ini mungkin terdengar gegabah di telingamu.” Suara Elena terdengar tenang, tapi ada ketegasan yang tak bisa disembunyikan. “Tapi orang ini… dia berbeda. Dia memiliki kemampuan yang tidak bisa dimiliki kesatria biasa. Aku ingin dia di sisiku.”

Mervyn meletakkan sendoknya perlahan, gerakannya begitu tenang hingga justru menekan suasana. “Tetap saja, Elena. Dia bisa saja berbahaya,” ucapnya dingin, tatapannya menusuk.

Namun Elena tak menunduk, tak juga mundur. “Aku tidak peduli,” katanya mantap. “Aku memilihnya.”

Keheningan mengulur. Di bawah cahaya lampu makan malam, senyum tipis akhirnya muncul di bibir Mervyn sebuah lengkungan samar yang sulit ditebak artinya. Ia menatap Elena lama sekali.

“Baiklah.”

Elena terperangah, matanya membesar. “Kau… mengizinkan?”

Mervyn condong sedikit ke depan, suaranya rendah namun penuh kuasa, setiap kata terasa menekan.

“Bawa dia ke hadapanku."

1
Rahmawati Diah
alur ceritanya bagus, rapi.
bahasa nya ringan, mudah dicerna, tdk berbelit2
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
apa ada penyusup dikalangan kesatrian mervin? maka elena bersikeras mau pertahan laki² itu menjadi pengawal.peribadinya?
restu s a
semangat thor.
saya tunggu bab selanjutnya.
restu s a
good
restu s a
mampir thor
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
ceritanya bagus.. aku suka. gak bosan membacanya
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
meski tak bnyk komentar yg bisa aku berikan tapi jujur aku suka ceritanya thor.. bahasanya tersusun bisa aku fahami.. up lagi thor
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
apa karna kematiannya itu menyebabkn elena mau mencari kesatria peribadi?
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
apa mervyn sebenarnya mencintai dlm diam elena, istrinya🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!