21th+ bijaklah memilih bacaan
Selama dua tahun pernikahan, Rose hanya dijadikan sebagai bank darah untuk Mia Winters oleh suaminya sendiri, Alexander Preston. Selama itu juga bisa dihitung berapa kali Alex tinggal di rumah mereka. Alex hanya mendatangi atau menghubungi Rose jika Mia membutuhkan donor darah.
Rose tidak pernah dianggap sebagai istri, ipar, ataupun menantu oleh Alex dan keluarganya. Bahkan teman-temannya hanya tahu bahwa Alex sudah menikah tapi tidak ada yang pernah melihat istri Alex. Semua orang tahu bahwa satu-satunya wanita yang dekat dengan Alex hanya Mia.
Sudah tidak tahan lagi, Rose meminta cerai, Alex menyetujuinya dengan syarat, setelahnya Rose menghilang tanpa jejak.
Tiga bulan berlalu, Alex dan Rose dipertemukan lagi dalam suatu acara, Alex terkejut karena mantan istrinya itu bergandengan mesra dengan laki-laki lain. Orang itu adalah pewaris Hawkins Group, Sky Hawkins. Semudah itukah Rose berpaling dari Alex?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Usaha Menjebak
Di kantor Hawkins Prime Tech, aroma kopi pagi selalu bercampur dengan ketegangan yang menyesakkan, terutama di departemen perencanaan.
Ketegangan itu bernama Scarlett.
Awalnya, Scarlett dengan lihai menyebar racun kebencian terhadap Rose.
Scarlett:"Dia itu tidak punya pengalaman, pendidikannya juga tidak jelas. Dia cuma punya wajah cantik dan tubuh yang bagus. Pasti itu modal yang dia gunakan untuk bisa langsung menjadi direktur perencanaan di sini. Lama-lama bisa bangkrut perusahaan ini kalau orang yang masuk mengandalkan nepotisme"
Para staf dengan mudah menelan semua omong kosong itu.
Namun, sekarang semua berubah.
Ketika Rose mulai menunjukkan kemampuannya, semua keraguan yang disuntikkan oleh Scarlett menguap begitu saja.
Ide-ide Rose brilian, strateginya visioner, dan yang paling penting, dia jauh lebih terbuka dan suportif.
Saat para staf berdiskusi dengan Rose, mereka tidak lagi merasa terintimidasi.
Rose mendengarkan, memberikan masukan yang membangun, bahkan ketika ide itu terdengar mustahil.
Rose tidak pernah mencaci maki, tidak pernah merendahkan, dan tidak pernah menyentuh hal-hal pribadi.
Sebaliknya, berhadapan dengan Scarlett adalah mimpi buruk.
Ide sekecil apa pun akan dibalas dengan makian pedas, ejekan tentang latar belakang keluarga, atau tuduhan bahwa mereka tidak becus.
Sifat semena-mena Scarlett tidak memicu kreativitas, melainkan memadamkannya.
Ruang brainstorming yang seharusnya penuh gairah justru menjadi tempat yang sunyi, di mana setiap orang takut untuk berbicara.
Akibatnya, banyak karyawan yang memilih untuk mundur, mencari pekerjaan baru, atau pindah ke departemen lain, hanya untuk menghindari atmosfer beracun yang diciptakan Scarlett.
Kehadiran Rose bak embun di tengah gurun.
Rose membimbing bawahannya dengan sabar, mendorong mereka untuk berpikir di luar kotak, dan membuat mereka merasa dihargai.
Departemen perencanaan yang dulu lesu kini kembali bersemangat. Mereka tidak lagi takut untuk bereksperimen, karena mereka tahu ada Rose yang akan mendukung mereka.
Popularitas Rose yang kian meroket selama dua bulan terakhir dan membuat Scarlett semakin terbakar cemburu.
Scarlett melihat Rose sebagai ancaman, sebagai cerminan kegagalannya sendiri.
Menjatuhkan Rose dari posisinya ternyata jauh lebih sulit dari yang dia duga. Senjata utamanya yaitu gosip dan fitnah kini tumpul tak berdaya.
Scarlett mulai menyusun rencana baru.
Scarlett membutuhkan cara yang lebih kejam dan sistematis untuk menyingkirkan Rose, atau setidaknya, membuatnya menyerah dan mengundurkan diri dengan sendirinya.
Scarlett mengetuk pintu ruangan Rose.
Rose: "Masuk."
Suara Rose terdengar tenang dari balik pintu.
Scarlett, dengan senyum palsu yang menempel di wajahnya, mendorong pintu itu dan melangkah masuk, membawa sebuah proposal bisnis di tangannya.
Matanya memancarkan keyakinan yang dibuat-buat, namun di baliknya tersembunyi rasa putus asa.
Proposal itu milik Barrymore Corporate, proposal dan kontrak perpanjangan kerja sama yang sebelumnya telah Rose tolak mentah-mentah.
Scarlett: "Barrymore Corporate adalah rekan lama kita, Ms. Hazel"
Scarlett memulai pembicaraan dengan nada membujuk, menempatkan proposal itu di atas meja Rose.
Scarlett:"Anda tidak bisa membatalkan kerja sama yang sudah susah payah saya usahakan. Selain itu, Mr. Barrymore juga menjanjikan akan ada keuntungan tambahan untuk Anda, asalkan Anda bersedia menandatangani kontrak ini."
Scarlett terus mendesak, mengedepankan nama besar Barrymore dan janji-janji manis yang menggiurkan.
Dia berusaha membujuk Rose, berharap Rose akan goyah dan menandatangani kontrak perpanjangan itu.
Namun, Rose tetap teguh. Dia telah mempelajari riwayat Barrymore dan menemukan banyak kejanggalan.
Bagi Rose, Barrymore Corporate bukanlah mitra yang layak, melainkan perusahaan yang harus dimintai pertanggungjawaban atas kerugian pada proyek sebelumnya.
Scarlett, yang masih menganggap Rose sebagai sosok munafik yang bisa dibeli dengan uang, kembali mencoba membujuknya.
Scarlett: "Saya tidak mungkin bisa membeli mobil mewah jika bukan karena bantuan Mr. Barrymore,"
Scarlett mengatakannya sambil berbisik dan menatap Rose dengan senyum sinis.