NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Anak Kembar / Dijodohkan Orang Tua / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.

Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.

Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.

Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.

Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.

Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.

📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10. Identitas terbongkar

.Jam sudah melewati angka dua ketika derit pelan pintu depan mengiris keheningan rumah.

Langkah Kayla ringan—terlalu ringan untuk seseorang yang baru saja menembus batas, menipu waktu, dan menghamburkan uang dari hasil siasatnya sendiri. Jejak parfum mahal yang ia semprot sore tadi masih samar tercium, bercampur aroma malam yang lembab. Senyum kecil masih bertengger di bibirnya, dan gema tawa Revan terus berputar di kepala, menghangatkan dadanya seperti minuman manis yang baru saja diteguk.

Revan sempat menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, tapi Kayla menolak. Ia terlalu sadar—Leo tak akan pernah mengizinkan itu.

Ia mendorong pintu perlahan, engselnya berdecit lirih. Nyaris tanpa suara, ia mencoba menyelinap masuk, mencuri malam tanpa jejak.

Tapi malam itu bukan milik Kayla.

Dalam gelap, Leo sudah menunggu.

Ia duduk di kursi ruang tamu, tubuhnya condong sedikit ke depan, membiarkan bayangan menelan sebagian wajahnya. Jemarinya yang panjang mengetuk sandaran kursi pelan—ritme yang tak sabar dan penuh tekanan. Arloji emas di pergelangan tangannya sudah dilirik puluhan kali sejak pukul delapan. Sekarang, ia tak perlu melihat waktu untuk tahu: Kayla pulang terlalu terlambat.

Langkah Kayla terhenti. Matanya menangkap siluetnya. Cahaya lampu jalan dari jendela hanya cukup menyoroti garis rahang Leo yang mengeras.

Leo duduk tenang. Bahunya lebar, dadanya lapang, tapi matanya—mata itu—menyala seperti bara yang siap meledak kapan saja.

“Kau bersenang-senang?” suaranya tenang, nyaris berbisik. Tapi nada itu membawa gigil, seperti racun yang mengalir diam-diam.

Kayla menggigit bibir, menahan napas, memilih diam.

“Aku menunggumu… dengan sabar,” lanjutnya, tatapan tak bergeser. “Karena aku ingin memastikan siapa yang sebenarnya kau ajak tertawa malam ini.”

Ia berdiri. Perlahan. Seolah setiap sentimeter gerakannya adalah hitungan mundur menuju ledakan.

“Aku melihat kalian di mal. Kau… dan Revan. Tertawa. Bahagia.” Leo maju setapak, suaranya merendah. “Seperti dua anak bodoh yang lupa… bahwa dunia ini milik monster sepertiku.”

Kayla mengangkat dagu, menatap langsung ke matanya. Suaranya pelan, tapi mantap, “Kenapa nggak langsung lo labrak aja tadi?”

Leo tertawa pendek—tawa tanpa senyum. “Karena hukuman paling sakit… bukan yang datang tiba-tiba. Tapi yang datang setelah kau merasa selamat.”

Tiba-tiba, tangannya mencengkeram lengan Kayla. Tarikannya kasar, dingin. Urat di tangannya menonjol.

Barang belanjaan Kayla jatuh berhamburan di lantai—botol kaca berputar, kotak kecil terlempar, bunyinya memantul di dinding seperti detak panik.

“Aku harap tawamu tadi cukup,” suaranya rendah, hampir mendesis. “Karena setelah ini… kau tak akan punya alasan lagi untuk tersenyum—”

Kayla menyeringai tipis, dingin. Tanpa ragu, lututnya terangkat menghantam selangkangan Leo dengan presisi.

Leo meringis, tubuhnya tertekuk. Napasnya tercekat, kedua tangannya refleks menahan rasa sakit yang menyengat.

Kayla menuding wajahnya, mata membara. “Gue udah ngelakuin semua sesuai rencana lo! Bikin om-om itu seneng, tanda tangan, cairin dana—semua aman! Gue nggak ngancurin satu pun dari rencana busuk lo!”

Napasnya teratur paksa, tapi sorot matanya menusuk. “Gue cuma… nyoba bernapas di tengah kegilaan lo ini—sebelum balik ke semua omong kosong lo… dan ingatan yang belum balik!”

Leo mengangkat wajah, rahangnya menegang. “Kau… melawanku sekarang?”

Ia maju selangkah, tangannya terangkat hendak menjambak rambut Kayla. Tapi Kayla tak mundur. Justru, satu gerakan cepat—tendangannya kembali menghantam, kali ini lebih keras.

Leo terhuyung, terduduk di lantai, wajahnya meringis kesakitan. Nafasnya berat, pelipisnya basah oleh keringat dingin.

“Lo maju satu senti lagi… dan satu tendangan bakal ngelumpuhin lo selamanya,” ucap Kayla, suaranya rendah tapi tajam seperti pisau.

Leo terdiam. Matanya menilai, tubuhnya tegang, namun ia tahu—perempuan di depannya bukan lagi boneka yang bisa ia bentuk.

Kayla memungut barangnya. Sebelum pergi, ia menoleh, tatapannya tajam menusuk.

“Satu lagi… Lo cuma manfaatin gue buat pencairan dana investor. Jadi jangan ikut campur urusan pribadi gue—selama gue nggak ganggu bisnis lo.”

Nada jijik menyelip di ujung kalimatnya. Ia melepas salah satu hak tinggi dari kakinya.

“Dan satu lagi…” ia melempar sepatu itu ke arah Leo, “Uang yang gue habisin hari ini—BUKAN duit lo, sialan!”

Sepatu itu menghantam dada Leo sebelum jatuh ke lantai.

Kayla berbalik. Satu kaki tanpa sepatu, tapi setiap langkahnya mantap. Kepala tegak, bahu terbuka, meninggalkan ruang tamu dengan harga diri yang utuh.

Leo masih terduduk, napas memburu, matanya mengikuti punggung Kayla yang menjauh.

 $$$$$

Hari-hari di desa berlalu tanpa gelombang besar. Sunyi tak lagi mengancam, hanya membungkus Keira dengan kehangatan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Jemarinya mulai akrab dengan tanah yang lembek dan lengket, aroma matahari menempel di kulitnya, dan nyanyian jangkrik menjadi teman setia saat ia memetik sayuran. Senyumnya tidak lagi dibuat-buat; letih memang, tapi ada damai yang mengalir setiap kali ia menatap siluet gunung di kejauhan—seolah semesta sedang menghapus sisa-sisa masa lalu, butir demi butir.

Aldi hampir selalu hadir di setiap sore, duduk di bawah pohon jambu bersamanya. Mereka bercakap soal hal-hal remeh—tentang bentuk awan yang aneh, tentang ayam tetangga yang suka kabur ke ladang—dan entah kenapa, tawa kecil di tengah kesederhanaan itu terasa seperti kemewahan.

Tapi Aldi memperhatikan lebih dari sekadar tawa. Di matanya, Keira—yang ia kenal sebagai Kayla—masih memiliki sesuatu dari sahabat kecilnya, tapi juga… ada perbedaan yang sulit ia jelaskan.

Suatu sore, Aldi menatap Keira dengan senyum tipis yang mengandung sesuatu yang tak terucap.

“Nanti malam… aku ingin mengajakmu keluar. Bisa?” tanyanya, nada suaranya ringan tapi matanya penuh selidik, seperti sedang menguji sesuatu.

Keira mengabaikan desir halus di dadanya. “Tentu! Kali ini ke pasar? Atau ke pengepul sayur? Aku jago marketing, kamu tahu itu, kan?”

Aldi terkekeh, tapi tawa itu hanya sampai di bibir. Matanya tetap tajam menatap wajahnya.

“Bukan. Kali ini kita makan malam. Hanya kita berdua.”

Keira terdiam. Ada jeda panjang yang hanya diisi suara angin lewat di sela daun. Jantungnya berdetak lebih keras. Apa ini…? Jangan bilang Aldi mau menyatakan cinta.

Akhirnya ia mengangguk. “Baiklah. Aku siap,” ucapnya, mencoba terdengar santai.

___

Malam itu, Keira berdandan dengan teliti. Ia memilih gaun terbaik milik Kayla asli—warna pastel yang lembut di kulitnya—dan menyisir rambut panjangnya perlahan, mengurai setiap kusut.

“Bukan aku yang ditembak, tapi aku harus tampil sempurna. Ini momen penting buat gadis ini,” gumamnya sambil tersenyum ke cermin, seperti aktris yang bersiap masuk panggung.

Apa aku harus menerima? Atau menolak? pikirnya, kebingungan menjalar bersama debar di dada.

Ia menarik napas panjang, lalu tersenyum pada bayangan sendiri. “Kau tidak akan kecewa, Kayla… aku pastikan itu,” bisiknya dengan keyakinan yang ia buat-buat, tapi terasa manis.

___

Restoran kecil di kota tampak berbeda malam ini. Meja mereka diterangi cahaya lilin, musik lembut mengalun dari sudut ruangan, dan aroma mentega serta bawang putih memenuhi udara.

Aldi sudah duduk rapi—kemeja putihnya disetrika licin, jaket gelap membingkai bahunya. Senyum yang ia lemparkan tampak ramah… tapi matanya menyimpan sesuatu.

Keira duduk di hadapannya, matanya berbinar. “Wah… kamu memesannya duluan?”

Aldi mengangguk, mendorong piring ke arahnya. “Seafood. Dan kerang. Kesukaanmu, kan?”

Keira tersenyum lebar. “Kamu sangat tahu! Aku suka sekali!”

Aldi menatapnya lebih lama, seperti sedang membaca buku terbuka. “Tapi… bukankah kamu bilang, kamu hilang ingatan? Bagaimana bisa tahu kamu suka ini?”

Senyum Keira nyaris retak. Jemarinya yang tadi santai kini menggenggam garpu sedikit terlalu kencang. “Bapak bilang… kamu tahu semua tentang diriku sebelum aku hilang ingatan. Jadi… ini pasti makanan favoritku, kan?”

Aldi tidak mengalihkan pandangan. Tatapannya seperti jarum, menusuk pelan-pelan. “Makan saja,” ucapnya datar. “Kalau memang ini kesukaanmu.”

Keira mengambil kerang, menyuapnya dengan polos. Rasa asin sedikit berlebih, tapi ia menelannya sambil tersenyum. Beberapa menit berlalu. Tidak ada sesak. Tidak ada reaksi aneh.

Alis Aldi sedikit berkerut.

Harusnya… kau akan sesak napas. Bahkan bisa mati di sini.

Ia bersandar sedikit ke depan, suaranya rendah, hampir hanya untuk telinga Keira.

“Kamu bukan Kayla…”

Keira terhenti. Garpu di tangannya berhenti di udara. Detak jantungnya mendadak keras, terdengar di telinganya sendiri.

Angin malam menyusup dari celah pintu terbuka, membuat lilin di meja mereka bergoyang.

Aldi meraih lengannya perlahan, tapi genggamannya kuat—hangat di luar, tapi menekan di dalam.

“Siapa kamu sebenarnya?”

.

.

.

Bersambung.

Aldi Raka Permana😇

1
iqueena
Pintar juga Kayla 😆
Dewi Ink
baru kali ini aku setuju sama perselingkuhan
Dewi Ink
dari sinilah cerita cinta dimulai
Dedet Pratama
luar biasa
Alyanceyoumee
mantap euy si Revan
Kutipan Halu: hahah abis di kasih tutor soalnya kak 😄😄
total 1 replies
Bulanbintang
Iri? bilang boss/Joyful/
Kutipan Halu: kasih paham kakak😄😄
total 1 replies
CumaHalu
Suami setan begini malah awet sih biasanya 😤
Kutipan Halu: awett benerrr malahan kak😄
total 1 replies
iqueena
Kasar bngt si Leo
iqueena: sharelok sharelok
Kutipan Halu: kasih tendangan maut ajaa kak, pukulin ajaa kayla ikhlas kok🤣
total 2 replies
Pandandut
kay kamu mantan anak marketing ya kok pinter banget negonga
Kutipan Halu: kaylanya sering belanja di pasar senin kak🤣
total 1 replies
Dewi Ink
laahh, pinter nego si Kayla 😅
Kutipan Halu: biasa kakk valon emak2 pinter nego cabe di pasar😄😄
total 1 replies
Alyanceyoumee
nah gini baru perempuan tangguh. 😠
Kutipan Halu: iyaa kak greget jugaa kalau lemah muluuu, org kek leo emng hrs di kasih paham😄😄
total 1 replies
Yoona
😫😫
CumaHalu
Kapok!!
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂
Kutipan Halu: diaa memilih abnormal kak☺☺
total 1 replies
Pandandut
mending ngaku aja sih
Kutipan Halu: emng bisaa ya kak, kan udh terlanjut bohong gituu org2 udah juga pada percaya, klu aku jadi keira sih juga pasti ngambil jln dia juga😭😭
total 1 replies
Pandandut
pinter juga si revan/Slight/
iqueena
pintar juga Revan
Dewi Ink
mending ngaku duluan si dari pada ketahuan
Yoona
leo juga harus ngerasain
Alyanceyoumee
mantap...👍
CumaHalu
Wah, hati-hati Kayla.😬
Kutipan Halu: waspada selalu kak☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!