Wanita yang sering menangis dalam sujudnya, dia adalah Syifa Salsabila, seorang istri yang selalu dihina dan direndahkan ibu mertua dan saudara iparnya lantaran ia hanya seorang ibu rumah tangga tanpa berpenghasilan uang membuatnya harus berjuang. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang tak kenal lelah akhirnya kesuksesan pun berpihak padanya. Akankah ia balas dendam setelah menjadi sultan? ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FAMALIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Fahri ..." Sadarkan Tania dari lamunannya.
"Udah jangan ngomong lagi! Sebaiknya kita segera kembali ke kantor saja!" jawabnya menegaskan.
"Kita nggak akan kembali ke kantor, tapi kita akan pergi ke rumahmu."
"Kerumahku? Ngapain??"
"Berkunjung menemui ibumu lah."
"Please, Tania. Jangan cari gara-gara! Apa yang sebenarnya kamu inginkan?"
"Sudah ku bilang kan dari dulu, aku ingin menjadi istrimu, entah istri kedua, ataupun istri satu-satunya jika Si pengangguran itu tak terima dan minta cerai dari kamu."
"Ini gila, Tania. Aku nggak mungkin melakukan itu!"
"Sssttt, Kamu diamlah! Duduk yang manis dan nurutin semua keinginan aku!"
"Nggak! Aku mau turun disini saja!"
"Silahkan! Kalau kamu sudah bosan hidup, lebih baik kita mati berdua."
Tania semakin mengencangkan laju mobilnya tanpa keahlian khusus sehingga membuat Fahri ketakutan dan tak bisa berbuat apa-apa selain menyerah pada keinginan managernya itu.
"Tania ... Iya aku pasrah, sekarang kita ke rumahku."
"Nah gitu dong, kalau gini kan enak, nggak usah berbelit-belit dari tadi!"
Walaupun dengan perasaan terpaksa akhirnya pun Fahri bersedia pulang ke rumah bersama wanita yang dicintai oleh Rita namun dibenci oleh Syifa.
Mobil Tania sampe di depan rumah saat Syifa sedang mengepel lantai teras rumah.
"Assalamualaikum, Syifa ..." Sapa Fahri dengan berjalan bersama Tania.
"Wa'alaikumussalam, Mas Fahri ..." jawabnya kaget ketika melihat Tania datang bersama suaminya.
"Maaf, Syifa. ini semua bukan keinginan Mas."
"Apakah Bu Tania datang kesini ada perlu?"
"Ya. Saya kesini mau bertemu dengan ibu Rita calon mertua saya."
"Calon mertua, maksudnya?"
Fahri mendekati istrinya dan berbisik " jangan didengarkan apa kata Tania, Sayang. Dia sedang berbicara ngelantur!"
Mendengar namanya disebut-sebut maka Rita pun juga segera menuju ke luar rumah untuk memastikan "Tania ..." panggilnya senang.
"Bu Rita ..." Tania segera melakukan cipika cipiki dengan wanita paruh baya itu.
"Tumben kamu datang kesini, Tania? Ada apakah gerangan?"
"Tadi aku bersama Mas Fahri, Bu. Karena sekarang aku adalah atasan kerjanya Mas Fahri."
"Waooww, semakin sukses saja ya kamu, Tania? Wajahmu juga semakin cantik, putih, dan perhiasan kamu bagus-bagus, ish ish ish ... Ibu semakin sayang deh sama kamu, ibu pingin punya menantu itu ya seperti kamu, Tania." ungkapnya sambil menyindir Syifa.
"Ah Bu Rita, jangan berlebihan memuji saya, tapi yang dikatakan ibu semua benar sih, termasuk saya pun juga bersedia menjadi menantu Bu Rita."
"Benarkah? Sampe sekarang kamu masih mencintai Fahri?"
"Heum." jawabnya sambil manggut-manggut bahagia.
Semakin lama Syifa semakin muak menyimak obrolan itu, tanpa kata-kata ia langsung pergi menuju ke kamarnya dengan sedih. Sedangkan Fahri juga langsung mengikutinya dari belakang.
"Apa-apaan ini semua, Mas? tolong jelaskan padaku!"
"Tenanglah dulu, Sayang. Tania itu sedang mengancam Mas kalau tidak mengikuti kemauannya maka karir Mas di perusahaan akan berakhir, sedangkan kamu tahu sendiri kan? Gaji dari pekerjaan itu untuk menafkahi kamu,"
"Ya berarti Mas harus cari pekerjaan lain! bukan malah bersedia di peralat olehnya!"
"Nggak semudah itu, Sayang. Relasi Tania sekarang itu bos-bos di berbagai perusahaan, jadi ia bisa saja mempersulit Mas melamar kerja dimana pun."
"Kalau begitu, biarkan aku yang bekerja!"
"Dimana? Di perusahaan tekstil dulu itu?"
"Ya sesuai bidang keahlianku, aku rasa tidak akan sulit masuk kerja disana lagi."
"Tidak! dengan kembali bekerja disana sama saja kamu melalaikan tugas-tugas seorang istri, berangkat jam 6 pagi pulang jam 11 malam, sudah pasti bakal tidak punya waktu melayani suami."
"Lalu, maunya Mas itu apa?? Mas rela terus diperbudak oleh Tania yang beresiko menghancurkan rumah tangga kita? Atau Mas sengaja ingin menikahinya juga??"
"Tidak, Sayang. Mas menuruti keinginannya Tania hanya untuk sementara waktu saja sambil Mas berusaha mencari jalan keluarnya, Mas sangat sayang kamu, sungguh Mas tidak ingin poligami apalagi selingkuh. Big No!" jelaskannya kemudian merangkul tubuh sang istri supaya lebih tenang.
Pelan-pelan Syifa juga menyandarkan kepalanya pada bahu Fahri, ia mencoba tidak terbawa emosi yang hanya akan memicu pertengkaran.
Di ruang tamu Tania dan Rita masih asyik ngobrol, mereka sepakat membicarakan kekurangan Syifa sebagai istri Fahri supaya Tania lebih unggul dari segala hal segi apapun.
"Oya, Bu. Seandainya saja Mas Fahri menikah lagi apakah Ibu setuju?"
"Tentu saja setuju, terutama menikahnya sama kamu, ibu pasti bahagia banget."
"Syukurlah, saya pun juga sangat bahagia jika itu terjadi, Bu."
"Artinya kamu berkenan jadi istri keduanya Fahri?"
"Ya. Jadi istrinya keberapapun saya bersedia, Bu. Yang penting bisa hidup bersama mas Fahri."
Fahri datang menghampiri mereka berdua namun tidak dengan Syifa. Walaupun Rita memanggil Syifa berulang kali supaya membuatkan minum untuk Tania, namun Syifa tidak memperdulikan sama sekali.
"Fahri, mana Syifa? Ibu suruh membuatkan minum kenapa tidak datang-datang?"
"Syifa badannya masih lemas, Bu."
"Masih lemas? dia aja tadi kuat ngepel lantai serumah, nggak mungkin tiba-tiba sakit??"
"Syifa lemas bukan karena sakit, Tapi karena kecapekan barusan adu kekuatan bersamaku." jawabnya dusta sambil senyum meledek supaya membuat Tania cemburu dan sakit hati.
Spontan Rita dan Tania saling berpandangan, mereka langsung menebak-nebak apa yang sudah dilakukan Fahri dan Syifa sejam yang lalu berada dikamar.