Damien Ximen, pengusaha dingin dan kejam, dikelilingi pengawal setia dan kekuasaan besar. Di dunia bisnis, ia dikenal karena tak segan menghancurkan lawan.
Hingga suatu hari, nyawanya diselamatkan oleh seorang gadis—Barbie Lu. Sejak itu, Damien tak berhenti mencarinya. Dan saat menemukannya, ia bersumpah tak akan melepaskannya, meski harus memaksanya tinggal.
Namun sifat Damien yang posesif dan pencemburu perlahan membuat Barbie merasa terpenjara. Ketika cinta berubah jadi ketakutan, akankah hubungan mereka bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Barbie yang masih tertidur, tanpa sadar terus menggumam di antara mimpinya. “…Jimmy… Jimmy Liu…”
Namun tiba-tiba, gumamannya berubah. Dengan suara pelan penuh kebencian, ia berbisik, “Persetan… denganmu… Jimmy Liu…”
Sementara itu, di luar kamar, Damien duduk di sofa ruang tengah dengan segelas minuman keras di tangannya. Matanya menatap kosong ke arah gelas kristal itu, sorot matanya dipenuhi emosi yang menakutkan. Jemarinya yang kokoh mengetuk perlahan sisi gelas, menahan amarah dan cemburu yang mendidih di dadanya.
Ia mengangkat gelasnya dan meneguk isinya dengan sekali teguk. Cairan alkohol itu membakar tenggorokannya, namun rasa sakitnya kalah jauh dibandingkan perih yang ia rasakan di dadanya malam itu.
“Apakah… ini alasannya… kau tidak ingin aku turun tangan… mengirim brengsek itu ke tempat lain…?” gumam Damien pelan, suaranya terdengar dingin dan menakutkan. Matanya menatap kosong ke depan, wajahnya menegang menahan emosi. “Agar… kau bisa kembali padanya… Barbie Lu… sepertinya… aku terlalu memanjakanmu…”
Damien meneguk minumannya sekali lagi, lalu meletakkan gelas itu di meja dengan keras hingga terdengar bunyi denting. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku celananya, menekan satu nomor dengan tatapan dingin.
Tak lama, suara seorang pria terdengar di ujung telepon. “Hallo, Tuan…”
“Calvin… lakukan sesuatu…” perintah Damien pelan, namun suaranya terdengar sangat dingin dan menakutkan. Jemarinya menekan gelas di tangannya begitu kuat hingga sendi-sendi jarinya memutih.
Keesokan harinya.
Barbie perlahan membuka matanya, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Kepalanya terasa berat dan pusing. Ia mengerang pelan sambil menutup matanya kembali, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam.
“Kenapa… aku bisa ada di sini…? Ini… di mana…?” gumamnya pelan sambil mengucek matanya yang terasa berat. Ia menoleh ke kanan dan menatap sekeliling ruangan yang mewah dan elegan.
“Damien…? Apa… dia yang membawaku… ke rumahnya…?” batin Barbie, matanya menatap bingung ke sekeliling kamar yang dipenuhi aroma maskulin Damien.
Perlahan ia menoleh ke meja samping ranjang. Di sana, tertata rapi satu set pakaian wanita lengkap.
Setelah selesai mandi, Barbie melangkah keluar dari kamar dengan mengenakan pakaian bersih yang disiapkan Damien. Rambut panjangnya masih basah, terurai di punggungnya. Ia berjalan pelan menuju ruang tamu, menatap sosok Damien yang sedang duduk santai di sofa dengan kaki bersilang, satu tangan menopang dagunya, menatap layar ponsel dengan tatapan datar.
“Damien… kenapa kau membawaku ke sini…? Seharusnya kau membawaku pulang…” ucap Barbie pelan.
Damien menoleh menatap Barbie, sorot matanya tajam namun tetap teduh. Ia tanpa kata meraih pergelangan tangan Barbie, menarik gadis itu hingga duduk di pangkuannya. Tangannya yang besar menahan pinggang Barbie dengan erat, membuat gadis itu tak bisa bergerak.
“Kenapa… tidak suka di rumahku…?” tanya Damien pelan, namun suaranya terdengar menakutkan. Jemarinya mencubit pelan dagu Barbie, memaksa gadis itu menatap matanya.
“Bukan begitu… mama pasti khawatir… jika tahu aku minum sampai mabuk… aku pasti dihajarnya…” jawab Barbie pelan
Damien menatap Barbie lama, kemudian bibirnya membentuk senyum tipis yang dingin. “Ada aku di sini… siapa yang berani menghajarmu…?” ucapnya pelan sebelum menunduk mencium bibir Barbie. Awalnya lembut, namun perlahan ciumannya berubah menjadi dalam dan brutal. Damien menahan tengkuk gadis itu, memperdalam ciumannya seakan melampiaskan emosi yang menumpuk di dadanya sejak semalam.
Barbie yang merasakan ketidaknyamanan segera mencoba menghindar. Tangannya mendorong dada Damien dengan pelan, wajahnya menoleh ke samping, menolak ciuman pria itu.
Damien menghentikan ciumannya, namun tangannya menahan dagu Barbie dengan kuat, memaksa gadis itu menatap matanya. Sorot mata tajam Damien menatap dalam ke mata Barbie, seolah menembus pikirannya.
“Kenapa… tidak sudi dicium olehku…?” tanya Damien pelan, suaranya terdengar dingin dan menakutkan. Matanya menatap Barbie tanpa berkedip, membuat gadis itu menahan napas ketakutan.
“Apakah… kau sedang marah…? Kenapa… kau kasar sekali…?” tanya Barbie dengan suara bergetar.
Damien menatap Barbie lama, matanya menyipit. Senyum tipis muncul di bibirnya, namun senyum itu tidak menenangkan hati Barbie.
“Tidak… aku tidak marah… asalkan kau… setia dan patuh… maka aku akan… baik padamu…” jawab Damien pelan, suaranya terdengar dingin menakutkan. Tatapannya tajam menelusuri wajah Barbie, menimbulkan rasa merinding di sekujur tubuh gadis itu.
“Tatapannya… sungguh menakutkan… apakah… aku melakukan kesalahan semalam…?” batin Barbie, matanya menatap Damien dengan takut, dadanya terasa sesak menahan rasa cemas yang memenuhi pikirannya.
“Aku… aku ingin pulang…!” ujar Barbie pelan, suaranya terdengar memohon. Ia mencoba bangkit dari pangkuan Damien, namun tangan pria itu menahan pinggangnya dengan kuat hingga gadis itu kembali terduduk.
“Ingin kabur dariku…?” tanya Damien pelan, matanya menatap tajam Barbie. Tatapan itu menakutkan, seakan menembus pikirannya.
“Bukan begitu… aku hanya… hanya ingin pulang… Mama pasti marah… karena aku tidak pulang semalaman…” jawab Barbie.
Damien menatap Barbie lama, kemudian jemarinya mengusap pelan pipi gadis itu. “Aku sudah memberitahu mamamu… kalau kau ada di tempatku… jadi kau… tidak perlu khawatir lagi…” ucap Damien dengan nada pelan, namun suaranya terdengar tegas dan tak terbantahkan.
"Hari ini… temani aku… tidak usah masuk kerja…” lanjut Damien. Ia menatap Barbie dalam, jemarinya mengusap bibir gadis itu pelan. “Malam ini… ada sesuatu… yang ingin aku tunjukkan padamu…”
Sebelum Barbie sempat menjawab, Damien menunduk dan mencium bibir gadis itu dengan brutal. Tangannya menahan tengkuk Barbie, mendekatkannya hingga napas mereka menyatu. Ciumannya dalam, menuntut, seakan melampiaskan rasa posesif dan emosinya.
Barbie berusaha menolak, tangannya mendorong dada Damien dengan lemah, kepalanya menoleh ke samping untuk menghindari ciuman pria itu. Namun ciuman Damien turun ke lehernya, membuat gadis itu menegang ketakutan.
“Jangan…!” pinta Barbie pelan, Tangannya menahan dada Damien, matanya terpejam menahan rasa takut yang menyesakkan dadanya.
Damien berhenti sejenak, menatap Barbie dengan tatapan tajam. Bibirnya menyunggingkan senyum dingin yang menakutkan.
“Jangan… menolak… kalau tidak… aku akan melakukan lebih dari sekadar ciuman…” kecam Damien pelan, matanya menelusuri tubuh gadis itu dengan sorot yang membuat Barbie merinding ketakutan.
“Kau… kau membuatku sesak…” ujar Barbie.
Damien menatap gadis itu lama, sebelum akhirnya menurunkan ciumannya kembali ke bibir Barbie. “Kalau begitu… aku akan melakukannya… dengan lembut…” ucap Damien pelan. Ia mencium gadis itu dengan lembut, namun tetap menuntut, ciuman yang dalam seolah menegaskan bahwa Barbie adalah miliknya seutuhnya.
Barbie hanya bisa menutup matanya, menahan perasaan campur aduk yang memenuhi hatinya.
Sesaat kemudian, Damien melepaskan ciumannya. Bibirnya masih menempel di pipi Barbie, napasnya memburu menahan hasrat yang berkecamuk di dadanya.
“Jangan… coba-coba kabur dariku…” ucap Damien pelan, namun suaranya terdengar dingin dan mengancam.
“Kalau kau berani melakukannya… aku… akan mematahkan kakimu…!” lanjut Damien dengan tatapan tajam menakutkan.
Barbie menatap pria itu dengan mata berkaca, tubuhnya gemetar menahan takut. Namun sebelum ia sempat berkata apa pun, Damien kembali menunduk dan mencium bibir gadis itu dengan brutal, seolah menegaskan ancamannya. Ciumannya menuntut, keras, dan dalam. Tangannya menahan tengkuk gadis itu semakin erat, menahan setiap gerakannya.
dobel.up
dobel up