Alea Permata Samudra, atau yang akrab di sapa Lea. Gadis cantik dengan kenangan masa lalu yang pahit, terhempas ke dunia yang kejam setelah diusir dari keluarga angkatnya. Bayang-bayang masa lalu kehilangan orang tua dan mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga angkatnya.
Dalam keterpurukannya, ia bertemu Keenan Aditya Alendra, seorang mafia kejam, dingin dan anti wanita. Keenan, dengan pesonanya yang memikat namun berbahaya, menawarkan perlindungan.
Namun, Lea terpecah antara bertahan hidup dan rasa takut akan kegelapan yang membayangi Keenan. Bisakah ia mempercayai intuisinya, atau akankah ia terjerat dalam permainan berbahaya yang dirancang oleh sang mafia?
Bagaimana kehidupan Lea selanjutnya setelah bertemu dengan Kenan?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Rahasia
Tiga hari telah berlalu sejak kecelakaan Lea. Di mansion megah keluarga Adhyaksa, tepatnya di ruang kerja Tuan Ricardo, suasana masih terasa hening tapi penuh ketegangan.
Di balik jendela besar yang menghadap taman luas, cahaya senja mulai meredup, menyelimuti ruangan dengan nuansa kelam. Di sana, Tuan Dante dan asistennya duduk menghadap Tuan Ricardo, yang tampak serius dengan raut wajah penuh perhitungan.
“Katakan, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tiba-tiba mengundang saya ke sini?” tanya Dante, suaranya berat dan penuh waspada saat duduk di sofa kulit hitam itu.
Ricardo menatap tajam lawan bicaranya, lalu memulai pembicaraan dengan suara rendah namun terdengar tegas.
“Apakah kau sudah mendengar kabar tentang kecelakaan Alea, kekasih ketua The Silent?” tanya Tuan Ricardo.
Dante terdiam sejenak, lalu tersenyum dingin. “Serius? Ini kabar bagus. Kita bisa memanfaatkan situasi ini, bukan?” jawabnya semangat.
Tuan Ricardo mengangguk pelan, matanya menyelidik. “Menurut informasi yang aku dapat, gadis itu kini dirawat di Rumah Sakit Alendra, dijaga ketat oleh anggota The Silent dan beberapa orang dari klan Samudra.”
Dante mengerutkan dahi, kebingungan jelas tergambar di wajahnya. “Klan Samudra? Apa hubungan mereka dengan gadis itu?”
Ricardo menghela napas, mencoba mencari kata yang tepat. “Aku belum tahu pasti. Mungkin ada persahabatan lama yang kembali terjalin, atau sesuatu yang lebih rumit.”
Dante mengusap dagunya, nada suaranya berubah menjadi kesal. “Kita sudah susah payah memisahkan dua keluarga itu. Kenapa sekarang mereka bisa bersatu kembali?” desisnya kesal.
Tiba-tiba, Dom, asisten Tuan Ricardo, menyela dengan suara serius.
“Maaf Tuan, dari informasi yang kami kumpulkan di sekitar rumah sakit, beberapa kali terlihat Tuan Arya dan Tuan Arga turun dari mobil yang sama. Bahkan, Tuan Arya berencana kembali menjalankan bisnisnya di Indonesia dan menetap.” lapornya dengan nada serius.
Tuan Dante mengangkat wajahnya, matanya menyala penuh tekad.
“Sepertinya aku terlalu banyak tertinggal informasi. Kesibukan beberapa hari terakhir membuatku kehilangan banyak perkembangan penting.”
Ricardo mengangguk, menatap tajam ke arah Dante. “Sebaiknya kita tunda dulu rencana menyebar isu tentang gadis itu. Ada sesuatu yang terlewat, sesuatu yang harus kita pahami lebih dulu. Kita perlu informasi akurat tentang siapa sebenarnya gadis yang bersama Kennan itu.”
Suasana di ruangan itu semakin tegang, udara seolah mengental dengan rencana dan ambisi tersembunyi.
Dante menepuk meja dengan pelan, suaranya penuh keyakinan. “Baiklah, kita jalankan rencana B. Kita akan menjatuhkan The Silent, dengan cara yang tak terduga.”
Dom mengangguk mantap, sementara Ricardo memandang ke arah jendela, membayangkan langkah-langkah strategis yang akan mereka ambil selanjutnya.
Tiba-tiba Tuan Dante menatap dalam ke arah Tuan Ricardo, nada suaranya berubah menjadi penuh curiga.
“Apa jangan-jangan gadis itu adalah putri kembar Tuan Arya?" ucapnya yang tiba-tiba teringat akan kejadian 19 tahun lalu.
Tuan Ricardo menautkan alisnya dalam, lalu menggeleng pelan, wajahnya tetap dingin.
“Tidak mungkin. Perawat yang kita bayar untuk menculik bayi itu melaporkan jika sudah menyingkirkan bayi itu. Bahkan dia menyertakan buktinya.” bantah Tuan Ricardo yakin.
Tuan Dante mengerutkan dahi, tak percaya begitu saja. “Kau terlalu mudah percaya. Perawat itu bisa saja memanipulasi kita.”
“kita perlu memastikan semua ini, kita harus mencari perawat itu,” Dante menegaskan dengan tatapan tajam.
“Perawat itu sudah tiada setelah melaporkan aksinya. Aku tidak bisa membiarkan saksi mata hidup, bukan?” tegas Tuan Ricardo sambil menatap serius Tuan Dante.
“Ah, sial, ini akan menyulitkan kita," ujarnya frustasi lalu menarik nafas panjangnya.
Tak berapa lama senyum licik kembali merekah di wajahnya.
“Terus bagaimana dengan anak yang satunya lagi? Apa kau berhasil mencuci otaknya? Kita bisa gunakan anak itu untuk menghancurkan keluarga Alendra serta keluarga Samudra,” lanjutnya lalu tersenyum penuh arti.
Tanpa mereka sadari, seorang pemuda yang kebetulan lewat di dekat ruangan itu berhenti, ia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang terucap. Matanya membelalak, hati berdebar kencang ketika dengan jelas ia mendengar sebuah rahasia besar yang menyangkut tentang dirinya.
Sambil menggeleng pelan ia segera melangkah mundur, berusaha menyembunyikan dirinya di balik pilar ruangan. Jantungnya masih berdetak kencang, pikiran berputar cepat. Informasi yang baru saja didengarnya bisa mengubah segalanya.
Di dalam ruangan, Tuan Dante dan Tuan Ricardo masih tenggelam dalam pembicaraan penuh intrik tanpa menyadari rahasianya telah terbongkar.
“Kita harus bertindak cepat,” ujar Tuan Dante dengan nada tegas. “Jika anak itu benar-benar bisa kita kendalikan, maka The Silent bahkan klan Samudra akan runtuh bersamaan.”
Tuan Ricardo mengangguk sambil menatap ke luar jendela, matanya penuh rencana. “Semua harus berjalan tanpa jejak," ucapnya yakin tanpa menoleh.
Sedangkan di luar ruangan pemuda itu menghela napas pelan.
"Jadi gue bukan bagian dari keluarga Adhyaksa? Dan gue hanya di jadikan alat untuk kepentingan mereka?" gumamnya pelan pada diri sendiri setelannya senyum tipis tersungging di bibirnya. Ia gegas berbalik dan melangkah pergi sebelum ada yang melihatnya.
***
Di sisi lain, di ruang rawat VVIP Rumah Sakit Alendra, dua keluarga berkumpul dengan penuh kecemasan di sekitar ranjang Lea. Suasana di sana tak kalah tegang dibandingkan mansion Adhyaksa. Lampu ruang yang redup memantulkan bayangan wajah-wajah penuh harap dan kekhawatiran.
Daddy Arya duduk di sofa dekat jendela, menggenggam erat sebuah amplop putih yang masih tersegel rapat. Tangan-tangannya sedikit bergetar, menandakan betapa pentingnya isi amplop itu.
Semua mata tertuju padanya, dengan ekspresi penasaran dan antusias yang sulit disembunyikan.
Daddy Arya menghela napas dalam, lalu menatap Lea yang masih betah dalam tidur panjangnya, lalu kembali fokus pada amplop di tangannya perlahan ia membuka amplop itu.