dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 34
"Yang menikam dari depan adalah musuh. Tapi yang tersenyum lalu menusuk dari belakang, Itulah yang paling ku catat dalam sejarah darahku"
Breaking news
Minggu 22 Juni, telah ditemukan mayat seorang pria di sebuah gang sempit di jalan xxx, korban tewas akibat pendarahan bagian kepala dan tengkorak bagian belakang remuk. Menurut hasil autopsi, korban tewas karena hantaman benda keras seperti tongkat kayu ataupun benda tumpul. Pihak kepolisian telah berhasil mengidentifikasi sidik jari pelaku yang di temukan di sekitar tubuh korban.
Pelaku di duga berinisial A (berikut foto wajahnya) dan saat ini pihak kepolisian mulai melakukan penangkapan atas tindakan kriminal nya.
Elena menutup mulutnya syok, tangannya gemetar. Dia meletakkan ponselnya begitu saja di atas ranjang dan berlari keluar mencari Alejandro.
Langkahnya tergesa-gesa, jantungnya berpacu hebat. Dia mengedarkan pandangannya mencari pria itu.
"Ale... Alejandro!"
Tak lama sosok yang dicari keluar dari pintu belakang, Alejandro baru selesai merokok. Keningnya berkerut heran melihat Elena yang tampak panik.
"Ale, Sebaiknya kau segera pergi dari sini," Elena mendorong tubuh pria itu.
"Pergi? Kau masih marah padaku?" Tanya Alejandro yang memang tidak tahu apa-apa tentang berita itu, Dia belum melihatnya.
Elena menggeleng cepat.
"Tidak, Bukan itu... Pokoknya kau harus pergi dan sembunyi, Polisi mencarimu!" Elena tak sabar melihat ekspresi wajah Alejandro yang terlihat biasa-biasa saja, Dia menarik tangannya membawanya menuju ke kamar dan menunjukkan berita tersebut dari ponsel.
Alejandro diam. Wajahnya nyaris tak menunjukkan ekspresi takut sedikitpun.
"Ale, ku mohon sebaiknya kau pergi sekarang," Elena memegang kedua lengan Alejandro, gadis itu bahkan hampir menangis sekarang.
Elena berbalik dan membuka laci, mengeluarkan sebuah kartu ATM miliknya.
"Simpan ini, sandinya tanggal lahirku, kau bisa menggunakannya untuk bersembunyi,"
"Ale? Alejandro! Ku mohon sadarlah, kau dalam bahaya!" Elena kesal dan memukuli dada pria itu karena dia hanya menatapnya tanpa merespons. Dan itu membuat Elena kesal bukan main.
Tangan besar itu terulur mengusap pipi lembut milik Elena, dia tersenyum. Ada perasaan senang dalam hati melihat Elena begitu menghawatirkan dirinya.
Alejandro memilih untuk memeluk gadis itu, mendekapnya erat. "Baiklah, aku akan pergi dan kembali membawa mu,"
Setelah bersiap, Alejandro mengenakan masker hitam dan topi namun baru saja pria itu membuka pintu... Tujuh senjata api telah siap mengarah padanya.
"Anda kami tangkap! Jangan coba-coba melarikan diri!" Salah satu petugas polisi itu memborgol tangan Alejandro.
Elena berlari keluar mengejar Alejandro yang baru saja masuk kedalam mobil polisi.
"Jaga dirimu baik-baik, Berhentilah menangis seperti anak kecil, Aku akan segera kembali, Elena. Kau percaya padaku, kan?" Elena memegang tangan Alejandro yang sudah terborgol.
Belum sempat gadis itu membalas ucapan Alejandro, salah satu petugas polisi mendorongnya dan langsung menutup pintu mobil itu dengan kuat sehingga membuat Alejandro mendelik tajam kearahnya, Dia ingin memukul wajah petugas tersebut akan tetapi dia harus bisa menahan diri.
Sedangkan di wigantara company~~~
Dua orang lawan jenis duduk berhadapan sembari tertawa penuh kemenangan.
"Tante tidak tahu, kalau kau sejenius ini, Damian, Bodyguard tampan itu memang harus di beri pelajaran," Diana menuangkan teh hijau ke cangkir Damian yang sudah kosong.
Damian meraih cangkir berwarna putih bercorak bunga vintage tersebut lalu meminum teh nya.
"Lalu bagaimana dengan gadis itu, Dia ada dimana?" Tanya Diana menatap Damian serius.
Damian menyadarkan punggungnya sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada menatap ibu mendiang sahabatnya itu.
"Serahkan sepenuhnya padaku, Gadis itu akan segera kubawa ke hadapan Tante asal Tante jangan bertindak lebih dulu, biarkan aku yang menyelesaikan semuanya," ucap Damian mencoba meyakinkan Diana, padahal dia sendiri memiliki rencana tersembunyi. Tidak mungkin pria itu menyerahkan Elena. Tentu tidak-akan!
Di Lapas xxx
Alejandro di bawa ke sel tahanan, pria itu bahkan sudah berganti pakaian berwarna biru. Alejandro tahu. Ini pasti ulah Damian yang sengaja menjebaknya.
"Argh, Sial!" Dia mencengkram kuat jeruji besi itu. Alejandro memutar badannya sembari menyugar rambutnya kebelakang. Dia menghela napasnya kasar.
"Hei, kau anak baru. Apa kaki mu mau ku patahkan supaya bisa diam!" seru salah satu tahanan yang ada di dalam sel yang sama.
Alejandro menoleh, menatapnya tajam tanpa merespons ucapan pria berbadan besar dan penuh tato di tubuhnya itu.
"Sial! Kau berani?" Pria itu bangkit dari duduknya, dia menendang kaki salah satu tahanan yang menghalangi jalannya.
Pria yang tinggi nya hanya sebatas dada Alejandro itu mencengkram kerah baju Alejandro. Mencoba memukul wajahnya. alejandro tidak menghindar melainkan memegang kepala plontos pria tersebut membuatnya mendongak.
"Akhh! Leherku! Leherku!" Pekiknya histeris, dia mencoba meninju perut Alejandro tapi gerakan Pria yang jauh lebih tinggi darinya itu lebih cepat dari yang dia kira.
Alejandro melakukan pukulan cepat, meninju sisi kanan dan kiri wajahnya sehingga membuat gigi pria plontos itu patah tiga.
Alejandro merentangkan kaki panjangnya dan menendang perut buncitnya sehingga membuatnya terhempas ke dinding.
Sontak empat tahanan yang lain mundur ketakutan melihat Alejandro.
"Bos, tidak apa-apa," ujar dua orang pria yang mungkin menjadi anak buah pria plontos itu.
Malam harinya tepat pukul 2 dinihari
Disaat para tahanan yang lain terlelap, Alejandro hanya memejamkan matanya tapi tidak benar-benar tidur, pria itu meletakkan satu tangannya di atas kening.
Pikirannya tertuju pada Elena, bagaimana keadaan gadis itu sekarang. Namun tiba-tiba seorang tahanan bangun dari tidurnya, Alejandro waspada dalam diamnya.
Orang itu berjalan pelan melewati alejandro dan masuk kedalam toilet. Perhatian Alejandro hampir teralihkan, namun instingnya sebagai mantan anggota BLACK PANTHER masih tajam, seseorang mencoba menyerangnya dari samping dengan sebuah gunting.
Alejandro refleks berguling-guling dan menendang orang itu, suasana dalam sel mulai tak terkendali saat semua bangun dan mulai menyerang Alejandro dengan benda tajam yang entah darimana mereka dapatkan.
Di sisi lain, Elena sama sekali tidak bisa memejamkan matanya, gadis itu berbaring lalu duduk dan terus melakukan hal tersebut berulang-ulang.
Elena mulai teringat pada seseorang yang mungkin bisa membantu membebaskan Alejandro.
"Ya! Tuan Sean Rajendra, orang itu pasti bisa membantuku," Elena beranjak dan melangkah menuju ke tempat Alejandro menyimpan ranselnya, Dia mungkin bisa menemukan informasi terkait Tuan Sean Rajendra di sana, entah itu alamat rumah ataupun nomor ponselnya.
Namun tiba-tiba terdengar suara jendela seperti di buka, Sontak Elena menghentikan aktivitasnya. Dia menoleh sejenak mencoba mendengarkan lebih jelas.
Tap! Tap! Tap!
Elena refleks berdiri saat mendengar langkah kaki mulai mendekat. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencari sesuatu yang bisa melindunginya.
"Hai, Elena apa kabar?" Damian tersenyum melambaikan tangannya di ambang pintu.
Elena mundur, dia meraih pulpen di atas meja, menggenggamnya erat mengarahkan benda itu kedepan.
"Anda!"
"Maaf tapi saya harus membawamu pergi dari sini secepatnya, Elena," Damian berjalan mendekat dengan senyum seringai diwajahnya.
"Berhenti! Jangan mendekat!" Elena tak gentar, tangannya tetap didepan menggenggam pulpen itu.
Damian menundukkan wajahnya sejenak lalu melihat Elena dengan ekspresi wajah yang berbeda.
"Elena... Saya melakukan ini bukan tanpa alasan, saya ingin melindungi kamu dari Tante Diana yang ingin membalasmu atas kematian Arthur," ucap Damian dengan nada suara yang lebih lembut berharap Elena akan luluh.
Elena mundur lagi, dia sama sekali tidak percaya dengan apapun yang dikatakan oleh Damian. Selama ini sudah terlalu banyak bahaya yang mengancamnya membuat gadis itu tidak bisa percaya dengan sembarang orang.
Kakinya tak sengaja menabrak sebuah keranjang berisi tongkat kayu. Elena gegas mengambilnya, mengacungkan tongkat itu kedepan.
Damian mendekat. "Turunkan benda itu, Elena. Saya tidak akan menyakitimu,"
"Tidak! Anda pergi atau saya teriak!" Ancam Elena sedangkan kedua tangannya gemetar.
"Teriaklah, tidak akan ada yang mendengarmu di jam segini, Elena. Mereka pasti sudah tertidur pulas," Damian tak sabar dan langsung menarik tongkat kayu itu namun Elena berusaha memegang nya sekuat tenaga hingga akhirnya mereka saling tarik-menarik. Dan Bruk!
Damian tak sengaja, Elena terdorong dan jatuh pingsan akibat keningnya terbentur sudut meja dengan kuat. Keningnya berdarah.
Damian panik. Dia mendekat dan menggendong tubuh mungil itu membawanya pergi.
Sementara itu di lapas...
Perkelahian jelas tak bisa Alejandro hindari. Mereka semua bersekongkol untuk menyerangnya habis-habisan. Tak lama seorang petugas lapas yang berpatroli berteriak. "Apa yang kalian lakukan!" Petugas tersebut langsung menghubungi petugas lainnya melalui talkie walkie.
Sialnya, Hanya Alejandro yang dibawa dan di pindahkan ke sel isolasi yang berukuran hanya 2x2 meter. Pengap, lembab dan minim pencahayaan. Alejandro meninju dinding ruangan tersebut berkali-kali, dia merutuki segala tindakannya yang lalai dalam menjaga gadis yang sangat dia cintai itu.
"Elena, sadarlah saya mohon," Damian berkali-kali menoleh kearah Elena yang belum sadarkan diri di sebelahnya, sedangkan tangannya memegang stir.
Dia akan membawa Elena pergi jauh meninggalkan kota ini. Damian mendadak harus menghentikan mobilnya saat melihat di depan ada beberapa petugas polisi lalu lintas yang sepertinya sedang menangani sebuah mobil yang mengalami kecelakaan.
Dua orang petugas polisi lalu lintas itu mendekati mobil Damian dan mengetuk kaca mobilnya.
Damian menyeka darah dari kening Elena terlebih dahulu sebelum membuka kaca mobilnya, pria itu bahkan menyelimuti Elena dengan jas nya.
"Maaf perjalanan anda sedikit terganggu," Petugas tersebut melirik kearah Elena.
"Dia istri saya, dia kelelahan karena kami baru kembali dari kampung halamannya, Pak," ucap Damian bersandiwara.
"Maaf, bisakah kami memeriksa barang bawaan anda?"
Damian diam sejenak lalu mempersilakan petugas tersebut memeriksa namun yang tak Damian sadari, petugas tersebut mengeluarkan sebuah jarum suntik berisi bius dari sakunya dan langsung menancapkan benda itu ke leher Damian dari belakang.
Damian menoleh dan memegangi lehernya, Sebelum dia berhasil mengeluarkan suara, dia sudah jatuh tak sadarkan diri.
Dari mobil yang ada di depan, seseorang muncul, berjalan melewati para petugas polisi lalu lintas yang menunduk hormat padanya.
Pria tersebut mendekati mobil Damian. Melihat kearah Elena. "Laki-laki yang berani menyakiti perempuan itu hanyalah sampah, dan jika ku lihat lagi..."Pria itu membolak-balikkan wajah Damian lalu menepuk-nepuk pipinya kasar.
"Kau sama sekali tidak memenuhi kriteria sebagai calon menantu ku,"
"Pindahkan calon putriku ke mobil dan kalian berdua, pindahkan pria itu ke tempat yang jauh, jika lebih jauh, maka gaji kalian naik tiga kali lipat," ucapnya pada beberapa anak buahnya.
Pria itu berjalan mendekati empat petugas polisi lalu lintas dan menyalami mereka satu-persatu.
"Terima kasih atas kerjasamanya, ngomong-ngomong seragam kalian terlihat bagus,"
"Terima kasih, Tuan. Karena anda telah mempercayakan tugas ini pada kami, kami merasa tersanjung dengan kepercayaan yang anda berikan," ucap petugas polisi lalu lintas tersebut dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
Gimana bab kali ini, seru nggak? Ada yang bisa nebak siapa yang menyelamatkan Elena?👀