[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana awal di akademi
Keesokan harinya…
Cahaya matahari pagi menyelinap lembut melalui celah-celah jendela rumah sederhana milik Laira Kagenami. Suara burung berkicau mengiringi hembusan angin sejuk yang menyapu perlahan tirai putih di sudut ruangan.
Rio perlahan membuka matanya. Rambutnya masih kusut, dan wajahnya menunjukkan ekspresi setengah sadar.
“Ugh… udah pagi ya…” gumamnya pelan sambil menguap lebar.
Ia duduk di atas futon, mengucek mata dengan malas. Di samping bantal, Luna masih terlelap dalam gulungan bulunya, tampak damai dan tenang.
Rio menoleh ke arah jendela, menarik napas dalam-dalam.
“Jadi… hari ini aku resmi jadi murid Akademi Veltrana,” pikirnya dalam hati. Suaranya tenang, tapi tersirat beban pikiran di balik nada kantuknya.
Tak lama, terdengar suara dari luar pintu.
“Rio! Bangun! Kau tak mau terlambat di hari pertamamu, kan?” seru Laira dari dapur.
Rio memutar matanya, lalu menjawab setengah malas, “Iyaaa… iyaaa… aku bangun kok…”
Ia perlahan berdiri, meraih jaket hitamnya, dan mengelus kepala Luna yang masih tertidur nyenyak.
“Ayo, kita mulai petualangan baru hari ini…” bisiknya dengan senyum tipis.
Di sisi lain, di jalan berbatu menuju Akademi Veltrana…
Sebuah kereta kuda melaju cepat, mengangkat debu dan dedaunan di sepanjang jalan.
Di dalamnya, seorang pemuda duduk dengan sorot mata penuh tekad. Rambutnya agak panjang dan berantakan—Nero Alzeth.
Ia menggenggam erat tas besarnya dan menatap keluar jendela.
“Tunggu aku… Rio! Aku nggak akan kalah darimu lagi!” teriaknya dalam hati. Suaranya tegas, walau tak terdengar oleh siapa pun.
Kereta terus melaju, dan siluet megah Akademi Veltrana mulai menjulang dari kejauhan, pertanda bahwa pertemuan dan persaingan mereka akan dimulai kembali.
Sementara itu, di istana kerajaan Elvaria…
Sinar matahari pagi menyinari pilar-pilar istana yang tinggi dan elegan. Di halaman depan, sebuah kereta kerajaan telah menunggu dengan pengawalan ketat.
Raja Ragnar berdiri tegak dengan jubah kebesarannya. Di hadapannya, putrinya yang anggun berdiri: Putri Elvaria Caelthina.
“Sudah siap, putriku?” tanya sang Raja dengan suara tenang namun penuh makna.
Putri Caelthina mengangguk mantap. Senyumnya hangat, namun dalam matanya tampak tekad yang tak bisa diremehkan.
“Iya, Ayah. Aku siap.”
Angin pagi meniup halus rambut keemasannya. Ia melangkah anggun ke dalam kereta.
Sang Raja menatap langit biru di atas, dan dalam hati berbisik, “Akademi Veltrana… jagalah putriku.”
[Kembali ke gerbang Akademi Veltrana…]
Rio berdiri tegak di depan gerbang megah akademi. Di bahunya, Luna duduk tenang. Angin meniup pelan jubah hitamnya, membuat sosoknya tampak misterius.
Di balik rambut yang sedikit menutupi mata, Rio menatap bangunan akademi dengan sorot dingin namun dalam.
“Nah… akhirnya. Waktunya menunjukkan kekuatanku yang sebenarnya,” ucapnya pelan, menggenggam udara di depan dengan mantap.
Tiba-tiba…
Suara roda kereta berhenti di belakangnya.
Seorang pemuda dengan rambut acak-acakan turun dari kereta dengan koper besar di tangannya.
“Yoo…” sapa pemuda itu santai.
Rio menoleh perlahan. Matanya menyipit, lalu mengangkat alis.
“Hahh!? Kamu siapa, paman?” katanya datar.
Pemuda itu terdiam. Suasana jadi canggung sejenak.
“Paman dengkulmu!!!” bentaknya, wajah memerah.
“Ini aku, Nero lah!! Masa nggak kenal!?”
Rio diam sebentar, lalu memicingkan mata.
“Ohh… Nero yang kalah di Turnamen Pedang itu ya… Nah, aku ingat sekarang.” Senyum tipisnya menyebalkan.
Nero mengepalkan tangan, matanya menajam.
“Hemm… itu mah dulu. Kalau sekarang gimana? Mau coba nggak?” tantangnya.
Rio memejamkan mata, angin berhembus lembut.
“Ada-ada aja… Kalau begitu, kita coba aja… di sini.”
Aura mereka mulai beradu, suasana jadi panas. Murid-murid lain melirik dengan waspada.
Namun…
Suara roda kereta mewah terdengar. Kereta berhenti di dekat mereka, dikelilingi penjaga kehormatan. Seorang gadis turun anggun dari dalamnya, Putri Elvaria Caelthina.
Rambut panjang dan gaun akademi mewah membuat semua orang terpaku.
Rio menoleh… dan matanya membelalak.
“BenTaRR…!! Nero!!! Aku pergi ke toilet dulu!!” katanya panik lalu kabur secepat kilat.
“Gawat… dia benar-benar datang ke akademi ini!?” pikirnya, keringat dingin menetes.
Nero berdiri terpaku. Lalu mencibir.
“Cih… pengecut.”
Suara lembut menyapa dari belakang.
“Ternyata kau juga di sini ya… Nero.”
Nero menoleh. Awalnya malas… tapi kemudian membelalak.
“Ngapain dah anak kecil ini di akademi ini….”
Begitu menyadari siapa dia, matanya membesar.
“Ahhh… Maafkan saya, Putri!!” katanya cepat-cepat membungkuk.
Putri Elvaria tertawa kecil.
“Gak apa-apa kok… hahaha~”
[Bab ditutup dengan suara tawa Putri yang menggema lembut, di tengah Akademi Veltrana yang mulai ramai menyambut hari baru.]
lanjut