Anggi Saraswati adalah seorang ibu muda dari 3 anak. Awal mula pernikahan mereka bahagia, memiliki suami yang baik,mapan,dan tampan merupakan sebuah karunia terbesar baginya di tengah kesedihannya sebagai yatim piatu penghuni panti.
Tapi sayang, kebahagiaan itu tak bertahan lama,perlahan sikap suami tercintanya berubah terlebih saat ia telah naik jabatan menjadi manajer di pusat perbelanjaan ternama di kotanya . Caci maki dan bentakan seakan jadi makanannya sehari-hari. Pengabaian bukan hanya ia yang dapatkan, tapi juga anak-anaknya,membuatnya makin terluka.
Akankah ia terus bertahan ?
Atau ia akan memilih melepaskan?
S2 menceritakan kisah cinta saudara kembar Anggi beserta beberapa cast di dalamnya dengan beragam konflik yang dijamin menarik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.7 Mengalah bukan berarti kalah
Hari makin larut, tapi tak ada sedikit pun tanda-tanda kepulangan Adam. Bahkan pesannya pun tak dibalas. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.
Anggi hanya bisa mendesah kasar saat melihat ponselnya.
"Kamu benar-benar keterlaluan,mas. Tak takutlah kau pada dosa. Dosa menelantarkan kami,anak dan istrimu, ditambah dosa berselingkuh dan berzina. Ternyata kekayaan dan kekuasaan telah membutakan dirimu,mas. Kau tak lagi seperti mas Adam yang ku kenal dulu." gumam Anggi seraya menatap langit-langit rumahnya
.
.
.
Ceklek...
Terdengar suara derit pintu dibuka secara perlahan. Anggi sadar siapa itu hanya dari aroma yang menguar merasuk ke indra penciumannya.
Sesaat orang itu masuk ke kamar mandi, Anggi melirik jam yang ada di ponselnya. Pukul 3.45 . "Bagus sekali kamu,mas! Setelah puas kau baru pulang. Silahkan bersenang-senang. Aku akan mengumpulkan semua bukti kecurangan perselingkuhanmu. Aku sudah tak sanggup lagi hidup bersamamu. Aku sudah jijik dan muak dengan dirimu."
Tepat saat Adam keluar dari kamar mandi, Anggi kembali memejamkan matanya. Pura-pura tidur. Tak lama kemudian,Adam turut membaringkan diri sebelah Anggi dengan posisi tidur saling memunggungi.
Pengalaman 8 tahun berumah tangga, Anggi sangat tau kebiasaan tidur sang suami. Tak butuh waktu lama, hanya 15 menit sejak aroma bantal tercium, Adam akan langsung tertidur pulas.
Anggi pun mulai menjalankan rencananya. Diambilnya ponsel Adam yang sedang diisi daya. Namun, ponsel itu terkunci dengan finger print sebagai kuncinya. Anggi hanya menyunggingkan senyum. Dengan perlahan ia angkat jari telunjuk sang suami, lalu menempelkannya di layar ponsel.
"Yes." pekiknya dalam hati saat ponsel itu telah terbuka.
Tak ingin menunda waktu, Anggi segera memainkan jemarinya, yang pertama membuka aplikasi chat berwarna hijau. Anggi tersenyum tipis saat melihat nama kontak di urutan paling atas, "My Lovely". Dibukanya pesan itu. Namun, mau sekuat apapun hati Anggi, tetap luka itu pasti ada. Apalagi setelah membaca kata demi kata yang tertulis di situ. Ucapan cinta, sayang, panggilan sayang, kalimat janjian ketemuan di restoran, janjian check-in hotel, bahkan ada chat si wanita minta ditransfer sejumlah uang yang lumayan besar. Bahkan nominalnya lebih besar dari uang belanja bulannya. Miris sekali.
Tapi yang lebih menyakitkan ada beberapa pesan yang membahas permintaan si pelakor agar Adam segera menceraikan Anggi.
[Beb, kapan kamu ceraikan perempuan udik itu?]
[Kamu sabar ya sayang. Pasti aku akan segera menceraikannya lalu kita menikah dan memiliki anak yang lucu-lucu.]
[Jangan lama-lama, keburu perutku membesar!]
[Iya sayang, kamu percaya aku kan!]
Anggi hanya bisa tersenyum miris membaca percakapan itu.
"Sebegitu berhargakah dia hingga hingga kamu berniat menceraikanku, mas! Bahkan kau telah menghamilinya. Tak ingatkah kau pada anak-anakmu. Baiklah, aku akan mempermudah langkahmu. Mari kita bercerai, mas!"
Anggi segera menangkap layar berisi percakapan-percakapam itu. Tak lupa ia memeriksa galeri. Dapat ia lihat, bukan hanya puluhan tapi ratusan foto Adam yang tampak bermesraan dengan si pelakor dalam berbagai angle dan tempat. Dari tempat umum hingga tempat tidur di hotel. Bahkan ada foto mereka berdua yang hanya tertutup selimut. Sepertinya habis berolahraga di ranjang.
Anggi hanya bisa tertawa dalam hati sambil menyeka setiap tetesan yang mengalir dari pelupuk matanya tanpa ia minta. Menyakitkan memang saat melihat kenyataan sebenarnya. Tak dapat ia pungkiri sakit itu ada. Hatinya serasa diremas-remas lalu disiram air garam campur cuka. Perih. Tak mudah menerima kenyataan bahwa pria yang menemaninya selama 8 tahun ini telah mendua di belakangnya. Tapi apa boleh kata, itulah kenyataannya. Anggi harus menelan pil pahit kehidupan rumah tangganya yang akan segera kandas. Luluh lantah tak bersisa.
Anggi kembali memilah foto-foto yang bisa ia gunakan sebagai bukti untuk mempermudah proses perceraiannya. Setelah selesai,ia menghapus riwayat pesan dan mengembalikan ponsel itu ke tempat semula.
.
.
.
Pagi telah tiba, matahari pun telah mulai menampakkan sinarnya.
Seperti biasa Anggi telah melaksanakan tugas-tugasnya. Tapi tidak untuk urusan Adam. Ia telah bertekad, mulai detik itu ia takkan peduli lagi dengan segala macam urusan suaminya. Sebagaimana lelaki itu tak mempedulikan ia dan anaknya, ia pun akan berlaku sama.
Anggi tak lagi membangunkan Adam dari tidurnya. Tak menyiapkan air hangat. Tak membuatkan sarapan dan kopi. Ia sudah tak peduli.
Setelah, Anggi dan anak-anaknya bersiap ,ia bergegas melajukan motornya menuju sekolah Damar. Setelah itu, ia akan melanjutkan menuju ke pengadilan agama. Tekadnya untuk berpisah sudah bulat. Tak dapat lagi diganggu gugat. Untuk apa bertahan bila hanya ada kesakitan dan kekecewaan. Mengalah bukan berarti kalah. Tapi mengalah demi sebuah kemenangan. Kemenangan dalam arti kebebasan dan kebahagiaan lahir dan batin.
.
.
.
"Sial. Kemana wanita brens*k itu. Kenapa ia tak membangunkanku." umpat Adam saat melihat jam di atas nakas, sudah hampir jam 9.
Ia memeriksa ponselnya, terdapat banyak pesan dan panggilan tak terjawab mulai dari kekasih gelapnya hingga rekan kerjanya yang menanyakan keberadaannya yang tak kunjung tiba ke kantor.
"Sepertinya ia sudah mulai berani menentangku." gumam Adam sambil menggemeretukkan gigi.
"Akh, sial! Air hangat pun tak ia siapkan." umpat Adam kesal karena terpaksa mandi air dingin.
Setelah berpakaian rapi ,Adam segera menuju ke meja makan. Rahangnya langsung mengeras saat melihat tak ada apa-apa yang terhidang di atas meja ,bahkan secangkir kopi pun tak ada.
"Bareng*k." umpatnya sambil melempar cangkir berisi air putih yang terkapar di atas meja hingga pecah dan berhambur di lantai. "Sepertinya kau minta dihukum. Tunggu saja nanti malam. Kau akan merasakan hukumanku." geram Adam dengan mata nyalang.
hello Dam .. dulu itu apa yg km lakukan sm Anggi dihina perempuan udik lusuh bahkan di tampar sampe di dorong hingga pingsan dan terluka .. kanan bilang km amnesia ..
mimpi mu ketinggian