Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Kevin
Sementara di dalam kamar berkonsep klasik, Refan terlihat sedang menghubungi seseorang.
Tut! Tut!
[Hallo, ada apa, Fan?] Tanya seseorang diseberang sana.
[Aku mau kamu datang kerumah. Ada hal penting yang mau aku bicarakan.]
[Sekarang?]
[Enggak, tahun depan aja. Lama-lama aku kremes juga kamu ku jadikan remukan rengginang.]
[Weiittss. Sabarlah, bro. Aku masih ada urusan sebentar. Setelah ini aku langsung kesana.]
[Ku tunggu.]
Tut! Tut!
Refan memutus sambungan telepon. Dia baru saja menghubungi sahabatnya.
Tak lama dari itu, Refan mendapat suatu pesan.
Ting!
Ponsel Refan berbunyi dan menyala menampilkan notifikasi pesan baru.
*Tuan, saya sudah mengirim laporan yang Anda minta sebelumnya.* Bagitulah pesan dari Jo.
Refan gegas membuka email. Refan pun membuka dan membaca laporan dari Jo.
"Dor, kena juga kamu tikus got. Tunggu saja pembalasanku. Aku akan memberikan kejutan yang tak pernah kamu pikirkan sebelumnya." Ucap Refan tersenyum smrik.
*****
Singkat waktu, jam makan siang telah tiba. Dan saat ini Refan dan juga Misha sudah berada di meja makan.
Refan melihat masakan yang terlihat menggugah selera. Disitu Refan melirik Misha.
'Apa aku harus mempekerjakan Misha ya agar aku bisa merasakan masakannya terus? Masakannya begitu cocok dilidah. Aku juga tak bosan-bosan menatapnya. Aku heran, wanita seperti dia kok disia-siakan sama laki-laki br3ngs3k seperti Rian.' Batin Refan.
"Ehem, Misha. Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tanya Refan.
"Boleh, Mas. Tapi, nanti setelah makan aja ya, aku udah laper banget, mana dari tadi nih cacing mulai berdisko, hehe. Mana piring Mas Refan, aku ambilin."
Refan tersenyum mengangguk lalu memberikan piring miliknya.
"Wuihhh, pantas dari tadi ngucap salam gak ada jawaban sama sekali, ternyata lagi mau makan siang!"
Tiba-tiba datang seseorang mengagetkan mereka. Panggil saja Kevin.
Refan memutar bolanya malas. "Brisik."
'Hadeh, kenapa dia harus datang sekarang sih? Ganggu aja.' Batin Refan menggerutu.
"Eh, siapa ini? Gebetan kamu, Fan? Kenalin dong." Ucap Kevin sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Kamu kenapa datangnya pas gak tepat sih?" Alih-alih menjawab pertanyaan Kevin, Refan malah bertanya dengan nada kesal.
"Loh, kan yang nyuruh aku buat kesini tadi kamu. Ya setelah urusanku selesai aku langsung kesini. Kalau lama-lama nanti kamunya keburu jadi psik0pat." Jawab Kevin.
Misha memberikan piring Refan yang sudah terisi dengan nasi dan lauknya.
"Terima kasih, Sha." Ucap Refan tersenyum.
"Mas, lebih baik kita makan dulu."
"Aku boleh ikutan makan disini gak? Aku juga belum makan siang nih. Apalagi lauknya sedari tadi melambai-lambai gitu, imanku yang lemah ini kan jadi gampang goyah, bikin air liurku seakan ingin menetes. Baru dilihat aja menggiurkan, apalagi dirasakan. Boleh ya?" Ucap Kevin memelas.
"Boleh." Jawab Misha.
Refan melirik Misha.
"Gak boleh, huss sana, kamu nunggu di depan aja sana." Jawab Refan mengusir Kevin.
"Woh, tega bener dikau padaku." Ucap Kevin dengan ekspresi sedih.
"Kalian bisa diam gak? Kalau mau makan ya udah makan. Gue udah lapar banget nih, kalau kalian mau debat jangan disini tapi, di kolam pancoran depan aja sana." Ucap Misha kesal. Bagaimana tidak kesal? Sedari tadi aja dia sudah menahan rasa lapar, eh Refan dan Kevin malah berdebat.
"Eh, iya. Maaf, Sha."
Refan dan Kevin pun akhirnya diam seperti kucing yang nurut pada tuannya.
'Kenapa aku jadi nurut sama Misha? Kan yang punya rumah aku. Haishh, kalau bukan karena Misha, habis kau, Kev.' Batin Refan kesal.
Kevin nampak celingukan.
"Em, maaf. Aku makannya pakai apa dong?" Tanya Kevin nyengir sambil garuk-garuk kepala.
Misha yang ingin menyuapkan nasi kedalam mulut pun urung karena hal itu.
"Oh, iya. Sebentar gue ambilin."
Gegas Misha beranjak dari kursinya pergi ke dapur untuk mengambil peralatan makan untuk Kevin. Setelah itu Misha memberikannya kepada Kevin.
"Terima kasih, cantik."
Refan melirik Kevin dengan tatapan tidak suka.
Misha hanya menjawab dengan anggukan lalu duduk kembali ketempatnya semula.
Kevin mengambil nasi serta lauk yang dia ingin.
"Selamat makan." Ucapnya.
Lagi-lagi Refan melirik tajam Kevin. "Brisik."
Kevin tak menggubris Refan.
Dia langsung menyuapkan makanannya kedalam mulut.
"Wuahh, enak banget, gak rugi aku ikutan makan disini. Siapa nih yang masak? Bisa nambah lagi nih aku nanti."
Misha hanya menatap Kevin sekilas lalu melanjutkan kunyahannya.
"Kamu bisa diam gak sih? Makan itu diam jangan berisik." Ucap Refan begitu kesal.
"Hehe, ya maaf, bro. Habisnya ini beneran enak. Kayaknya aku bakalan candu sama rasa masakan ini. Apalagi udang asam manisnya, uhhh, pecah."
"Telurmu itu yang pecah. Tahu gitu aku nyuruh kamu kesini sorean aja."
"Sabar, bro. Berbagi dengan sahabat itu pahala. Ya kan, cantik?"
Misha hanya geleng-geleng kepala.
Mereka bertiga pun menikmati makan siang mereka.
Setelah mereka bertiga selesai makan. Refan mengajak Kevin pindah ke ruang tengah. Sedang Misha membereskan meja makan.
"Jadi, untuk apa kamu memintaku untuk datang kemari?" Tanya Kevin memulai obrolan.
"Aku mau kamu membantuku mengurus perceraian ku."
Kevin tidak paham dengan maksud Refan.
"Perceraian? Kamu kan belum nikah."
"Aku udah nikah. Dan itu sudah 5 bulanan yang lalu."
"Apa? Kamu jangan bercanda. Kamu aja gak ngasih kabar ataupun mengundangku. Mana bisa kamu sudah menikah?" Jawab Kevin terkejut.
"Benar, waktu itu aku melakukan akad dan setelah itu aku langsung pergi karena di kantor mendadak ada urusan yang harus aku selesaikan."
"Terus, terus?" Tanya Kevin menopang dagu.
"Terus nabrak."
"Yah, makanya kalau cerita jangan setengah-setengah gitu. Bikin penasaran jadinya. Aku harus tahu ceritanya dari awal sampai akhir. Lagian kamu nikah diem-diem bae."
Hahh,,
Refan menghela nafas.
"Seminggu berlalu, saat aku sampai di kantor, aku tak sengaja melihat suami Misha, Rian. Setelah ku cari tahu, ternyata dia bekerja di kantorku sebagai manajer." Refan menjeda ceritanya.
Kevin juga mendengarkan cerita Refan dengan seksama.
"Aku berniat akan menemuinya setelah acara meeting selesai. Setelah itu aku pergi untuk menemuinya di ruangannya, baru juga mau mengetuk pintu, ternyata dia sedang menerima panggilan telepon. Aku awalnya tidak mau kepo dengan urusan dia. Hanya saja ada sesuatu yang membuatku begitu penasaran, aku mendengar dia menyebut nama istriku dengan panggilan sayang. Disitulah aku mulai menguping dan tahu semuanya. Akhirnya aku meminta Jo untuk mencari tahu tentang Rian dan Tika. Dan ketika aku mengetahuinya, aku sengaja tidak pernah pulang untuk menemuinya. Dan kemarin, seharusnya aku memberi kedua manusia licik itu kejutan tapi, justru aku yang diberi kejutan oleh mereka."
Kevin nampak manggut-manggut.
"Jadi, selama itu baru kemarin kamu menemuinya lagi?"
Refan mengangguk.
"Lalu, apa yang sudah kamu ketahui tentang mereka berdua? Terus, apa yang membuatmu terkejut? Padahal kamu bilang, kamu sudah mengetahuinya!"