Setelah ibundanya meninggal, sang ayah pulang membawa istri baru dan tiga orang anak.
Fania yang dulunya putri tunggal kesayangan, kini harus mengalami cobaan hidup yang pahit. Ibu dan kakak tiri yang selalu menyiksanya, membuat sang gadis kecil ketakutan.
Kabur dan bersembunyi di sebuah desa kecil bersama simbok tercinta, dan dukungan orang-orang yang menyayanginya, Fania kecil berusaha tumbuh melawan trauma dan rasa takutnya.
Kecurigaan orang-orang terhadap kematian Ibundanya, menyingkap kebenaran atas kematian Ibundanya.
Terus berguru dengan orang-orang hebat. Fania tumbuh menjadi gadis yang kuat dan berani. Ia bertekad untuk membalaskan kematian Ibundanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CloverMint, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 34
Nia, Arum,dan Anton,memasuki halaman rumah dengan kaus yang basah oleh keringat. Nia dan Arum sudah terbiasa lari pagi bersama saudara seperguruan mereka atau dengan Pak Rojak.Setelah masuk dalam pekarangan Anton langsung duduk di kursi taman, sedangkan Nia dan Arum melakukan pemanasan.
Arum melihat sebuah bambu panjang di tepi halaman, segera diambilnya bambu tersebut lalu di sangkutan di pagar, dan ujung satunya dipegang.
"Niaa ayo coba lompati bambu ini!" seru Arum.
"Oke! Nia pun bersiap dan mengambil ancang-ancang untuk melompati bambu yang setinggi kepala Arum.
"Hebat-hebat!" seru Anton sambil bertepuk tangan melihat lompatan Nia.
Gantian Arum yang lompat, dan Nia yang memegangi bambu tersebut
“Wah kalian hebat ya. Habis lari pagi sejauh itu, masih semangat juga. Masih bisa melompat setinggi itu juga." ucap Anton takjub.
"Yah Om Anton, jarak segitu mah kecil! Ini mah masih setengah dari latihan kita tiap hari" kata Arum terkekeh.
"Waduh, apa Om sudah tua ya?" gerutu Anton sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Nia dan Arum tertawa melihat Anton yang seperti itu. Arum membisikan sesuatu ke Nia, Niapun mengedipkan matanya.
Tiba-tiba Nia melakukan salto tiga kali di depan Anton. Anton yang melihat itu langsung memberi pujian.
"Kalau begitu kita coba latihan ya, mau?"
"Arum mau coba tanding dengan Om?" tantang Anton.
"Boleh Om, siap ya!"
Arum langsung menyerang Anton dengan jurus tapak halilintar perguruan nya. Anton yang mendapat serangan mendadak cukup terkejut, tetapi Anton segera memiringkan badannya untuk mengelak. Tanpa segan Anton membalas Arum dengan tendangan. Arum yang kaget mendapat serangan dari bawah langsung mundur selangkah. Anton tidak melihat ada celah,tidak disia-siakannya kesempatan itu, ia langsung menyerang pundak Arum. Arum yang kaget mendapat serangan mendadak tidak sempat mengelak, dirasakan tinju tersebut mengenai pundaknya. Arum segera mengubah posisi menyerang, dan Anton pun mengambil kesempatan itu untuk memperbaiki posisinya dalam menyerang.
Arum kembali menyerang Anton, tetapi Anton bisa menghindar. Dengan mengandalkan kelincahannya, Arum memutar tubuhnya ke belakang Anton, dan mengeluarkan jurusan tendangan halilintar yang sangat dikuasai Arum. Anton yang tidak mampu membaca gerakan Arum, terkena tendangan tersebut dan mundur beberapa langkah Dia kaget melihat kemampuan Arum. Anton yang mulai menghadapi Arum dengan serius, akhirnya memenangkan pertandingan tersebut.
"Wah wah, kamu ternyata hebat ya Rum!" puji Anton berdecak kagum.
"Sakit nggak tadi kena tinju dari Om? " tanya Anton.
"Nggak Om, tadi cuma keserempet, tapi kali tadi beneran kena, gawat deh! "ucap Arum tertawa.
"Kalau Nia lebih jago dari Arum, Om! Soalnya Nia latihan pagi siang malam! " ucap Arum tertawa terbahak-bahak.
"Beneran Nia, kamu lebih jago dari Arum?" tanya Anton.
"Nggak kok Om. Arum mah suka membesar-besarkan sesuatu, Nia kan belajarnya bareng Arum. Kami mah seimbang lah" kata Nia merendah sambil tersenyum.
"Ya sudah, Om masuk dulu ya, mau mandi terus berangkat kerja. Nanti Om akan minta cuti supaya besok kita bisa jalan-jalan ke Ancol."
Sepeninggalan Anton, Nia dan Arum masih melanjutkan latihannya.
"Nia, Arum, ayo buruan mandi. Kan mau pergi dengan Om Indra." teriak nenek memanggil mereka.
"Iya, nek!" jawab mereka serempak lalu segera berlari kedalam rumah.
Terlihat Anton, Hani, Nenek dan Mbok Nah sudah duduk di kursi makan. Tak lama, Nia dan Arum pun ikut bergabung.
"Wah makanannya sepertinya enak-enak!" ucap Arum senang.
"Nenek dan Mbok Nah emang jago masak!" jawab Nia bangga.
Terdengar suara ketukan pintu dan suara Indra yang memberikan salam dari depan rumah. Hani pun buru-buru membukakan pintu.
"Ndra, ayo sekalian sarapan bareng!" ajak Ibunda Hani.
Indra akhirnya ikut bergabung karena memang belum sempat sarapan. Mereka menikmati sarapan yang lezat tersebut.
Setelah selesai, Indra, Hani, dan Anton menuju ke teras untuk bersantai dan menikmati kopi terlebih dahulu. Nia dan Arum yang sudah rapi mengikuti dari belakang.
"Om, kami sudah siap loh ikut Om Indra.” celoteh Arum.
"Iya, bentar ya, Om masih kekenyangan nih!"jawab Indra mesem.
"Om sih sarapan dua piring!" seru Nia tertawa.
"Hahaha. Kata Pakde kalau sarapan secukupnya saja. Kalau terlalu kenyang nanti malah ngantuk!" ucap Nia seperti orang dewasa.
Semua yang mendengar jadi tertawa bersama.
"Iya iya, habis masakannya enak sih" jawab Indra sambil menyesap kopinya.
"Han, kamu pulang jam berapa nanti?" tanya Indra.
"Emang kenapa Ndra?"
"Rencananya aku mau ajak Nia dan Arum ke mall sepulangnya dari tempat Pak Wid."
"Oh, ya sudah, nanti kamu bisa telepon aku kalau mau berangkat, aku bisa pergi kapan saja kok."
"Asik, nanti kita ke mall! Arum nanti kita jalan-jalan ke mall, loh!" ucap Nia girang.
"Asik!" jawab Arum senang.
Setelah perutnya enakan, Indra pun berpamitan kepada Ibu Hani dan Mbok Nah yang masih bebenah di dalam.
Arum yang di sepanjang jalan memandangi megahnya Kota Jakarta berceloteh tanpa henti. Nia pun menjawab dengan semangat. Mereka menikmati perjalanan mereka dengan kekaguman dan canda tawa.
Sesampainya di sanggar karate, mereka memencet bel yang terletak di sebelah pintu. Sanggar karate tersebut sangat bersih dan luas, fasilitasnya pun lengkap. Tak lama menunggu, muncul seorang pria berbadan besar dari balik pintu.
"Selamat pagi, ada keperluan apa?" tanya pria yang tak lain bernama Ilham.
"Pagi,saya Indra, saya sudah membuat janji dengan Pak WId via telepon."
"Oh pak Indra, mari silakan masuk!" ajak pria itu.
Indra, Nia, dan Arum mengikuti Ilham masuk ke dalam sanggar, dan kemudian menuju ke halaman belakang yang juga luas dan sangat indah. Tak hanya pepohonan, berbagai macam tanaman dan bunga berwarna-warni tumbuh disana. Nia terkagum-kagum melihat tempat itu.
"Indah sekali!" ucap Nia terpesona.
Ilham berhenti di sebuah pendopo kayu beratapkan bambu. DIsana terlihat seorang pria berbadan tegap dan wajah penuh brewok sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi.
"Maaf Tuan, Pak Indra sudah datang." Lapor Ilham.
Pak Wid langsung membalikkan badannya dan menatap ke arah Nia dengan seksama, Nia yang ditatap oleh Pak Wid sempat merasa gentar, tapi Nia menatap balik Pak Wid.
"Selamat pagi Om" sapa Nia.
"Hmm, pagi, pagi. Kamu Nia, kan?" tanya pak Wid.
"Benar Om, saya Nia murid Pak Rojak dari Desa Anyelir, dan ini sahabat saya Arum, murid pak Rojak juga!" jawab Nia lantang.
"Bagus bagus! kamu ternyata anak yang berani! Tidak percuma si Rojak menganggap kamu sebagai putrinya" ucap pak Wid mengangguk-angguk.
"Dan kamu Indra, silakan tinggalkan mereka disini. Orangku akan menghubungimu bila mereka sudah selesai latihan.” ucap Pak Wid.
Indra berpamitan dan diantar Ilham keluar sanggar.
"Nia, Arum, kalian melihat buah mangga disana?" tanya Pak Wid sambil menatap tingginya pohon mangga.
"Iyaa Om, kami lihat." jawab mereka serempak.
"Aku ingin makan buah mangga itu, tapi aku tidak mau kalau buah tersebut jatuh dan cacat!" guman Pak Wid.
Nia yang memang dasarnya cerdas segera menjawab "Baik Om, Nia akan petik buah itu tanpa terjatuh."
Nia lalu mendekati pohon mangga, Arum yang belum paham tetap mengikuti Nia .
Setelah sampai di bawah pohon mangga yang cukup tinggi, Nia berdiri dan menatap pohon tersebut.
"Nia, kamu mau manjat pohon ini?" tanya Arum.
"Iya Rum, Om Wid mau mangga itu!" tunjuk Nia kearah buah mangga yang bergelantungan diatas.
"Tapi pohon ini terlalu tinggi,dan ranting-rantingnya tidak besar-besar seperti dirumahku!" ucap Arum yang sedang mengamati pohon di depannya.
"Kamu tunggu di bawah ya, Rum. Jagain kalau-kalau aku terjatuh, kamu tangkap aku ya!"
"Baik, aku jaga disini, kamu hati-hati ya Nia!"
Nia mencoba memanjat pohon mangga tersebut. Tapi, baru setengah jalan Nia sudah melorot ke bawah. Akhirnya Nia melepas sepatunya, lalu mencoba memanjat lagi. Setelah berjuang, Nia sampai di atas. Nia berpikir bagaimana caranya dia menginjak ranting yang mungkin tidak kuat menahan beban tubuhnya. Setelah mengamati sebentar, Nia mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya dan tak lama, sebuah mangga matang sudah berada di genggamannya. Setelah mengambil dua buah mangga lagi, Nia segera turun dan kembali ke pendopo.
"Ini Om, mangga yang Om mau!" Nia menyodorkan mangga yang baru dipetik ke pak Wid.
Pak Wid menatap Nia kagum.
"Bagus bagus! kamu ternyata memang pintar sesuai perkataan si Rojak."
"Arum, kamu lihat rumput-rumput disana? Rumputnya sudah terlalu tinggi, tapi aku malas membersihkannya. Disitu ada arit, coba kamu bersihkan rumput yang mengganggu pemandangan itu dalam waktu 1 jam.
Arum yang sudah mengerti kalau mereka diuji, segera melaksanakan perintah Pak Wid.
Dengan kelincahan dan kecepatan geraknya, Arum berhasil memangkas dan menumpuk rumput liar yang mengganggu dalam waktu lima puluh menit.
"Bagus bagus! Kalian memang tidak mengecewakan. Rojak ternyata mengajarkan kalian dengan baik. Sekarang kalian akan ikut berlatih disini. Meski kalian sudah memiliki dasar yang cukup kuat, tapi tetap saja ada dasar yang tetap harus kalian pelajari dalam karate."
"Ilham." panggil Pak Wid.
"Saya Tuan." jawab Ilham yang tiba-tiba muncul.
"Ilham, ini Nia dan Arum yang kemarin aku ceritakan. Kamu ajari mereka dasar karate terlebih dahulu. Saat mereka sudah memahami dasar-dasar karate, langsung bawa mereka ke tahap tiga. " perintah pak Wid.
"Baik Tuan.”
“Ayo, ikut saya!" perintah Ilham yang berjalan seperti berlari sehingga Nia dan Arum harus juga berlari cepat supaya tak tertinggal.
yang di padepokan juga namanya Abah Jauhari