Annette seorang bangsawan miskin yang tinggal jauh dari kekaisaran. Hidupnya terbilang sederhana akan tetapi penuh kebahagiaan. Hingga suatu hari masalah muncul di hidupnya.
Utusan kekaisaran tiba-tiba datang kerumahnya dan mengatakan jika dirinya telah menikah dengan kaisar dengan cara yang tidak diduga.
"Aku tidak mau! Aku mau cerai!"
Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Annette bisa bercerai atau tidak? Ayo pantengin terus ceritanya di "KAISAR AYO BERCERAI!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan
Malam hari di kekaisaran
Tampak Annete begitu sibuk dengan buku hitam yang ia baca. Beberapa kali dahinya berkerut saat menemukan sesuatu yang aneh.
"Kasus ketiga ini...kenapa begitu aneh?"
"Orang-orang menghilang dan tidak ada kejelasan apapun. Apa mungkin di daerah tersebut ada monster atau binatang buas? Tidak, jika begitu pasti ada sisa tulang di sana," lanjutnya.
"Sebenarnya ini bagus, karena Aldrich meminta untuk mengecualikan kasus ini. Tapi... bagaimana dengan korban yang bertambah? Bagaimana mereka hidup dengan ketakutan?"
Hati Annete benar-benar merasa tidak nyaman saat memikirkan korban. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menenangkan diri dengan menutup matanya.
"Ini bukan urusanmu...Annete...bukan urusanmu...." gumamnya.
Keesokan paginya Annete telah bangun dan membersihkan kamar miliknya.
"Kasus ke empat hanya sebuah kasus pencurian. Ini akan lebih mudah di selesaikan dari kasus lainnya."
Setelahnya seperti kasus sebelumnya, annete juga menyelesaikannya dengan sangat baik. Tapi, untungnya untuk kali ini ia tidak perlu bertemu dengan Aldrich.
"Nona Annete Anda benar-benar luar biasa!" puji Elios dan di setujui oleh Reno. Dua orang tersebut telah menjadi penggemar Annete setelah kasus pertama yang wanita itu pecahkan.
"Hmm begitulah," jawab Annete dengan tersenyum kecil.
"Ibu...ibu hiks, hiks," tangis anak kecil yang berada di tengah kerumunan.
Annete yang mendengarnya tentu saja langsung menuju sumber suara. Hingga beberapa saat ia bisa menemukan anak kecil yang menangis tanpa seorangpun memperdulikan.
"Kamu kenapa menangis?" tanya Annete dengan menyamaratakan tubuhnya dengan anak itu.
"Hiks, hiks, hiks, dimana ibu hiks.."
"Ha? Ibu?"
"Ja-jangan menangis, kakak akan membantumu mencarinya."
"Ta-tapi ibu menghilang...."
"DEG." Jantung Annete terasa sedikit sakit.
"Hiks, hiks, hiks," tangis anak kecil tersebut.
"A-aku...aku berjanji akan mencari ibumu..." jawab Annete.
Bertepatan dengan itu, seorang wanita yang tampak panik berlari ke arah mereka.
"Lili! Maafkan ibu sayang! Ibu tidak sadar jika kamu tertinggal..." ujar wanita yang datang dengan wajah khawatirnya. Annete bisa menebak jika wanita itu adalah ibu dari anak ini.
"Hiks, hiks, hiks, ibu!"
Mereka akhirnya saling berpelukan, sedangkan disisi lain Annete justru merasa sedih di hatinya.
Sepanjang perjalanan pulang ia tidak mengatakan apapun. Ia hanya menatap lurus kedepan dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Huh..."
Helaan nafas kasar dari mulut Annete. Di belakang Elios dan Reno hanya bisa saling berpandangan. Terkadang jalan pikiran wanita memang sulit di mengerti.
"JIKA BEGINI AKU BISA GILA AKH!" kesal Annete lalu melangkah dengan cepat meninggalkan Elios dan Reno yang membeku di tempat.
"Kenapa dengan nona Annete?" tanya Elios.
"Aku tidak tahu," jawab Reno dengan menggelengkan kepalanya.
Akhirnya kini Annete kembali berada di dalam kamarnya. Mata birunya hanya menatap buku dengan sampul hitam.
"Tok, tok, tok, nona Annete."
"Ya, ada apa?" tanya Annete yang sudah mengetahui siapa yang ada di balik pintu.
"Yang mulia, meminta agar Anda bisa menemuinya di ruang kerjanya," jelas Gabriel.
"Hmm, aku akan datang."
Annete lantas berdiri dan dengan tenang menuju ke ruangan Aldrich. Tenang saja semua orang hanya menyangka jika Annete akan memberikan laporan ada kaisar mengenali kasus yang sudah di selesaikan. Namun, tidak ada yang mengira bahwa ada hubungan pribadi di baliknya.
"Duduklah!" perintah Aldrich saat melihat Annete memasuki ruangannya.
"Terimakasih yang mulia."
"Kudengar kau juga menyelesaikan yang kali ini dengan baik, itu cukup mengesankan. Jika terus seperti ini maka kau bisa bercerai dalam waktu satu bulan saja."
"Semua berkat bantuan Anda yang mulia," puji Annete yang bertentangan dengan batinnya.
'Dasar pria menyebalkan, kau pikir karena siapa aku seperti ini.'
Suasana kembali hening hingga Annete membuka suaranya. Ini adalah sesuatu yang telah ia tahan sejak tadi.
"Yang mulia...kenapa Anda melarang saya untuk menyelesaikan kasus ketiga?" tanya Annete yang membuta Aldrich menghentikan kegiatannya menulis beberapa dokumen.
"Menurut saya, itu adalah kasus yang sangat penting. Kita tidak bisa membiarkan seseorang menghilang begitu saja. Karena....karena ketika seseorang menghilang akan membuat orang-orang terdekatnya menderita...itu.."
"BRAK!"
Tiba-tiba saja Aldrich memukul meja dengan begitu keras.
"Kau tidak punya hak untuk berkata tentang hal itu!"
Aldrich menatap tajam kearah Annete yang saat ini menahan kekesalannya.
"Memangnya apa urusanmu ada mereka, kau hanya perlu menyelesaikan apa yang menjadi tugasmu! Kehilangan adalah hal yang wajar bagi kehidupan manusia jadi.."
"Bukan begitu!" potong Annete. Suara wanita tersebut terdengar begitu yakin.
"Anda benar, kehilangan memang hal wajar bagi manusia, tapi...tapi... bagaimana dengan orang yang di tinggalkan? Bagaimana mereka bisa hidup dengan baik tanpa kejelasan? Seorang anak yang tiba-tiba di tinggal dengan kedua orang tuanya, seorang ibu yang kehilangan anaknya, seorang sahabat yang di tinggal dengan sahabat sejatinya atau lain sebagainya. Apa Anda tahu bagaimana dengan nasib mereka?"
Annete menatap Aldrich dengan mata yang berkaca.
"Anda tidak tahu bagaimana cara mereka yang ditinggalkan untuk bertahan hidup dan terus berharap!" lanjut Annete.
Nafas Annete menjadi tidak karuan dengan wajah yang memerah. Sedangkan Aldrich justru tidak bergeming.
"Bajingan seperti Anda tidak akan mengerti," geram Annete lalu langsung berjalan meninggalkan Aldrich yang terpaku di tempatnya.
"Berhenti! BERHENTI ANNETE INI PERINTAH!"
"BRAK!" Annete tidak mendengarkan perintah Aldrich. Ia berjalan keluar lalu menutup pintu dengan keras.
Sedangkan di depan pintu Gabriel dan dua prajurit lainnya, tidak bisa untuk tidak terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Annete.
"Dia adalah satu-satunya yang berani begitu..." gumam Gabriel dengan terus menatap ke punggung Annete yang semakin menjauh.
"GABRIEL!" panggil Aldrich dari dalam ruangan.
"Tampaknya aku yang akan menjadi korban," pasrah Gabriel.