Di dunia yang diatur oleh kekuatan enam Dewa elemen: air, angin, api, tanah, es, dan petir, manusia terpilih tertentu yang dikenal sebagai Host dipercaya berfungsi sebagai wadah bagi para Dewa untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan ilahi dan kesejahteraan Bumi. Dengan ajaran baru dan lebih tercerahkan telah muncul: para Dewa sekarang meminjamkan kekuatan mereka melalui kristal, artefak suci yang jatuh dari langit.
Caela, seorang perempuan muda yang tak pernah ingat akan asal-usulnya, memilih untuk menjadi Host setelah merasakan adanya panggilan ilahi. Namun semakin dalam ia menyelami peran sebagai Host, ia mulai mempertanyakan ajaran ‘tercerahkan’ ini. Terjebak antara keyakinan dan keraguan, Caela harus menghadapi kebenaran identitasnya dan beban kekuatan yang tidak pernah ia minta.
Ini cerita tentang petualangan, kekuatan ilahi, sihir, pengetahuan, kepercayaan, juga cinta.
**
Halo, ini karya pertamaku, mohon dukungannya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kirlsahoshii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang III
Alana masih tercengang, tubuhnya tak bisa bergerak ketika masih berharap Shuen akan datang menyelamatkannya. Sinar api bergerak ke arah mata Alana menyilaukan lalu tiba-tiba pandangannya gelap seketika. Ada suara benturan besar yang menyebabkan asap, seketika Alana menutup matanya dan membukanya perlahan kembali. Dinding batu besar telah menyelamatkannya dari serangan Agi.
“... Fae…?” Alana bergumam melihat ke arah depan, matanya berkaca-kaca dan penuh kerentanan.
Fae berdiri tegak di depan, mengarahkan tangan ke depan berusaha melindungi Alana. Lalu, Fae melihat ke belakang ke arah Alana dengan tenang.
“Alana, cepat pergi dari sini, biar aku yang urus semua ini…” kata Fae.
Alana melebarkan matanya, lalu tanpa ragu dia memanggil kembali Shuen untuk kembali masuk ke dalam kristal. Butuh energi besar untuk melakukan hal itu hingga Shuen kembali menjadi cahaya dan kembali pada kristal. Alana pun batuk-batuk dan terjatuh tak sadarkan diri. Fae yang melihatnya segera memerintahkan pasukan untuk pergi dari sini untuk mengamankan Alana. Beberapa pasukan akhirnya pergi menyelamatkan Alana.
Agi yang tak terkontrol kini menyerang ke arah Fae, dengan cepat Fae menghindar lalu segera memanggil Dewa Tanah, Gaia untuk melakukan penyerangan balik. Sinar kembali menyilaukan ladang kosong itu, dan terjadi benturan besar. Tanah retak terbuka, sosok kolosal bangkit dari bawah menjulang tinggi. Raksasa itu kemudian menghantamkan tinjunya ke tanah, Agi terhempas di udara dan terjatuh, bumi bergetar kembali.
Shala dari jauh melebarkan matanya terkejut dengan hal itu, “Gaia? Fae? Kenapa dia bisa ada di sini…?” Shala terheran.
“Yang Mulia, Raja Moriad menyuruh kami untuk retreat, pertempuran Dewa ini sudah semakin berbahaya…” kata salah seorang pasukan Moriad padanya.
Shala pun terdiam, dan dia melihat kembali kini pertempuran para Dewa tersebut lalu bergumam, “Fae, aku mengandalkanmu,” lalu Shala berlari pergi untuk kembali ke Moriad.
Fae masih berada di lapang tersebut untuk menahan serangan Agi. Agi kembali bangun dan murka, Caela mencoba melihat ke arah serangan dia terkejut bahwa yang menyerangnya adalah Gaia.
“... Fae…” Caela bergumam dalam hati, namun Agi sudah tak terkontrol ada kontrak yang belum selesai dengan Caela dan Agi. Caela yang masih dalam wujud Agi pun berdiri di tepi ladang yang hangus, nafasnya terengah-engah, api masih menari-nari di sepanjang kulitnya seperti denyut nadi kedua. Kawah-kawah menghantam tanah di sekitarnya, uap mengepul dari tanah yang terkoyak. Apinya telah menguasai langit tetapi sekarang tanah di bawah kakinya mulai bergemuruh.
Para Dewa tersebut beradu tinju, lapang kini sudah banyak hempasan debu, banyak pasukan dari dua sisi yang terlempar akibat pilar tanah dan tumbang akibat hal tersebut. Fae dengan cepat berlari dengan sihirnya membuat sebuah barrier dan berlari mendekat ke arah mereka. Dia melompati segala bentuk serangan dan batu yang terlempar, mencoba melacak kehadiran seorang.
“Valia! Di mana kau?! Hentikan semua ini!” Fae berteriak di tengah lapangan, masih berpikir bahwa yang memanggil Agi adalah Valia, dan ingin mencari keberadaannya dan menghentikan semua ini.
Caela bisa mendengar jelas suara Fae dari kejauhan dalam wujud Agi, di tengah pertempuran bersama Gaia itu, Caela lengah, Gaia melemparkan banyak pilar ke arahnya, dia sedikit terlambat untuk menghindar, dengan reflek Agi hanya mengeluarkan serangan apinya. Beberapa pilar itu hancur namun juga mengenai Agi, dia pun jatuh dari udara.
Fae menahan pandangannya dengan lengannya, melihat Gaia yang masih berdiri kokoh dan Agi yang mulai tersungkur. Apinya berkelip-kelip hendak ingin padam. Fae terdiam sejenak, Gaia pun terdiam. Dirasa kondisi sudah aman Fae pun buru-buru lari ke arah sumber energi, sangat dekat dengan para Dewa.
Fae melangkah perlahan, Agi tak sadarkan diri—begitu juga Caela. Fae pun memanggil kembali Gaia untuk masuk ke dalam kristal. Fae mulai berkeringat, nafasnya sedikit tidak stabil, dia melangkah lagi, hingga tiba-tiba cahaya bersinar kembali. Saat mulai redup, Fae kembali membuka matanya dan terkejut, bahwa ada sosok Caela tak sadarkan diri di situ.
“Caela!” Fae melebarkan matanya, dia pun berlari ke arah Caela dan bersimpuh, dan melihat keadaannya.
“A-apa maksudnya semua ini…?” Fae terkejut bingung mengapa Dewa Agi berubah wujud menjadi Caela, dia pun hendak menyentuh Caela namun terhenti—takut vision dan suara Dewa itu kembali muncul. Namun Fae menggeram, dia tidak peduli dia mencoba mengangkat Caela dan vision itu, suara para Dewa datang kembali dengan begitu jelas, intens, tanpa henti.
“Sial! Aku akan membawamu kembali, Caela bertahan lah!” teriaknya sambil terus berlari dan kelelahan akibat semua ini.
***