Laluna: 'Aku mengira jika suamiku benar-benar mencintaiku, tetapi aku salah besar. Yang mengira jika aku adalah wanita satu-satunya yang bertahta di hatinya'.
Jika itu orang lain, mungkin akan memilih menyerah. Namun, berbeda dengan Luna. Dengan polosnya Dia tetap mempertahankan pernikahan palsu itu, dan hidup bertiga dengan mantan muridnya. Berharap semua baik-baik saja, tetapi hatinya tak sekuat baja.
Bak batu diterjang air laut, kuat dan kokoh. Pada akhirnya ia terseret juga dan terbawa oleh ombak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon retnosari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Morgan (Fitnah di toko Pan)
Seperti hari-hari sebelumnya. Luna kembali pada aktivitasnya. Ia mulai kembali ke toko dan melupakan kejadian tempo hari, di mana Ayuta berusaha menghancurkan rumah tangganya.
Saat ini di rumah.
“Mas, aku ke toko. Lalu, jam berapa kamu berangkat kerja?” tanya Luna di mana wanita tersebut bersiap untuk keluar. Namun, ia malah melihat jika suaminya masih tetap duduk santai.
“Nanti,” jawab Aroon dengan singkat.
“Ada masalah?” tanya Luna, lalu ia pun duduk di samping suaminya.
“Tidak ada.” Jawan Aroon, ia tersenyum menggenggam erat tangan Luna.
“Kamu yakin,” ucap Luna memastikan.
“Tentu, pergilah aku akan berangkat nanti.” Jawab Aroon karena memang tidak ada masalah di kantornya.
Luna tidak beranjak, ia meletakkan kembali tasnya. Mengubah posisinya dan langsung meletakkan kepalanya di bagian paha Aroon.
Aroon pun mendapat perlakuan tersebut, merasa sedikit heran dengan sikap Luna akhir-akhir ini. Itu karena, selama pernikahan belum pernah istrinya menjadi sosok manja. Namun, hari ini ia melihat jika betapa manisnya ketika Luna bermanja-manja kepadanya.
“Sayang, tahukah kamu apa yang aku inginkan darimu?”
Luna mendongakkan kepalanya, agar ia bisa melihat wajah dari sang suami. “Memangnya apa,” jawab Luna.
“Menginginkan kamu seperti sekarang.” Jawab Aroon dengan seulas senyuman.
“Maka aku akan melakukannya setiap detik, setiap waktu, bahkan sampai kamu akan bosan dengan sikapku. Kelak jangan menyalahkan aku dengan perubahanku ini,” terang Luna.
“Di dirimu, tak ada sedikitpun yang bisa membuatku bosan. Lalu, … haruskah kita pergi bulan madu.”
Entah sejak kapan Aroon memikirkan ide barusan, hingga mulutnya tanpa sadar mengatakan tentang ‘bulan madu’ yang belum pernah ia rasakan semenjak menikah.
Alhasil Luna pun yang mendengar langsung tersedak ketika penuturan dari mulut Aroon. Bulan madu? Bahkan usia pernikahan mereka sudah berjalan satu tahun lebih. menurut Luna, bulan madu bukanlah sesuatu yang penting. Mengingat usia keduanya bukan lagi muda dan sepertinya sudah tak ada waktu untuk memikirkan bulan madu.
“Sayang, kamu baik-baik saja?”
Lalu Aroon mengusap dada Luna, agar batuknya tidak terus menerus akibat tersedak.
“Kamu bilang apa tadi Mas.” Luna pun meminta Aroon untuk kembali mengatakannya.
“Bulan madu, bukankah selama kita menikah belum pernah merasakannya? Jadi mari kita buat rencana,” ujar Aroon dengan penuh semangat.
Helaan napas Luna begitu berat, lalu mengusap pelipisnya karena merasa itu semua tidak perlu.
“Mas, kenapa baru sekarang kamu memikirkan rencana itu? Lantas ke mana saja selama ini, huh!”
Aroon hanya bisa melongo melihat reaksi Luna. Bahkan ia sendiri tidak sadar ke mana saja selama ini, karena baru mengatakannya hari ini.
“Sudahlah, aku tidak menginginkannya. Membuang waktu saja,” dengus Luna dan kembali meletakkan kepalanya seperti posisi awal.
“Lun, kamu yakin tidak menginginkannya?” tanya Aroon sekali lagi.
“Tidak, lagi pula kita bukan anak muda lagi. Lihat saja rambut kamu yang mulai beruban, haruskah bersikap konyol.” Jawab Luna karena tidak tertarik yang namanya bulan madu.
Aroon pun mendesah, merasa jika Luna sengaja mengerjainya. Faktanya di usianya yang ke 40, rambut miliknya tetaplah hitam.
“Apa kamu menolak hanya karena baru mendapatkan rencana ini,” ujar Aroon karena ingin memastikan saja.
“Tidak, karena memang hal semacam itu tidaklah penting.” Jawab Luna lagi.
Keduanya masih berada di rumah. Memulai perdebatan kecil hingga tak ada yang bekerja. Mungkin inilah yang namanya betapa berharganya waktu kebersamaan, sibuk mengurus bisnis hingga lupa oleh sesuatu.
Sedangkan di lain tempat.
“Lihat logo ini, lihat! Jelas-jelas roti di tanganku dari sini.” Seorang wanita dengan angkuhnya kembali mencari keributan di dalam toko.
Saat ini, tepat pukul dua siang di mana bisnis yang digeluti oleh Luna tidaklah pernah gagal. Namun, keberhasilannya dimanfaatkan oleh seseorang.
“Nona, toko kita tidak pernah menjual makanan kadaluarsa. Jikapun memang itu dari toko ini maka saya sebagai kepala toko akan bertanggung jawab,” ujar Devi.
“Ganti rugi saja tidak cukup. Bahkan jika ada yang memakannya, bukankah itu sama saja menghilangkan nyawa orang? Baiknya toko ini ditutup!” Suara penuh keberanian dari seorang perempuan yang kini tengah dikerubungi oleh para pelanggan, berusaha menjatuhkan usaha orang lewat fitnahan.
“Nona, kita meminta maaf. Ini hanya ada satu roti dan itu juga bentuk kelalaian kita. Mohon untuk bermurah hati karena rumor ini menyebar, maka tamat sudah riwayat kita.” Dengan penuh permohonan Devi pun meminta maaf.
“Benar ini adalah kelalaian kalian, tapi kita semua tidak menjamin jika di kemudian hari akan melakukan kecurangan lagi!”
Ucapan wanita tersebut seketika mengundang kegaduhan. Meminta toko Pan tutup. Roti yang terlempar oleh beberapa pelanggan, lalu mengobrak-abrik tiap rak dan kembali membuangnya.
Para karyawan pun sudah berusaha meredamkan amarah semua orang. Sayang, mereka telah termakan hasutan dari wanita di mana datang tempo hari. Mirisnya kepala toko dan pegawai lainnya tidak menyadari akan hal itu.
“Berhenti! Aku bilang berhenti.” Suara teriakan karyawan tidak digubris. Meski salah satu dari mereka sudah menghubungi pemilik toko Pan tersebut.
“Lihat kemarahan mereka, jika tidak bisa menjalankan toko ini dengan baik. Maka alangkah baiknya tutup saja,” ucap dari perempuan tersebut.
“Siapa kamu? Bahkan kita semua tidak pernah membuat masalah. Bisa-bisa membuat fitnah dengan begitu kejam!” Kepala toko yang tak tahan, mencoba melawan.
Bukan hanya di dalam, bahkan di luar sana banyak juga yang menonton kericuhan tersebut.
Masih dengan suasana kacau. Tidak lama setelah karyawan berhasil menghubungi pemilik toko, akhir.ya orang yang ditunggu-tunggu telah datang
“Berhenti kalian!” teriak seseorang dengan amarah membuncah.
“Siapa yang membuat kekacauan di toko Pan ini?” tanya Aroon dengan wajah merah padam, dan betapa tidak dirinya mereka telah menghancurkan bisnis sang istri.
“Dia!”
“Itu orangnya.”
“Dia yang berkata jika toko ini telah menjual roti kadaluarsa.”
Semua orang menunjuk ke arah wanita berparas cantik, dengan begitu anggunnya. Namun, siapa sangka jika dia adalah seorang provokasi dan menghancurkan bisnis seseorang.
Setelah mengetahui siapa dalang dibalik kekacauan itu. Aroon bersama dengan Luna, perlahan melangkah untuk meminta penjelasan dari wanita tersebut.
“Siapa kamu? Beraninya menghancurkan toko ini.”
“Kalian tidak bisa mengelak. Bahkan buktinya masih ada di tanganku,” ujar perempuan tersebut.
“Nona, bahkan kita merasa jika Anda tidak pernah datang ke sini.” Kali ini Luna angkat bicara, merasa aneh dan suaranya terdengar familiar.
“Toko ini seharusnya memang tutup. Kalian sudah menjual roti yang tak layak, haruskah pihak polisi ikut turun tangan!” Masih tidak menyerah, wanita yang menyamar itu pun akan terus membuat lawannya hancur.
“Tunggu, kenapa suara wanita itu sedikit mirip ….”
Dalam hati Aroon pun tidak berhenti bertanya-tanya, suaranya tak asing dan menurutnya sang provokator adalah orang yang sama dengan isi hatinya
lagi hamil?
lanjut thor ceritanya