Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 34.
Dalam keheningan malam ...
Suasana tak begitu dingin tak juga panas, jiwa wanita satu itu masih menatap langit kosong yang tanpa bintang menemaninya, bulan-pun seakan bersembunyi dibalik awan hitam seolah enggan menatapnya, dia tengah sendirian.
tangannya menggenggam kuat besi penghalang yang menancap ditembok cor, begitu sunyi tempat itu se-sepi hatinya yang kini sudah tak lagi berarti bagi seorang gala—pria yang sudah lama ia mimpikan menjadi miliknya.
Suara langkah terdengar mendekatinya, sosok yang memakai mantel berwarna hitam itu berdiri disampingnya, berdehem dan membangunkannya dari lamunan yang dipenuhi kehaluan.
"Bagaimana? Apa om sudah membunuhnya?" tanya wanita itu.
"Sudah, sesuai keinginanmu aku sudah membunuhnya. Sekarang janjimu, aku ingin kau membawanya padaku," sahut sosok serba hitam tersebut.
"Aku akan membawanya, tapi jangan membunuhnya. Aku tak bisa janji, jika kau membunuh orang yang ku sukai maka—" ucapan wanita itu terhenti kala sebuah benda ditodongkan padanya.
"Berani kau mengingkari janji, pelurunya akan bersarang dikepalamu," ancam sosok tersebut, yang terdengar menggelegar membuat wanita tersebut diam ketakutan.
"Tapi aku mencintainya, Om. Please, jangan bunuh dia," pinta wanita itu dengan suara bergetar.
"Cinta, huh!" hina sosok tersebut, merendahkannya setelah pengalaman pahit yang didapatnya karena kesalahannya sendiri.
"Kau pikir, aku tak tahu. Kau hanya menginginkannya bukan mencintainya, cinta itu sudah mati didunia ini. Kau hanya diperbudak olehnya," ujar sosok itu yang kemudian pergi meninggalkan wanita itu.
Kaki wanita itu terasa lemas seakan tak ada tulang, ia ambruk terduduk namun tangannya masih menggenggam penghalang tepi gedung yang terbengkalai. Gedung lama yang sudah tak terpakai, bekas penusaha rental mobil yang bangkrut beberapa tahun silam.
Dalam cahaya lampu kuning, ia menangis lirih atas kebodohannya karena mengikuti ajakan kerja sama yang gila. Ingatannya berputar kala pertemuan pertama mereka yang membuatnya terpaksa mengikuti pikiran jahatnya.
"Bukankah kau ingin menyingkirkannya, aku akan membantumu. Asal kau memberikan gala padaku, kau ingat, berikan gala padaku."
Kalimat itu masih terngiang ditelinganya, menghantam jiwanya yang perlahan menjadi lemah.
"Dasar bodoh! Bodoh!" teriaknya ditengah isakan.
Tak ada siapa pun disana selain dirinya, ia bebas menangis sesukanya sehingga ia meluapkan kekesalannya ditempat itu, pada dinding yang sudah berlumut, pada lantai yang kotor dan diruang yang dipenuhi barang lama yang sudah tak terpakai.
Tak bisa lagi ia mundur apalagi jika berlari, sosok tadi akan mengejarnya untuk mengambil nyawanya, sebagai pengganti ingkar janjinya, apapun yang ia lakukan?
Semua sudah terlambat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Gala terbangun ditengah malam, ketika tubuh syahla bergerak memeluknya dengan erat seperti guling yang dipeluk oleh penidurnya. Ia menelentangkan tubuhnya sambil mengucek matanya dan melihat jam dinding yang ada dikamarnya, waktu dinihari dimana orang masih terlelap dalam mimpinya.
Ia kembali memiringkan posisinya menghadap syahla dan membalas pelukan istrinya untuk tidur lagi, namun ia mulai kesulitan untuk menenangkan pikiran yang terus melayang disekitar otaknya. Perkataan arhan dan ari tentang rian, juga orang yang bersekutu dengannya adalah orang disekitarnya.
"Kenapa jadi seperti ini?" Gumam gala memijat keningnya yang terasa pening.
"Mas gala mah bangor," igau Syahla seperti biasa.
Gala tersenyum, setiap malam syahla selalu mengigau begitu, meski tak tahu cerita yang ada dalam mimpi istrinya tapi ia senang karena dirinya muncul dimimpi sang istri.
"Lucu banget, sih." Gala terkekeh pelan.
"Lagi mimpiin aa, ya neng," ujarnya lagi, ingin menggodanya sayangnya lelap banget dan kasihan juga karena syahla kalau bangun gak tidur lagi.
istrinya gala itu lebih memilih menghabiskan waktu saharnya dengan shalat malam, dilanjutkan dengan membaca Al-kitab hingga subuh menjelang dan mulai beraktivitas pagi.
Ia merapikan anak rambut istrinya, mencubit pelan pipi tirus itu sembari terus menatapnya—ia gemas.
Gala masih betah menatap wajah itu, ia mencoba kembali menyusul syahla ke alam mimpi yang indah. Namun, baru juga terpejam entah apa yang terjadi dalam mimpi syahla, hingga membuat gadis itu mengangkat kakinya dan mendaratkannya dipaha lelaki itu.
Ssss
Pria itu berdesis lalu meringis memegang pahanya, hampir saja mengenai kejantanannya dan membuatnya kehilangan mahkota kelakiannya.
"Dia mimpi gelut atau apa, sih? Sampai main kaki segala," gerutu lelaki itu yang akhirnya tidur membelakangi syahla.
Namun ...
"Mas gala bangor, udah dua ronde masih minta lagi," igau wanita itu lagi.
Mata gala yang sudah terpejam-pun langsung terbuka lebar, ia menengok kebelakang dan melihat istrinya senyum-senyum sendiri dengan mata yang masih merem
Kembali gala membalikkan badannya untuk berhadapan dengan istrinya yang otaknya sudah setengah ngeres.
"Sasa, elo mimpi apa, sih?" tanya Gala penasaran dengan nada yang kian tinggi.
Tentu saja wanita itu tak menjawabnya karena ia sedang berada dialam mimpi, bukan dialam nyata seperti gala.
"Sasa tergala-gala tahu, gak sih," ujar Syahla lagi dan masih dalam kondisi mengigau.
"Eh, buset. Dia kayaknya kebanyakan makan goreng tempe, tahu plus sayur asem," kesal Gala tapi bibirnya mengulas senyum.
Dia bukan lelaki bloon yang tak tahu maksud perkataan istrinya dalam mimpi barusan, antara kesal, senang dan bangga hingga kepercayaan dirinya melonjak sekian persen.
"Dua ronde, ah ... Sat set aja nanti," pikirnya jadi senyum-senyum sendiri, "dua ronde hahaha."
Gala tertawa bangga mendengar istrinya berseru heboh, malam ini hingga menjelang subuh gala tak bisa tidur lagi karena mengingat apa yang syahla ucapkan dalam mimpi.
Hal seperti ini saja membuatnya bahagia lebar, layaknya hiburan stand up comedy gala merasa terhibur dan tertawa tiap kali mengingatnya. Kata yang tersusun dalam kalimat tersebut seakan menjadi quotes penting dalam hidupnya, ia akan mengingatnya setiap malam pasti ia akan muncul kedalam mimpinya lagi, ia akan menunggu quotes selanjutnya.
Sepeti inilah betapa random dan recehnya pasangan satu ini.
...
...
Keesokan harinya ...
Diruangan yang menjadi tempat utama dan no satu di perusahaan pangan, gala menyandarkan punggungnya dikursi kebesarannya sembari menatap langit kantornya yang serba putih, rasanya seputih mimpinya yang mulai menampakan warna lainya.
Ia tersenyum kala ingat kata 'mimpi', konyol memang mimpi yang ada muncul semalam tapi itu punya rahasia dan efeknya sendiri seperti halnya sekarang gala tak bisa melupakannya barang sedetik-pun.
Suara pintu diketuk terdengar lalu terbuka menampakkan jena yang datang membawa berkas pekerjaan, wanita itu duduk dikursi yang berhadapan dengannya hanya terhalang oleh meja kerja.
Ia menyerahkan berkas itu dan gala membuka dan memeriksanya, tak ada percakapan ataupun suara yang keluar dari bibir keduanya, suasananya begitu hening hingga gala selesai menandatangani berkas yang dibawa jena tersebut.
Jena diam enggan untuk pergi, ia ingin mengatakan sesuatu tapi ia ragu.
"Ada apa?" tanya Gala yang akhirnya memulai percakapan mereka karena jena tak juga kunjung pergi.
"Bisakah kita bertemu, sebentar saja," pintanya seakan begitu penting atas pertemuan tersebut.
"Bukankah sekarang kita sedang bertemu." Gala menyandarkan kembali tubuhnya dan memejamkan matanya.
"Di cafe biasa, please!" kata Jena dengan sangat.
Gala membuka matanya lalu menggelengkan kepalanya, menolak pertemuan itu tanpa kata dan alasan yang keluar dari bibirnya.
"Gue mohon, Gala," melas Jena.
"Apa lagi rencana elo, jen?" tanya Gala yang membuat alis jena bertaut.
"Maksud, elo?" Jena berbalik tanya tak paham.
Gala ingin menolak tapi ia juga penasaran akan apa yang jena rencanakan, meski begitu ia harus mengakhiri kejahatan gadis dihadapannya. Dua lelaki itu mengatakan jena adalah orang yang membawa rian ke apartemennya, dalam cctv itu wanita itu berbicara dengan penjahat yang hampir saja merusak mental istrinya.
"Baiklah," ucap Gala setuju pada akhirnya.
Jena berseru ria dalam hati, ia akan memanfaatkan situasi ini yang sulit untuk didapatkan, persiapan sudah matang dan rencana siap terlaksana.
Gala masih membaca alurnya, ia akan masuk kedalam rencana itu dan menghancurkannya sebagai alasan bahwa ia tak lagi percaya pada jena.
...
...
Sore harinya ...
Jena menunggu kedatangan pria yang dicintainya, bibirnya tak berhenti tersenyum barang sedetik-pun, momen langka yang akan menjadi akhir dari hubungan keduanya yang tak sekedar saudara panti asuhan.
Gala datang dan duduk tepat dihadapan jena, tak ada hal yang mencurigakan semuanya terlihat murni.
Sampai ia mencium aroma enak dalam kopi kesukaannya, ia tetap tersenyum pada wanita yang menyukainya setengah mati. Menunjukan betapa pedulinya ia sebagai saudara bukan hanya sebagai teman saja, tapi sebagai wanita yang selalu ada untuknya.
"Enak, kan kopinya?" ujar Jena tersenyum menatap gala.
Hanya deheman yang keluar dari mulut lelaki yang masih mengenakan jas formalnya.
suara alunan musik yang merdu dan romantis itu menggema diruang private yang jena pesan, ia sengaja mengaturnya agar suasana itu membuat mereka tampak seperti sepasang kekasih yang tengah berkencan.
"Ga, gua dijebak. Gua minta, elo bantuin gue. Bisakah ga?" tutur Jena memulai percakapannya.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Gala sedikit ketus.
"Gue gak tahu, yang jelas ia mengikuti gue terus," ujar Jena dengan wajah yang tampak cemas, entah itu drama atau memang benar adanya gala tak yakin.
"Lalu?" tanya Gala meminta selanjutnya.
"Bisakah gue tinggal di rumah elo?" pinta Jena tanpa tahu malu.
Yap, seperti itulah ciri-ciri pelakor karena pelakor modalnya cuma gak tahu diri.
Tak apa jika ada syahla, jena yakin ia bisa menyingkirkannya perlahan dan setelahnya ialah yang akan menjadi nona gala. Rencana yang mudah bukan, ia yakin akan berhasil dengan mudah karena ia tahu seperti apa gala yang mudah mengasihani seseorang.
Lelaki itu mulai paham alur rencana yang dibuat jena. Ia tersenyum lalu menautkan jemarinya diatas meja, ia tatap wajah wanita yang sekarang jadi antagonis dalam hidupnya.
"Sungguh jebakan yang tak bermutu," sindir Gala dengan dingin.
Jena mengernyitkan sebelah alisnya, kata yang keluar dari bibir lelaki itu membuatnya tak mengerti.
"Maksud elo, Ga?" tanya Jena.
"Elo sengaja, kan. Sudah mencampurkan obat kedalam kopi yang seharusnya gue minum," ungkap Gala dengan nada muak.
Jena terdiam ia berpura-pura tak paham, "Apa maksud elo, Ga?" tanyanya.
Gala menggeser cangkir yang berisi kopi latte ke hadapan jena lalu menukarnya dengan milik jena.
"Minumlah, setelah ini kita jalan-jalan ke vila. Bukankah elo ingin pergi ke vila kelurgaku," ucap Gala membujuknya.
Ia ingin tahu seberapa jena akan meyakinkannya, tentang minuman yang sudah dicampur dengan obat perangsang itu dalam bentuk latte tersebut. Rencana lama yang biasanya pelakor atau wanita yang ingin merubah nasibnya menjadi orang kaya dengan tema one night stand.
Rencana yang selalu berhasil membuat drama play victim, dengan mengatakan kesuciannya sudah ternoda lalu berpura-pura depresi agar mendapatkan iba dan segala yang diinginkan.
"Gue sudah berhenti minum kopi, apa rasanya tak enak? Gue ganti kalo elo mau," jawaban Jena sangat yakin dan ia berpura-pura memanggil pelayannya.
Gala tersenyum kecut.
"Tak perlu, gue akan meminumnya," ujar gala lalu mengambil kembali kopi latte itu dan menikmatinya.
Jena bernafas lega, "Syukurlah."
Wanita itu tersenyum melihat kepuasan dalam rencananya, ia melihat kopi itu perlahan diteguk habis hingga tak tersisa membuatnya sangat yakin akan rencana selanjutnya.
Tak lupa ia juga meminum jus avocado kesukaannya, menikmatinya sampai tetes akhir, anggaplah ia tengah merayakan keberhasilan momen yang ditunggunya—malam yang akan merubah hidup dan statusnya.
Mereka berbicara seadanya, sampai gala merasakan kepalanya pusing saat itulah rencana dimulai.
Jena membawa gala ke hotel, bukti rekam akan segera dinyalakan saksi-saksi akan melihat mereka berjalan bersama, media sosial akan menjadi alat tentang hebohnya hubungan penerus Askara group.
Di kamar 96 ...
Jena membawanya masuk keruangan yang sudah ditata indah semirip malam pengantin, semerbak bunga tercium wangi menguar di udara kamar itu, kelopak mawar merah yang sudah disusun rapi berbentuk love ditengah ranjang dengan sprei berwarna putih.
Akan menjadi saksi pergulatan mereka malam ini, malam yang akan jena berikan pada pria yang diincarnya sejak lama. Dimana kesuciannya akan dilepas oleh pria itu dan menanam benih dari hasil perbuatan malam yang dibilang nahas itu.
"Kenapa rasanya panas," ucap Jena mengibaskan tangannya pada lehernya.
"Apa karena gala?" Ia tertawa puas melihat lelaki itu sudah terkapar diatas kasur empuknya.
Ia pergi kekamar mandi untuk mengganti pakaiannya dengan gaun yang s*ksinya terlihat bak tanpa baju. Segalanya ia persiapkan termasuk diri sendiri dan penampilannya, untuk menjadi makanan enak pria yang sudah menunggunya diluar, pria yang sebentar lagi akan menjamahnya meski tanpa kesadaran penuh.
Namun, ia merasakan tubuhnya aneh. Serasa panas menjalar ke sekitar area penting yang membuatnya tak sabar ingin bergulat.
"Kenapa rasanya panas banget?" gumam Jena mengibaskan lehernya yang putih jenjang itu lalu mengambil nafas dalam-dalam, mengulanginya terus tapi gejala itu tak kunjung reda.
"Sudahlah, jena. Ayo kita mulai!" ujar nya pada dirinya sendiri yang terpantul jelas dicermin yang ada di kamar mandi.
Ia keluar untuk menjual harga dirinya, sayangnya orang yang seharusnya diatas ranjang tak ada ditempatnya.
"Gala, gala sayang," panggilnya dengan lembut.
Bibirnya tersenyum kala sosok itu ternyata tengah berada disofa panjang, sendirian dan meminum wine yang sudah ia sediakan dimeja.
Namun wajahnya terlihat buram dimatanya karena lampu utama dimatikan, dan cahaya remang-remang menggantikannya menjadi suasana syahdu malam ini, tapi jena yakin itu gala karena rambut dan jas yang dipakainya masih sama.
Ia duduk disampingnya, tersenyum manja dan merayunya disaat lelaki itu sudah dalam keadaan mabuk.
Semua terjadi begitu mudah bagi jena, malam indah itu benar-benar terjadi sesuai keinginannya.
"Gala!" jeritan wanita itu dalam kegelapan malam yang menandakan sesuatu miliknya sudah pecah.
Ia sudah ternoda dan terjamah oleh pria yang ia cintai, gala.
Lalu ...