Finn kembali untuk membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya. Dengan bantuan ayah angkatnya, Finn meminta dijodohkan dengan putri dari pembunuh kedua orang tuanya, yaitu Selena.
Ditengah rencana perjodohan, seorang gadis bernama Giselle muncul dan mulai mengganggu hidup Finn.
"Jika aku boleh memilih, aku tidak ingin terlahir menjadi keturunan keluarga Milano. Aku ingin melihat dunia luar, Finn... Merasakan hidup layaknya manusia pada umumnya," ~ Giselle.
"Aku akan membawamu keluar dan melihat dunia. Jika aku memintamu untuk menikah denganku, apa kamu mau?" ~ Finn.
Cinta yang mulai tumbuh diantara keduanya akankah mampu meluluhkan dendam yang sudah mendarah daging?
100% fiksi, bagi yang tidak suka boleh langsung skip tanpa meninggalkan rating atau komentar jelek. Selamat membaca dan salam dunia perhaluan, Terimakasih 🙏 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 : TDCDD
Setelah ngobrol-ngobrol dikantor, Tuan Andreas membawa Finn ke markasnya. Tujuannya membawa Finn kesana adalah untuk memperkenalkan bisnisnya pada calon menantunya itu.
Tuan Andreas menunjukkan ruangan yang dia pakai untuk penyimpanan senjata-senjata ilegal, dia pun menceritakan tentang bisnisnya yang dia rintis sejak usia muda itu. Tuan Andreas sangat berharap kelak Finn akan menjadi penerusnya dan bisa melanjutkan bisnis-bisnis ilegal yang sudah dia jalani selama berpuluh-puluh tahun.
Dibelakangnya, Reno mengekor. Sesekali pria itu mengangguk dan menjawab jika Tuannya berbicara padanya.
"Yang disebelah sana itu ruangan apa, Om?" tunjuk Finn pada pintu ruangan yang tertutup rapat. Pintu ruangan itu terbuat dari besi dan didepannya ada dua orang yang berjaga.
Tuan Andreas tersenyum tipis, "Belum saatnya kamu mengetahui tentang ruangan itu, Finn. Jika saatnya tiba, kamu pasti akan mengetahui apa yang ada didalam sana,"
Tuan Andreas melangkahkan kakinya keluar ruangan, diikuti oleh Finn dan Reno dibelakangnya. Sebelum keluar, Finn menatap kembali pintu ruangan yang tertutup rapat itu, dia yakin ada sesuatu yang disembunyikan didalam sana, tapi entah apa itu.
"Bagaimana Finn, apa kamu tertarik dengan bisnis Om ini?" tanya Tuan Andreas saat mereka sudah berada diluar, suasana diluar bahkan sudah gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
"Aku sangat tertarik dan tertantang, Om. Kapanpun Om mau, Om bisa melibatkan aku dalam bisnis ini," jawab Finn, seolah-olah dia sangat tertarik dengan bisnis ilegal itu.
Tuan Andreas tertawa, tak disangka ternyata calon menantunya ini begitu tertarik dengan bisnisnya. "Om senang jika kamu tertarik. Oya Finn, setelah ini kamu mau langsung pulang atau..."
"Aku mau kembali ke kantor dulu, Om. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku cek." potong Finn cepat, "Kalau Giselle, mungkin dia sudah pulang bersama dengan Glenn."
Tuan Andreas mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kalau begitu Om akan langsung pulang saja, kamu hati-hati dijalan Finn. Sepertinya kita harus sering-sering ngobrol seperti ini supaya kamu bisa cepat belajar tentang bisnis ini,"
"Tentu saja, Om."
Drrddtt... Drrddtt...
Ponsel Reno bergetar, dia berjalan sedikit menjauh untuk mengangkat telefonnya. Sementara Tuan Andreas dan Finn masih asyik berbincang-bincang sembari menunggu Reno selesai menelfon.
"Maaf, Tuan, Nyonya Sonia baru saja mengabarkan sesuatu," Reno menyela, dia sedikit ragu untuk melanjutkan ucapannya karena ada Finn disana.
"Ada kabar apa?"
Reno melirik ke arah Finn sebelum menjawab, "Nyonya Sonia bilang, jika putri Bi Nilam, Giselle, terjatuh dan sekarang sedang diobati oleh dokter Bima dirumahnya."
Keduanya terkejut, sejak siang Finn memang meninggalkan Giselle dikantor dan belum sempat menghubunginya. Dia hanya mendapatkan kabar dari asistennya jika Giselle sudah pulang bersama dengan Glenn.
"Finn, Om harus segera pulang ke rumah Bi Nilam untuk melihat keadaan Giselle. Terimakasih untuk waktumu," Tuan Andreas menepuk pundaknya, Finn menahan sakitnya karena yang ditepuk oleh Tuan Andreas adalah pundak yang terkena luka tembak semalam.
"Kalau begitu aku ikut dengan, Om. Bagaimanapun Giselle adalah karyawanku, aku harus tau bagaimana keadaannya sekarang," hanya dengan alasan itu Finn bisa menemui Giselle. Jujur dia sangat khawatir sekali.
Tuan Andreas berfikir sebentar, kemudian dia mengangkat kepalanya dan mengangguk, "Baiklah, kalau begitu kita kesana sekarang."
Dengan menaiki mobil yang berbeda, mereka pergi menuju ke rumah Bi Nilam, sementara Reno tetap standby berjaga di markas, takut jika ada penyusup yang masuk.
Sepanjang perjalanan pikiran Finn terus dipenuhi oleh Giselle. Bagaimana bisa gadis itu bisa terjatuh, atau mungkin ada yang sengaja menyakitinya?
Pintu gerbang rumah terbuka, Finn dan Tuan Andreas memarkirkan mobilnya dihalaman rumah. Keduanya langsung masuk ke dalam rumah yang kebetulan pintunya terbuka sedikit lebar itu. Terlihat seorang dokter yang baru saja selesai mengobati dan mengikat kepala Giselle dengan perban. Disampingnya Bi Nilam duduk menemani, wanita itu terus memegangi tangan Giselle dengan wajah yang terlihat sembab karena terus menangis.
"Mas, kamu sudah datang," Sonia yang masih berdiri disana langsung memasang wajah sedih begitu melihat suaminya datang bersama dengan Finn.
"Apa yang terjadi Nilam? Kenapa Giselle bisa jatuh?" tanya Tuan Andreas pada Bi Nilam yang duduk di sofa bersama dengan Giselle. Buru-buru Sonia mendekat sebelum Bi Nilam salah menjawab.
"Giselle tidak hati-hati, Mas, jadi dia terpeleset dan kepalanya membentur tangga," jawab Sonia, wanita itu melihat ke arah Finn. "Mas, kamu datang bersama dengan Finn juga?"
Belum sempat Tuan Andreas menjawab, Finn lebih dulu bertanya. "Luka seperti ini, kenapa tidak dibawa ke rumah sakit saja? Kenapa harus diobati dirumah? Bagaimana jika Giselle mengalami luka serius dan membutuhkan penanganan khusus?"
Sedikitpun Finn tidak mengalihkan pandangannya dari wajah gadis yang sedang duduk terdiam itu. Hatinya bagai ditusuk oleh belati tajam saat melihat kondisi Giselle yang seperti sekarang ini. Perban dikepalanya, dan pipinya yang masih terlihat sedikit memerah seperti bekas tamparan. Satu tangan Finn mengepal kuat.
Sonia terkekeh pelan, "Dokter Bima ini adalah dokter pribadi keluarga Milano, dia ini sudah berpuluh-puluh tahun bekerja untuk keluarga kami. Menurutnya ini bukanlah luka yang serius dan bisa diobati dirumah, Finn. Lagipula Giselle juga menolak untuk dibawa ke rumah sakit, dia ini sangat takut menginjakkan kakinya di rumah sakit. Bukan begitu Giselle???"
Giselle sama sekali tidak bergeming, wajahnya masih tertunduk tanpa mau menatap siapapun yang ada disana. Seandainya dia berkata jujur pun papanya tidak akan mau membelanya.
Tuan Andreas menoleh ke arah Sonia, "Dokter Bima sudah selesai mengobati, ayo kita antar dia keluar,"
Laki-laki itu berjalan lebih dulu keluar, diikuti oleh dokter Bima dan juga Sonia. Dengan alasan ingin mengantarkan dokter Bima keluar, Tuan Andreas sebenarnya ingin bicara berdua dengan Sonia. Dia tau yang terjadi ini pasti adalah ulah istrinya itu, Sonia yang sudah mencelakai Giselle.
Bi Nilam mengusap air matanya dan bergegas bangun, "Silahkan duduk dulu Nak Finn, biar saya buatkan minuman dulu,"
"Terimakasih," jawab Finn dengan senyuman diwajahnya.
Bi Nilam meninggalkan mereka berdua diruang tengah. Langkahnya mendekat, Finn berdiri di depan Giselle, gadis itu masih tidak mau menatapnya.
"Wanita itu yang melakukannya?"
Giselle mengangguk kecil, air matanya tertahan, "Sakit fisik seperti ini sudah biasa bagiku, Finn. Ini tidak ada apa-apanya,"
Suasana kembali hening, Finn mengusap air mata yang baru saja terjatuh diwajah Giselle. Didalam wajahnya, dia bisa melihat ada trauma yang mendalam meskipun gadis itu berusaha untuk menutupinya.
"Mereka yang menyakitimu akan merasakan ganjaran yang setimpal. Aku tidak akan tinggal diam apalagi sampai membiarkan mereka hidup tenang."
Giselle mendongak, menatap wajah Finn yang masih berdiri dihadapannya. "Apa yang akan kamu lakukan?"
"Itu biar menjadi urusanku. Mulai saat ini, mereka yang berani menyentuhmu akan berurusan denganku," jawabnya, membelai lembut rambut Giselle.
...✨✨✨...