Yang Sara tahu, Tirtagama Wirasurya itu orang terpandang di seluruh negeri. Setiap orang membicarakan kehebatannya. Tapi mengapa tiba-tiba dia mau menikah dengan Sara yang hanyalah seorang pegawai biasa yang punya banyak hutang dan ibu yang sakit-sakitan? Sara pun juga tidak pernah bertemu dengannya.
Dan lagi, ada apa dengan ibu mertuanya? Mengapa yang tadinya sangat baik tiba-tiba saja berubah? Apa salah Sara?
Terima kasih banyak untuk semua bentuk dukungannya.
Cygni 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cygni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24-1 : Anak Kucing yang Tersisihkan
[Sara]
Hari ini adalah jadwal Ibu cuci darah. Seperti biasanya, Sara sudah meminta ijin untuk pergi ke rumah sakit. Dan seperti biasanya pula, Agam menyuruh Sara untuk pergi bersama supir.
Semua berjalan normal. Meski Sara sudah tahu dari Agam tentang apa yang dipikirkan Ibu selama ini, tapi Sara tidak banyak bertanya lagi pada Ibu.
Bertanya juga percuma, Ibu tidak akan bercerita apa-apa. Yang terpenting sekarang hanyalah membuat segalanya terlihat normal di depan Ibu. Dan semua kekhawatirannya akan hilang dengan sendirinya. Pelan-pelan tapi pasti, Ibu akan melupakannya.
Kabar baiknya, dokter mengatakan kondisi Ibu dalam keadaan stabil. Bukan membaik, tapi stabil. Artinya Sara bisa tenang untuk beberapa saat hingga saatnya Ibu menjalani ope rasi trans plan tasi gin jal.
Ya, kabar baik lainnya adalah Ibu sedang dipersiapkan untuk menjalani proses penerimaan do nor. Dokter tidak mengatakan kapan tanggal pastinya, tapi proses ini dibutuhkan untuk mengecek sekali lagi kesiapan Ibu sebagai penerima do nor.
Hanya dengan kabar ini saja, Sara sudah bahagia bukan main. Ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Sara sedang berada di dalam lift untuk kembali ke tempat Ibu berada setelah dari ruangan dokter ketika dia melihat seorang anak yang terlihat begitu khawatir. Anak perempuan yang sedang duduk di atas kursi rodanya dengan pakaian resmi rumah sakit.
Sepertinya pasien.
Anak itu terus memandangi ke arah bawah dengan tatapan cemas. Sementara perawat yang sedang membawanya lebih memperhatikan layar lift yang menampilkan nomor lantai yang sedang dituju. Entah apa yang sedang dilihat anak itu.
Lift dalam keadaan penuh karena ada banyak orang memenuhinya. Beruntungnya, di setiap lantai dia berhenti, orang-orang mulai berkurang satu persatu.
Akhirnya, Sara dapat melihat dengan jelas apa yang sedang diperhatikan anak itu. Sebuah kaki sedang menginjak rambut boneka barbienya. Karena posisi orang tersebut berada di pojokan, jadinya dia tidak terganggu dengan orang-orang yang keluar dan masuk. Sehingga, anak itu tidak melepaskan pandangannya dari kaki orang itu.
Sara langsung maju membungkukkan tubuhnya dan berjongkok, mengambili boneka itu seraya menengadahkan kepalanya menatap seorang pria muda.
“Maaf, Mas. Bisa geser sedikit? Kakinya nginjak ini,” kata Sara seraya menunjuk boneka yang diinjak pria itu.
Pria itu langsung mengangkat kakinya. Dan Sara segera mengambil boneka itu dan membersihkan rambutnya dari debu. Baru setelah itu diserahkannya kembali pada anak itu.
“Terima kasih, Kak,” kata anak itu.
Sara membelai rambutnya dan tersenyum. “Sama-sama. Semoga cepat sembuh, ya.”
Anak itu menganggukkan kepalanya dengan semangat.
Lantai 5, dan anak itu pun turun.
Kini tersisa Sara dan pria yang tadi ditegurnya.
Hanya saling senyum, tanpa ada yang memulai berbicara. Hingga pada lantai 7 saatnya Sara untuk turun. Sekali lagi Sara tersenyum sebelum keluar dari lift dan berpisah dengan pria itu.
......................
“Kamu hati-hati ya pulangnya. Salam buat Agam,” begitu pesan Ibu sebelum naik ke dalam mobil dan kembali ke rumah. Ditambah juga dengan titipan makanan untuk Agam, gulai daging sapi.
Kata Ibu, “Agam minta dibuatkan itu.”
Satu lagi keanehan Agam.
Dia tidak hanya doyan masakan dari Ibu. Tapi sekarang kadang-kadang minta dibuatkan sesuatu oleh Sara. Kemarin dulu muffin, tadi sebelum berangkat ke rumah sakit, Agam minta sarapan nasi goreng.
Bayangkan, nasi goreng! Sejak kapan dia makan nasi goreng?
Entah sejak kapan dia menjadi seperti itu. Yang jelas Agam jadi sering meminta Sara membuatkan sesuatu.
Bukan sesuatu yang berat sebenarnya. Hanya saja kaget bukan main dengan perubahan ini. Meski demikian, Sara menganggapnya sebagai satu langkah baru.
Bukankah artinya Mas Agam jadi sedikit lebih percaya denganku sekarang?, begitu pikir Sara. Dan kalau sudah begitu, senyumnya sudah mengembang dengan manis di wajahnya.
Miau, miau ...
Sara mendengar suara anak kucing yang entah dari mana sebelum dia memasuki mobil yang sudah siap akan berangkat. Sara yakin suara mengeong yang melengking dan berulang-ulang itu adalah milik seekor anak kucing yang sedang kelaparan dan sedang memanggil induknya.
Setelah meletakkan bungkus makanan dari Ibu di dalam, Sara tidak naik ke atas mobil dan menutup pintunya, disusul kemudian supir yang mematikan mobil dan mengikuti Sara yang celingak-celinguk mengintip ke dalam tanaman-tanaman yang ada di belakang mobil. Begitu memang kecurigaan Sara.
Kening Sara berkenyit kala setiap inci yang dilihatnya tidak menunjukkan sosok anak kucing. Tapi dia tidak menyerah. Sara terus mencari.
Setelah 3 menit, anak kucing itu akhirnya ditemukan. Tidak jauh juga dari mobil yang Sara tumpangi tadi. Anak kucing berwarna putih dengan 3 bulatan hitam di kaki dan punggungnya. 2 di kaki depan, dan 1 di punggungnya.
Beruntungnya, dia tidak meninggalkan jumper miliknya di dalam mobil. Begitu dia melihat anak kucing itu, Sara membuka jumpernya itu dan diletakkan di atas pangkuannya. Lalu, dengan perlahan, dia mengangkat anak kucing yang umurnya mungkin sekitar 3 minggu ke atas pangkuannya, lalu membungkusnya dengan jumpernya itu.
“Lho, saknoe. Sikile meh telu. (Lho, kasihan. Kakinya cuma tiga),” seru supir yang ada di belakang Sara dan sedari tadi ikut mencari.
Memang benar. Kakinya hanya tiga. Mungkin karena itu juga dia tidak dapat banyak bergerak. Sementara induk dan saudara-saudaranya yang lain entah kemana.
Badannya kurus sekali.
Perlahan-lahan Sara berdiri dengan anak kucing itu dalam gendongannya. Lalu, diserahkannya anak kucing itu ke dalam gendongan supir.
“Bapak disini dulu sebentar, ya. Tolong titip anak kucingnya sebentar. Sebentar, Pak. Sebentaarr saja.”
Sara masih terus memohon pada supir bahkan saat dia sedang berlari. Supir yang tidak bisa melawan permintaan majikannya itu hanya bisa melongo dengan anak kucing berselimut jumper dalam dekapannya.
Cukup lama Sara pergi. Dia ke minimarket hanya untuk mencari susu dan botol susunya. Dengan napas yang sudah terengah-engah – karena terus berlari dari berangkat hingga kembalinya –, Sara mengatur napasnya sebentar begitu tiba.
Tapi yang dilihatnya sedikit mengejutkannya. Anak kucing yang tadinya dia titipkan ke supir sekarang berganti menjadi seorang pria dengan kemeja toscanya yang rapi.
Dimana pak supirnya?
“Mbak yang menemukan kucing ini, ya?,” tanya pria itu saat berbalik dan menemukan Sara sedang berdiri menatapnya.
Sara mengangguk.
Baru akan bertanya supirnya kemana, pria itu menjawab lagi, “Pak supirnya saya suruh kembali saja. Jadi saya yang jagain, Mbak.”
Oh ...
Sara langsung bergerak membuka kaleng susu dan memindahkannya ke dalam botol susu yang baru dibelinya tadi. Pelan-pelan, Sara dekatnya ujung botolnya ke mulut anak kucing itu.
Ditolak pada awalnya. Sara tidak menyerah. Dia belai lembut puncaknya kepalanya. Dikeluarkannya sedikit isi dalam botol lalu diteteskan ke atas mulut anak kucing itu. Anak kucingnya mulai mengecap.
Perlahan-lahan didekatkan kembali ujung botol susunya, dan kali ini anak kucingnya mau meminumnya.
“Alhamdulilah ...,” ucap Sara lirih. Senyumnya kini penuh dengan kelegaan.
“Biar saya yang pegang, Mbak,” kata pria itu.
Sara mengamati pria itu setelah dia memberikan botol susunya. Ada perasaan aneh ketika melihat pria itu.
Dimana ya pernah melihatnya?
Pria itu tetap diam menyuapi anak kucing itu sementara Sara masih berusaha mengingat siapa pria yang ada di hadapannya saat ini.
Tinggi oke, body keren, wajah two thumbs up lah, penampilan boleh. Kemeja tosca. Kenapa akhir-akhir ini aku sering ketemu cowok pakai kemeja tosca? Dulu pertama kali ketemu Mas Agam juga pakai kemeja tosca. Apa lagi musimnya, ya?
“Akhirnya, habis juga. Kenyang deh pasti sekarang,” kata pria itu membuyarkan lamunan Sara.
“Anu ... Di ... itu ...” Sara berusaha memberitahu pria itu dengan gerakan tangannya yang amburadul. Bukan tambah mengerti, pria itu terlihat semakin bingung.
Karena sudah hampir menipis kesabarannya, Sara mengambil jumper miliknya. “Tolong pegangi sebentar anak kucingnya, ya.”
Meski dengan melongo, pria itu menurutinya.
Diambilnya jumper miliknya, lalu diletakkan di depan dadanya, setelah itu Sara mengambil anak kucing itu dan meletakkannya di atas jumpernya itu. Pelan-pelan, dia membelai anak kucing itu.
“Harus dibuat sendawa dulu,” kata Sara yang disambut dengan anggukan kepala pria itu.
Sara memandangi anak kucing itu, kaki belakang sebelah kirinya tidak terbentuk sempurna. Hanya tumbuh tidak sampai setengahnya. Belum lagi tubuh kurusnya.
Sara memperhatikan sekitarnya. Selama anak kucing itu berteriak, tidak ada satu pun kucing dewasa yang mendekat. Padahal, cukup lama juga Sara berada di sana menggendongnya.
Apakah karena dia cacat makanya ditinggalkan?
Kini anak kucing itu sudah tenang. Mungkin rasa kenyang membuatnya mengantuk. Dia tertidur setelah bersendawa tadi. Sekali lagi Sara mengatakan, “Alhamdulilah.”
Nggak mungkin juga kalau ditinggalkan seperti tadi lagi.
Otak di kepala Sara mulai berdebat dengan hati dan perasaannya. Di saat otaknya sedang berpikir secara logika karena khawatir dengan kemarahan Agam. Hati dan perasaannya bisa dengan mudah mengalahkannya karena rasa khawatirnya pada anak kucing itu.
“Lho Mbak, mau dibawa kemana?,” tanya pria itu.
“Biar saya bawa pulang saja. Kasihan kalau ditinggal lagi. Setiap 4 jam sekali dia harus minum susu. Sementara induknya dari tadi nggak kelihatan. Besok saya bawa ke dokter hewan untuk dicek,” kata Sara menjelaskan.
Tanpa menunggu lagi Sara pergi meninggalkan pria itu.
Saat akan masuk ke dalam mobil, Sara teringat sesuatu. “Pria yang di lift!!”
......................
Dengan hati-hati Sara menuruni mobil dengan anak kucing yang masih tertidur dalam gendongannya dan jumpernya yang masih menyelimutinya. Terlihat tenang karena dia baru saja diberi susu ketika masih dalam perjalanan pulang. Sangat berbeda saat pertama kali Sara menemukannya tadi. Dengan jari telunjuknya, perlahan dia membelai puncak kepalanya.
Tapi, sebuah mobil sport mewah entah milik siapa baru saja berhenti di depan rumah menarik perhatian Sara. Rumah Agam berada di ujung jalan, dan berakhir dengan sebuah danau buatan yang mengeliling kompleks itu.
Salah belok kah? Atau tersesat?
Sara lebih terkejut pada orang yang turun dari mobil setelah itu. Dengan melepaskan kacamata hitamnya, dia memandangi rumah Agam. Pria berkemeja tosca. Pria yang dari lift itu!
Saat pria itu berjalan ke arahnya, Sara semakin yakin pria itu akan menuju ke rumah Agam. Tapi untuk apa? Perasaannya sudah gelisah dengan pertanyaan-pertanyaan tujuan pria itu ke sana.
Begitu pria itu semakin mendekat dan berhenti tepat di hadapannya, Sara langsung bertanya dengan ketus, “Kamu nggak ngikutin saya sampai ke sini, kan?”
Pria itu memandangi Sara, lalu tersenyum.
Kok senyum? Dia percaya diri sekali!
“Lho, Den Arya sudah datang, ya?"
Suara Pak Pardi yang baru datang dari dalam rumah jelas mengagetkan Sara.
Den Arya? Siapa Arya?
bayanginnya imuttt
penasaran tiap babnya nih, bagaimana nasibnya yaaa
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
tapi... si mama widia harus dpt ganjarannya..
kasian tapi udh byk korban dr dia sendirii . dihhh :') mangkel