My Mom Is My Super Hero

"Tuan, maafkan kami karena tidak bisa menangkap Ketua mereka," lapor bawahan King menunduk, takut Tuannya ini marah karena ketidakbecusannya.

"Aku yakin dia melarikan diri. Untuk hari ini sudah cukup. Menghancurkan Markasnya sudah menjadi tamparan keras untuknya," jawab King sambil menyesap rokoknya. "Oh, ya. Aku dengar ada yang membantu Cucu ku saat itu. Apa kau tahu siapa mereka?"

"Dari hasil penyelidikan kami, kelompok itu adalah kelompok yang disewa Tuan Gavin, Ayah dari Cicit anda Tuan."

"Kelompok mana itu? Aku tidak ingin kelompok itu sebenarnya adalah musuh ku,"

"Sepertinya bukan Tuan. Kalau tidak salah, kelompok itu adalah kelompok Mafia GEROGRE LORIDZ Tuan." jelas bawahan itu membuat King diam. Kenapa sangat kebetulan sekali.

"Pantau mereka. Jangan biarkan mereka mengetahui tentang siapa Cucu ku," perintahnya tidak ingin Tian mengetahui jika Queen adalah anak dari Chloe. Entah ini egois atau bukan, King yang hidup sendiri tidak ingin Queen diambil oleh mereka.

"Baik Tuan," jawab semuanya dan akan memantau gerak-gerik kelompok GEROGRE LORIDZ yang di sewa Gavin di Negara C ini.

----------------

Rumah Sakit.

Queen perlahan membuka matanya. Dilihatnya seseorang tidur di sampingnya. Matanya mengernyit, siapa pria ini? Queen melupakan jika Gavin Lah yang menyelamatkannya dan membawanya ke Rumah Sakit.

Gavin yang merasakan pergerakan tangan Queen langsung bangun. Menatap Queen yang juga sedang menatapnya. Queen mengerutkan kening, mengingat apa yang terjadi padanya. Kenapa bisa ada Gavin bersamanya.

"Jadi dia yang menyelamatkan ku,"

"Kamu sudah bangun. Bagaimana, apa ada yang masih sakit?" tanya Gavin begitu khawatir.

Queen menggeleng dengan pandangan tidak lepas dari wajah Gavin. "Tidak buruk," Gumamnya melihat perhatian Gavin.

Untuk saat ini Queen masih belum bisa membuka hatinya untuk Gavin. Yang saat ini menjadi prioritas utamanya adalah bagaimana caranya mencari keluarga pemilik tubuh ini dan jika sudah menemukan Queen akan memikirkan kehidupan selanjutnya.

"Tunggu sebentar. Aku akan memanggilkan Dokter untuk memeriksa mu,"

Setelah memanggil Dokter lewat alat yang disiapkan di ruangan itu, Seorang Dokter datang memeriksa keadaan Queen. Dokter mengatakan Queen  sudah jauh lebih baik. Hanya saja butuh beberapa hari memulihkan lukanya.

"Kapan aku bisa pulang?" tanya Queen tidak suka berlama-lama di Rumah Sakit

"Tunggu luka mu benar-benar sembuh, baru kita akan pulang,"

"Aku bosan disini," jawab Queen cemberut. Ini hanya luka ringan menurutnya. Kenapa juga harus berlama di Rumah Sakit membosankan ini.

Gavin yang melihat menghela nafas. Sabar, harus sabar. Itulah kata hati Gavin yang selalu diucapkan jika bersama Queen. Sikap dingin, cuek dan keras kepala Queen membuat Gavin harus ekstra sabar dan penuh kelembutan. Terutama dalam hal mengalah. Jika dirinya tidak melakukan itu, bisa jadi dirinya akan menjadi bahan samsak tinju Queen.

Gavin diam, memikirkan apa yang akan dilakukan agar Queen mau tetap tinggal di Rumah Sakit demi kesembuhan lukanya. Cukup lama berpikir, terbesit dua nama yang pastinya dirindukan oleh Queen.

"Bagaimana kalau kita menghubungi putra kita? Aku yakin kamu pasti merindukan nya,"

Queen yang mendengar langsung bersemangat saat mendengar tentang kedua putranya. Wajahnya begitu sumringah.  Ya, benar. Dirinya memang merindukan mereka berdua.

"Cepat hubungi mereka. Aku tidak sabar ingin berbicara dengan mereka."

"Baiklah, aku akan menghubunginya,"

Gavin mengambil ponselnya dari saku dan menghubungi Nomor Ryan untuk berbicara dengan kedua putranya. Ryan yang melihat panggilan masuk dari Gavin langsung menjawabnya.

"Hmm...ada apa?"

"Papa bersama Devan dan Davin?"

"Mereka bersama dengan Mama mu,"

"Berikan ponselnya. Aku ingin berbicara dengan mereka," pinta Gavin tapi langsung ditolak oleh Ryan. Tidak ingin kedua Cucunya meminta kembali ke Negara C. Jika itu terjadi dirinya dan istrinya akan kesepian.

"Papa sedang ada di perusahaan, jadi maaf tidak bisa membuatmu berbicara dengan mereka," jawab Ryan beralasan. Padahal sesungguhnya dirinya berada di rumah dan keberadaan tak jauh dari mereka berdua.

"Benarkah?" tanya Gavin tidak percaya. Mengetahui orang tuanya yang begitu sayang dengan Devan dan Davin, pasti Papanya tidak merelakan jika mereka berbicara dengannya.

"Tentu saja. Apa kau pikir Papa berbohong?"

Baru saja berbicara seperti itu, terdengar suara Davin dan Devan berteriak memanggil namanya,  membuat Ryan mengumpat kesal.

"Opa.....!"

Mereka berlari menghampirinya. Tuan Ryan yang ketahuan berbohong, menepuk keningnya sendiri karena melihat cucunya begitu ribut saat dirinya berbicara dengan Gavin. Pikirnya, tidak bisakah mereka bekerja sama dengannya.

Sstt.....

Ryan meminta mereka berdua untuk diam.

"Ada apa?" tanya Davin yang ingin tahu kenapa Opa nya memintanya untuk diam.

"Ada teman Opa yang sedang menelepon dan ini hal sangat penting. Jadi kalain diamlah dan jangan berisik." jawab Ryan berbohong.

Baru saja Ryan membohongi Cucunya, suara Gavin terdengar jelas di telinga mereka berdua.

"Davin, Devan," panggil Gavin langsung membuat Davin dan Devan senang. Ternyata yang sedang menghubungi Opanya adalah Ayah mereka. Ya, mereka kini sudah mengetahui bahwa Gavin adalah Ayahnya.

"Daddy! Benarkah itu Daddy?" tanya Davin menatap tajam Opanya. Beraninya Opanya ini membohongi mereka. "Coba lihat," pinta Davin mencoba merebut ponsel yang di pegang Ryan.

"Bukan, ini bukan Daddy mu."

Tapi sialnya lagi, Gavin malah memanggil mereka berdua dan itu membuatnya tidak bisa menutupi kebohongannya lagi.

"Ini Daddy, sayang," panggil Gavin membuat Tuan Ryan mengumpat kesal. Dan mau tidak mau akhirnya dengan terpaksa Ryan memberikan ponsel itu pada kedua Cucunya. Membiarkan Davin dan Devan berbicara dengan Gavin. Dan lebih kesalnya lagi ternyata disana tidak hanya ada Gavin, melainkan ada Queen.