Pernikahan Tanpa Cinta,, bukankah itu terdengar menyedihkan,,???
Bagaimana bisa dua insan memutuskan untuk menikah tanpa memiliki perasaan apapun, bahkan mereka tidak saling mengenal sebelumnya.
Ya,, itu terjadi karena sebuah perjodohan yang di lakukan oleh kedua orang tua mereka.
Persahabatan mereka sejak di bangku SMA dan sampai akhirnya mereka terpisah karena menikah dan ikut dengan suami mereka masing masing, membuat mereka jarang bertemu.
pertemuan terakhir mereka terjadi 10 tahun yang lalu sebelum salah satu dari mereka memilih untuk tinggal di luar negeri karna suaminya di tugaskan disana. Sebelum perpisahan itu, mereka sudah berjanji akan menjodohkan anak mereka..
Keinarra Chan Hei dan Elvano Mahendra menikah atas dasar perjodohan.
Tapi siapa sangka, Keinarra atau yang biasa di nanggil berusaha menggambil hati Elvano atau Vano..
Meskipun awalnya dia tidak menyukai Vano, namun dia berfikir jika pernikahan bukanlah sebuah hubungan yang bisa di akhiri begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Wullandarrie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Berhenti menangis, kamu membuatku tidak fokus.!" Setengah membentak, Vano menegur Keina seraya menoleh sekilas ke arahnya. Wanita di sampingnya itu menangis sejak meninggalkan rumah sakit.
Suara isak tangisnya membuat dia tidak konsen menyetir.
"Mana bisa, aku sedang sedih. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Mama." Sahut Keina sambil terisak. Dia menyambar tisu di atas dashboard dan membuang cairan kental dari hidungnya hingga menimbulkan suara.
Srrotttt,,, srroottt,,,,
Vano kembali menoleh dengan kedua mata yang melotot. Geram sekaligus jijik melihatnya Keina mengeluarkan ingus hingga menimbulkan bunyi yang menggelikan.
"Kau itu jorok sekali.!!" Vano mencibir. Di tatapnya wanita cantik yang kini berkurang kadar kecantikannya setelah membuatnya geli.
"Jorok apanya? Aku membuangnya pakai tisu. Kalau pakai bajumu baru itu namanya jorok." Keina memberikan pembelaan. Dia melempar tisu bekas itu ke dalam tempat sampah di belakang joknya.
Jawaban Keina sontak semakin membuat Vano membulatkan matanya.
"Bukan itu masalahnya.! Tapi ada orang di sebelahmu, apa tidak bisa pelan-pelan supaya tidak menimbulkan suara.!' Vano masih memojokkan Keina. Suara itu bahkan masih terngiang-ngiang saking kencangnya. Entah berapa banyak cairan kental yang menempel di tisu itu hingga membayangkan saja membuatnya mual.
"Oke,, oke,, aku minta maaf." Keina menyentuh lengan Vano, berniat untuk meraih tangan Vano dan mencium punggung tangannyatangannya sebagai permintaan maaf. Lagipula meladeni perdebatan dengan Vano hanya akan membuat misinya gagal.
"Apa yang kamu lakukan.?!" Vano langsung menjauhkan lengannya dan menatap jijik pad tangan Keina. Dia mengira kalau Keina sedang menempelkan cairan hidungnya padanya.
"Kemejaku bisa terkontaminasi virus.!" Sewot Vano.
Keina melongo tak percaya.
"Asataga,, virus apa.? Kamu pikir aku sakit.?"
"Lagipula tanganku bersih." Katanya seraya menunjukkan kedua telapak tangannya pada Vano.
"Sudah diam.! Jangan banyak bicara." Vano tak menggubris, dia meluruskan pandangan dan fokus menyetir.
Keina mencebik kesal lantaran Vano mengacuhkannya.
Memilih membuang pandangan ke luar jendela, dia kembali menangis tanpa suara karna memikirkan sang Mama.
Meski kedua orang tuanya sudah meyakinkan kalau Mama Dessy baik-baik saja, namun sebagai seorang anak yang melihat ibunya dirawat di rumah sakit tentu menciptakan kesedihan tersendiri dalam hatinya.
Terlebih selama ini Mama Dessy tak pernah masuk ke rumah sakit. Keina jadi berfikir kalau Mamanya sudah tak lagi muda dan fisiknya mulai lemah. Di saat-saat seperti itu, seharusnya dia bisa memberikan kebahagiaan pada sang Mama.
Tapi pada kenyataannya sampai detik ini dia belum bisa memberikan kebahagiaan pada Mamanya.
"Mama sudah tidak sabar menggendong cucu,,".
Harapan seorang Ibu pada putrinya kala itu, membuat Keina syok mendengarnya.
Dia sampai tak bisa menjawab dan hanya tersenyum kaku, tak menjanjikan apapun karna sadar bahwa hubungan dengan Vano tak seperti yang mereka pikirkan.
Menarik nafas dalam, Keina merasa terbebani setelah sang Mama mengungkapkan keinginannya beberapa hari yang lalu.
Kedua orang tuanya telah menaruh harapan besar pada rumah tangannya dengan Vano.
Mereka menantikan cucu-cucu yang mungil nan menggemaskan.
"Mungkinkah kami di takdirkan untuk tetap bersama.?"
Batin Keina seraya melirik Vano.
Dia mulai ragu untuk mengakhiri pernikahanya, takut akan menorehkan luka di hati kedua orang tuanya terlebih sang Mama.
Wanita yang sudah mengandung dan melahirkannya itu pasti akan sangat sedih dan terluka jika melihat rumah tangga putrinya berakhir. Sang Mama juga pastinya akan merasa sangat bersalah karna telah menjodohkannya dengan Vano.
Keina tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi pada kedua orang tuanya nanti jika pernikahannya benar-benar kandas.
Kembali membuang pandangan ke luar jendela, Keina memejamkan mata dan mencoba melupaka sejenak permasalahan yang ada. Dia akan memikirkan lagi nanti, dan mengambil keputusan yang tepat.
Melirik Keina sekilas, Vano tampak menghela nafas berat.
Bukan kehidupan seperti ini yang dia inginkan. Menjalani hidup di bawah tekakan kedua orang tuanya atas perjodohan yang terpaksa dia terima.
Belakangan ini Mama Mirna juga selalu mendesaknya untuk segara memberikan cucu.
Hal yang tak mungkin dia berikan karna sampai detik ini dia bahkan belum menyentuh Kein.
Terkadang dia merasa lelah menjalani kehidupannya saat ini. Berada dalam posisi yang sulit namun harus tetap menjaga perasaan kekasihnya.
Sejujurnya Vano tak berniat melakukan kekerasan pada Keina, dia juga terkadang merasa iba setelah berbuat buruk pada wanita yang sebenarnya tidak bersalah.
Namun karna rasa kecewanya yang tak bisa menjadikan Sindy sebagai istrinya, membuat dia akhirnya melampiaskan kekecewaan itu pada Keina dan menyalahkan Keina atas semua ini.
Di ancam tak mendapatkan harta warisan sepeserpun, Vano tak mungkin menolak perjodohan yang di rencanakan oleh kedua orang tuanya.
Dia berfikir jika tak memiliki apapun, maka Sindy akan hidup dalam kesusahan. Sebagai seorang laki-laki, dia tak mungkin membiarkan pendampingnya hidup dalam kesusahan dan kesulitan.
"Astaga. Bagaimana aku bisa melupakan ponselku." Gumam Vano pelan. Sudah 2 jam lebih dia berada di luar, tapi baru ingat kalau dia meninggalkan ponselnya di atas nakas.
Sindy pasti menghubunginya dan sedang menunggunya di apartemen.
Karna ingin mengerjai Keina, dia sampai lupa mengirimkan pesan pada kekasihnya. Bahkan sekarang ponselnya tertinggal di apartemen.
Melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Vano ingin buru-buru sampai ke apartemen dan setelah itu mendatangi Sindy untuk meminta maaf padanya karna tidak menepati janji.
"Cepat turun.!" Titah Vano setelah menghentikan mobilnya di depan lobby apartemen.
Vano sengaja berhenti di depan lobby karna setelah ini dia akan langsung pergi menemui Sindy.
"Keina.! Kamu tidak tuli kan.?" Tegurnya lantaran Keina tak kunjung menandakan akan turun dari mobilnya.
Wanita itu masih dia bersandar dengan membuang wajah ke luar jendela.
"Wanita ini benar-benar." Vano menghela nafas geram.
Dia lantas menarik tangan Keina, namun tubuh Keina langsung terhuyung ke arahnya.
"Astaga.! Bisa-bisanya dia tertidur." Vano menggerutu kesal.
Dia mencoba membangunkan Keina dengan menggoyangkan tangan serta memanggil namanya, tapi bukannya bangun, Keina justru terlihat semakin pulas.
"Dia itu tidur atau pingsan.!" Lagi-lagi Vano menggurutu karna Keina tak kunjung bangun.
Dengan terpaksa Vano kembali melajukan mobilnya menuju basement, dia berniat menggendong Keina dan membawanya masuk ke apartemen.
Daripada di buat naik darah karna emosi melihat Keina gang tak kunjung membuka mata, jadi dia berfikir untuk menggendong Keina ke apartemen.
"Benar-benar seperti orang pingsan.!" Untuk kesekian kalinya Vano mengumpat kesal.
Keina sudah dalam gendongnya, namun wanita itu masih damai memejamkan mata seolah sedang tertidur di atas kasur empuk.
"Awas saja kalau sudah sampai di apartemen dan kamu belum bangun, aku akan melemparmu ke ranjang.!" Ujarnya sembari menatap wajah Keina dalam gendongnya.
-
𝘌𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘢𝘯𝘯𝘯𝘯..