NOVEL PERTAMA YANG BELUM MENGENAL ILMU LITERASI. Harap maklum dan berkomentarlah yang positif. Masih tahap belajar sedikit demi sedikit.
Aku hanyalah lelaki yang hidup dari keluarga sederhana. Tak banyak yang bisa di harapkan dari ku. Sebuah tragedi mengharuskan aku merantau ke sebuah kota di pulau S.
Disanalah titik balik hidup ku bermula.
Disanalah aku bertemu dengan seseorang yang membuatku lebih berarti.
Walaupun aku hanyalah seorang supir, tapi dia mengubahku menjadi sosok menawan dan mencintai diri sendiri.
Ikuti kisahku, seorang MALIK JAYADI yang hanyalah seorang supir yang mampu menaklukkan kerasnya hidup..
harap bijak dalam memilih bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black_queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Memikirkan
Hari ini hari pertamaku kerja jadi buruh pabrik.
Aku di jemput oleh bus mini perusahaan.
Kami berdua duduk bersebelahan. Dendi yang tengah tersenyum samar seakan menggumamkan sesuatu yang aku tidak tahu itu apa.
Tiba-tiba saja Dendi berbisik. Seakan akan hanya kita berdua saja yang tau akan obrolan ini.
"Mas, nanti kita masuk diruangan khusus. Jadi mas gak usah ngikutin mereka ya! Tetap sama aku aja," suaranya pelan sekali.
Aku hanya mengangguk mengiyakan saja.
Aku berpikir kenapa kami jadi karyawan spesial. Apalagi aku yang tidak punya ijazah SMA. Semoga saja hal baik dan keberuntungan masih ada di pihakku.
Kami memasuki kawasan pabrik yang luas.
Kami semua turun dan aku hanya berjalan mengiringi langkah Dendi.
Di depan pintu masuk ada dua orang berbadan tegap menunggu kedatangan kami.
Salah satu dari mereka memanggilku dan Dendi. Aku memandangi Dendi. Dia hanya tersenyum lebar tanpa menjelaskan secara rinci apa yang akan kita kerjakan nanti.
Kami berdua mengikuti dua orang itu kesebuah ruangan di belakang gudang. Mungkin kalau orang luar kesini. Mereka tidak akan tahu bahwa ada ruangan tersembunyi disini.
Aku menelisik sekeliling. Banyak barang elektronik dari berbagai jenis produk. Ada juga tumpukan minyak sawit yang sudah terkemas rapi.
Mereka berdua mengajari kami. Kami harus mengemas barang elektronik itu. Tapi, di atasnya harus ditutupi minyak kemasan. Jadi Televisi layar datar dan kawan-kawannya tidak akan terendus. Karena di atas barang tersebut kami masukkan minyak kemasan yang tersusun rapi dan kami packing kembali.
"Den, ini kenapa diumpetin gini sih tivinya? apa gak rusak ya kalau ditindih sama minyak?" tanyaku heran.
"Gak mungkin mas. Itu gunanya sterofoam tipis di tiap sudut buat apa dong. Kan itu buat menjaga minyak agar tidak kemana-mana." Jawabnya kalem.
"Emangnya ini mau kita kirim kemana? Kenapa harus di tutupin gini?" tanyaku lagi masih penasaran.
"Nanti malam juga mas akan tahu sendiri kok. Kemana kita kirim barangnya." Ucapnya sambil mengerjapkan mata.
Semakin aku bertanya. Dendi menjawab pun asal saja. Membuat aku jadi penasaran dan curiga.
"Oya mas. Nanti malam setelah barangnya kita antar. Kita langsung dapat 1 juta lho. Tiap orang lagi. Gimana? Asyik kan." Katanya tersenyum senang.
"Emang harus dikirim kemana? kenapa harus malam pengirimannya?" tanyaku tambah penasaran.
Bayaran yang aku terima lumayan tinggi hanya dengan sekali pengiriman. Dan Dendi juga berkata bahwa dalam waktu seminggu akan mengirim tiga container.
Jadi dalam seminggu aku bisa mendapat uang 3 juta rupiah. Jumlah yang besar untukku. Tapi aku jadi khawatir dan curiga. Apakah ini masuk akal. Atau itu hanya pikiranku semata.
Selesai mengemas barang tadi. Kami langsung diantar pulang oleh dua orang pria berbadan tegap tadi. Tak lupa kami mampir untuk makan siang dan dibayar oleh salah satu dari mereka.
"Kok belum apa-apa sudah di manjain gini ya?" batinku.
"Baru kerja sehari. Siang sudah bisa pulang dan di traktir makan lagi." Batinku lagi.
......................
Setibanya di rumah. Dendi hanya bermalas-malasan di kamar tidurnya. Sementara aku harus menunaikan kewajibanku dulu. Mungkin sebentar lagi aku akan menghubungi keluargaku di kampung. Aku masih saja memikirkan mereka.
Ku intip Dendi dari balik pintu yang di tutupnya tidak rapat itu. Dengkuran halus terdengar tanda dia sudah pulas.
Aku menuju ruang tamu. Duduk disana dan menghubungi keluargaku.
Tibalah saatnya aku berbincang dengan Annissa.
"Ayah....Nissa kangen. Kapan ayah pulang?" Dia bertanya dengan nada manja.
"Sebentar lagi ayah pulang kok. Nissa baik-baik disana sama yangti. Nanti ayah bawa eskrim sama mainan yang banyak," sambil tersenyum dan mendengar suaranya.
"Asyik....Nissa mau mainan sama eskrim yah. Nissa mau sekolah bentar lagi yah. Yangti udah pergi kerumah bu guru kemarin," Dia memberitahuku akan kegiatannya.
"Baguslah kalau Nissa mau sekolah. Tapi, gak boleh di tungguin terus sama Yangti. Okey, anak ayah." Suruhku padanya.
"Okey deh yah. Siap ayah...hi...hi..hi." dia terkekeh sendiri.
Mungkin dia memikirkan sesuatu yang akan dilakukannya pada sang nenek.
"Ayah harus tidur dulu. Nanti malam ayah kerja lagi. Kasih Yangti dulu sayang!" pintaku.
Setelah puas mengobrol dengan mereka. Kumatikan panggilanku setelah mengucap salam.
Aku kembali kedalam kamar dan berbaring diatas kasur yang nyaman ini.
Walaupun pikiranku dipenuhi rasa curiga. Tapi setidaknya, masih ada Dendi di sampingku nanti malam.
...----------------...
Makan malam ini masih terasa canggung. Dua jam lagi kami akan beraksi. Mengantarkan barang-barang tadi yang sudah di packing kedalam kardus. Sebuah motor terparkir di halaman rumah. Aku melihatnya ketika mencari udara malam di teras rumah.
Dendi duduk disampingku. Aku yang penasaran akhirnya membuka suara.
"Itu motor siapa Den? perasaan tadi siang gak ada deh," tanyaku heran.
"Itu motor buat kita mas. Sebentar lagi kita ke pabrik naik motor itu." jawabnya enteng.
"Kirain di jemput sama pria tadi Den," ujarku.
"Mereka hanya mengarahkan saja. Mereka nanti sudah ada ditempat yang akan kita tuju.
Mereka pengurusnya kok mas," katanya lagi menjelaskan.
Waktu berlalu dengan cepat. Kami menaiki motor pemberian bos. Di depan pabrik sudah ada truck container yang besar.
Melihatnya saja aku sudah bergidik. Aku belum pernah mengemudikan kendaraan sebesar ini. Tapi aku harus bisa mencobanya.
"Kita berangkat sekarang mas! ini kuncinya. Oh ya, rute kits nanti kepelabuhan kemarin itu. Cuma beda jalur aja," ucap Dendi enteng.
"Aku belum pernah menyetir kendaraan besar seperti ini Den," ucapku khawatir.
"Pelan-pelan aja dulu mas. Arah kemana nanti, aku yang tunjuk mas." Dendi memegang ponsel android dan menyalakan peta elektronik.
Akhirnya aku memberanikan diriku menyetir kendaraan ini. Jantungku masih berdebar kencang.
Aku khawatir akan membuat kesalahan. Kurang lebih dua jam, kami sudah tiba di pelabuhan jalur kiri. Dua pria tegap tadi sudah menunggu kami. Kami menyingkir dari sana. Terlihat ada sebuah kapal muatan barang di depan kami.
Isi container di pindahkan kedalam kapal tanpa tersisa satupun. Setelah urusan selesai. Dendi menerima bayaran kami.
Kami menuju jalan pulang. Sudah masuk waktu dini hari. Kami pulang jam 1.30 pagi.
Tiba di rumah.
Kuparkirkan motor ditempat biasa. Setelah kami masuk. Dendi memberiku bayaran.
"Ini mas uang satu jutanya!" ucapnya sambil menyerahkan uang warna merah 10 lembar.
Aku menerimanya dengan gembira. Ternyata hanya jadi kurir pengantar barang saja, bayaranku lumayan besar. Ya ... walaupun pikiranku masih berkecamuk. Setidaknya aku mendapat bayaran yang lebih.
Seminggu ini sudah tiga kali aku mengantar barang-barang itu. Aku sudah tahu kemana barang itu dibawa. Barang selundupan yang dikirim kenegara tetangga. Pajak Bea cukai yang besar membuat bos kami merencanakan ini semua. Dan kamilah kurirnya.
SUNGGUH TRAGIS NSIB RUMAH TANGGA IPAH. DISELINGKUHI SUAMINYA DN DITELANTARKN.