Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apakah Sakit?
Alina terpaksa mengigit b1bir suaminya, dan seketika itu c1uman pun terlepas, Alina segera meraup oksigennya. Sementara Bara memegangi bagian lunak bawahnya yang sempat digigit istrinya.
"Kak kamu kenapa sih?" Tanya Alina menghirup nafasnya dalam dalam, ketika pria yang berstatus suaminya dari tadi tak menjawabnya.
Yang ada hanya selalu perbuatan tiba tiba padanya, untungnya jantung Alina baik-baik saja. Jika tidak susah tidak mungkin ia telah masuk rumah sakit karena suaminya.
"Alina aku butuh kamu, lepaskan pakaianmu sweety." Titah Bara yang mengeram, tak bisa menahan nya lagi.
Mulut Alina mengangga begitu suami nya telah menanggalkan pakaiannya satu persatu, hingga menyisakan boxer nya saja. Mata Alina terbeliak menatap sesuatu diantara p*ha suaminya yang begitu tercetak jelas.
Alina membuang wajahnya, ia mulai tak tenang, jantungnya kini mulai berdetak cepat dan bukan akan lagi, tapi ini pasti ia akan masuk rumah sakit oleh keg1laan yang dilakukan suaminya.
"Ke-kenpaa aku harus buka baju segala kak." Tanya Alina gugup.
"Aku gak bisa menjelaskannya padamu, aku butuh kamu untuk meredakan ini semuanya." Jawab Bara yang kini telah mendekati istrinya.
Bara yang telah mendekati Alina, kini dengan gesit tangannya melepaskan kancing piyama istrinya, Alina seolah tak bisa berbuat apa apa, ia malah membisu.
Kain lembut berbahan satin itu pun telah terlepas dari tubuhnya, Alina menutup benda kembarnya dengan kedua tangan yang ia silangkan. Namun sayangnya Bara telah melihat semuanya, benda yang indah dan s3ksi walau masih tertutupi kain.
"Kak jangan, Alina belum siap." Lirih Alina sudah mulai berkaca-kaca.
Bara tak tega melihat sorot mata Alina yang hendak mengeluarkan cairan beningnya, ia tak tega jika menyentuh istrinya dengan paksaan.
Bara mengelus lembut wajah Alina, kedua mata mereka beradu menatap satu sama lain. "Maafkan aku Alina, jika aku harus egois. Hanya inilah yang aku butuhkan." Ucap Bara dengan suara berat yang menahan h4$ratnya.
Tanpa meminta izin dari Alina, sang suami mengangkat tubuhnya dan memangulnya bak karung beras. Alina meronta tapi ia tak bisa berkutik ketika tubuhnya sudah melayang.
Bara membawa Alina ke tempat mereka tidur, dengan sedikit menyentak Bara menaruh Alina diperaduan. Alina membeliak, ia sudah paham kini apa yang di inginkan suaminya.
Alina semakin cemas ketika Bara telah merangkak dikasur dan mendekatinya, bulir keringat masih saja menetes pada dahi sang suami, padahal AC dikamar itu tidak rusak.
Bara kembali meloloskan celana pendek Alina, menyisakan dalaman nya saja. Tanpa mau mangsanya lolos Bara men1ndih Alina dan kembali memagutnya.
Alina terlihat kepayahan dengan aksi suaminya, tapi ia tak bisa menolaknya. Alina selalu ingat akan perkataan Adrian, sang kakak yang mengharuskannya patuh suaminya, bahkan dalam urusan di Ra*njang.
Dengan debaran jantung yang tak bisa ia redam lagi, Alina hanya mampu memejamkan matanya ketika tangan suaminya telah berpindah pada benda kembarnya dan merem4$ nya.
Satu tarikan mampu membuat Alina membuka matanya, ia menatap suaminya yang kini juga menatapnya dengan penuh kagum.
"Sangat indah. Sama saat aku melihat dan merasakannya." Bi$ik Bara ditelinga sang istri.
Alina kesusahan menelan saliva nya, bibirnya kelu oleh pujian suaminya. Keindahan benda lunak yang kembar milik Alina pun ia sikat, Bara meny3$4p puncak tegak pink istrinya.
Sang istri hanya mampu mende$1s, mendengar kicauan merdu Alina h4$ratnya bangkit, ia pun menarik kain terakhir Alina karena sudah tak ingin menunggu lebih lama lagi untuk menyatu.
Kembali sang suami tertegun pada benda kecil yang hanya ditumbuhi rambut tipis diatasnya, bagian kl1t0ris yang memerah alami mampu membuat seorang don Juan kini yang gantian kesusahan menelan salivanya.
Alina pun tanpa sengaja menatap bongkahan Bara yang telah tegak dan kera$, Alina merasa malu melihat benda itu. Dulu saat pertama kali bertemu Bara dihotel dan menghabiskan malamnya bersama pria yang kini menjadi suaminya, ia hanya sekilas melihat karena Alina dalam kondisi mabuk.
Tapi kini apa yang terpampang itu sangat jelas dan nyata, benda yang panjang dan mampu membuatnya mengandung benih suaminya itu jelas bisa ia lihat dari jarak dekat.
Alina membuang muka demi untuk tak melihat berurat itu, hingga Bara menyatukan juniornya pada surgawi Alina, seketika itu sang istri memekik.
"Sa_sakit kak....." Ringis Alina tangannya telah mencakar kedua bahu suaminya.
"Maaf sweety, tapi setelahnya tidak akan sakit lagi. Aku janji."
Bara tak mungkin berhenti yang baru setengah jalan, hingga ia menekan lebih dalam dengan menghentaknya.
Alina berteriak kesakitan, rasanya begitu nyeri ketika junior sang suami telah membelahnya. Tanpa terasa ia telah meneteskan air matanya.
Bara mengeram ketika ia baru saja mencelupkan juniornya, rasa yang tak pernah ia dapatkan dari wanita mana pun. Dan rasa yang berbeda ini begitu ketat mencengkeram kepunyaannya, terlihat surgawi itu milik nya sepenuhnya.
Sang suami mengusap air mata istrinya, lalu ia mulia bergerak pelan karena tak ingin melukai istrinya. Bagi Bara ini moment yang paling ia tunggu tunggu, dimana ia bisa merasakan kembali milik Alina.
Pergerakan Bara mulai tak tentu, dari pelan, sedang hingga cepat temponya bergerak untuk bisa meredam H4$ratnya yang menggebu gebu karena obat per4ng$ang yang Naura berikan.
Setidaknya Bara cukup bersyukur bukan Alina yang meminum jus itu, jika tidak entah apa yang terjadi pada janin istrinya.
"Kak pelan-pelan!!"
"Ehemm, tidak bisa sweety aku hampir sampai."
Dan benar saja Bara bergerak kian cepat dan seolah benda itu membesar sendiri di dalam surgawinya.
Alina berteriak karena ia telah lebih dulu sampai, hingga tak lama setelahnya Bara menyusul dengan meledakannya di dalam lahan kecil sang istri.
Tanpa keduanya sadari bahwa durasi permainan selama satu jam mampu membuat Alina kelelahan.
"Turun kak, berat tau...." Sungut sang istri yang terlihat masih marah dan belum ikhlas atas apa yang baru saja terjadi dengan dirinya.
Bara terkekeh, lalu ia turun dari posisi nya, pria itu bergulir di samping Alina dan memeluk tubuh tel4nj*Ng sang istri.
Mau melawan juga percuma, ia bahkan sudah terlihat tak bertenaga jika ia harus menyingkirkan tangan suaminya.
"Jangan seperti ini, tutupi aku dengan selimut." Titah Alina dengan intonasi galak seperti biasanya.
Dan nada galak itu hanya ditujukkan pada suaminya, karena sebenarnya Alina adalah wanita yang penuh dengan kelembutan.
Tak ingin sang istri ngedumel terus menerus, terpaksa Bara mengambil selimut dan menyelimuti sang istri.
"Sakitkah sweety?" Tanya Bara memastikan kondisi istrinya ketika ia baru usai memasuki surgawinya.
"Sakitlah kak, ngapain tanya juga." Keluh Alina jengah.
"Maaf ya tadi itu......."
"Cukup aku ngantuk kak, biarkan Alina tidur." Sunggut Alina yang tak ingin mendengar alasan suaminya.
Padahal Bara ingin menjelaskan mengenai dirinya yang terkena obat p3rang$ang yang diberikan Naura.
Beruntungnya dari kejadian ini Bara bisa menyentuh istrinya, melihat Alina telah tertidur pulas Bara bangkit dari peraduannya. Bara kembali mengenakan boxernya dan meraih rokok diatas meja.
Pria itu berjalan di balkon dan menyalakan nikotin sembari ia menatap pemandangan dimana ia sering duduk ditemani mendiang ibunya main mobil-mobilan bersama.
Tanpa sadar ia membentuk garis pada bibirnya, ia tersenyum jika mengingatnya. Bara menyesap rokoknya dan membuangnya di udara.
Rasa dahaga mulai ia rasakan, Bara berjalan ke lemari pendingin nya, namun botol minuman itu telah habis ia teguk dan tak menyisakan apapun untuk memenuhi rasa hausnya.
Dengan malas Bara berjalan turun ke bawah dengan lampu penerangan yang telah redup, ia mengambil air minum itu dari lemari pendingin yang letaknya dekat dengan ruang masak.
Bara menghabiskan minuman satu botol penuh untuk mengisi rasa hausnya setelah ia kehabisan energi setelah mereguk rasa nikmat yang ia dapatkan pada apa yang dimiliki Alina.
Lampu pun nyala dan otomatis Bara menoleh kebelakang, ternyata Bram telah ada disana setelah adik tirinya itu menyalakan lampu. Bram cukup terkejut ada Bara di ruangan itu, apalagi dengan kondisinya yang hanya memakai celana pendek serta bagian atas yang masih pOlo$.
Belum lagi banyaknya keringat yang mengucur pada tubuh Bara susah bisa ia jadikan asumsi bahwa kakak tirinya itu baru saja menyelesaikan kegiatan suami istri.
Entah mengapa perasaan Bram menjadi panas, ia tak mengira bahwa kondisi pernikahan diantara kakaknya dan mantan istrinya terbilang baik baik saja. Bahkan sangat harmonis, itu yang ia tangkap dari Bara yang begitu mesra dan baik memperlakukan Alina.
Ada rasa cemburu pada diri Bram, sungguh ia merasa tak terima dengan nasib yang tak berpihak padanya.
"Kak Bara kamu disini?" Gugup Bram.
Bara hanya tersenyum sinis, lalu ia terpaksa mengangguk.
"Sorry gue ke atas dulu, mau ngelonin Alina. Dia gak bisa kalo gak ditemani tidur oleh suaminya." Sindir Bara sarkas seolah ia ingin menegaskan bahwa saat ini posisi Bara adalah suami dari Alina.