Mengetahui suaminya telah menikah lagi dan mempunyai seorang anak dari perempuan lain, adalah sebuah kehancuran bagi Yumna yang sedang hamil. Namun, seolah takdir terus mengujinya, anak dalam kandungannya pun ikut pergi meninggalkannya.
Yumna hampir gila, hampir tidak punya lagi semangat hidup dan hampir mengakhiri hidupnya yang seolah tidak ada artinya.
Namun, Yumna sadar dia harus bangkit dan hidup tetap harus berjalan. Dia harus menunjukan jika dia bisa hidup lebih baik pada orang-orang yang menyakitinya. Hingga Yumna bertemu dengan pria bernama Davin yang menjadi atasannya, pria dengan sebutan sang cassanova. Yumna harus bersabar menghadapi bos yang seperti itu.
Davin, hanya seorang pria yang terlanjur nyaman dengan dunia malam. Dunia yang membuatnya tidak terikat, hanya menikmati semalam dan bayar, lalu pergi tanpa keterikatan. Namun, setelah hadir Sekretaris baru yang cukup ketat karena perintah ayahnya, dia mulai memandang dunia dengan cara berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Terlalu Ikut Campur!
Yumna menatap semua orang yang sibuk dengan makanan yang di bawa oleh Shafa dan beberapa minuman yang mereka siapkan juga. Bayu telah pergi ke kamar dengan seorang wanita yang baru saja datang. Yumna yakin itu adalah wanita bayaran seperti yang dilakukan Davin malam kemarin.
Kalau aku tidak ikut, dia juga pasti akan memesan wanita bayaran. Sebenarnya tidak peduli juga sih, kalau aku tidak di tugaskan mengawasinya oleh Pak Reno.
Hampir tengah malam, perkumpulan ini belum juga selesai. Bara sudah pamit pulang duluan dengan membawa istrinya. Yumna mulai merasakan kantuk, beberapa kali dia menahan menguap.
"Kau mengantuk? Pulang saja, biar aku pesankan taksi"
Yumna menggeleng, meski matanya sudah memerah menahan rasa kantuk. Tapi dia tidak bisa meninggalkan Davin begitu saja disini. Bisa bahaya.
Bayu keluar dari dalam kamar, mengancingkan kemejanya yang kusut. "Dav, kau tidak tertarik mencobanya? Lumayan juga untuk kepuasan sesaat"
Davin hanya tersenyum tipis, melirik ke arah Yumna. Dan seketika tawa Bayu dan Byan pecah melihatnya. Merasa aneh dengan seorang Davin yang tidak bisa berkutik di depan Sekretarisnya.
"Sekarang seorang Davin sudah tidak bisa berkutik karena sekretarisnya ya" ucap Byan sambil tertawa.
"Diam kau!"
Yumna hanya diam, sama sekali tidak merasa tersinggung atau apapun oleh mereka yang sengaja membahasnya. Yumna berdiri, dia menatap Davin dengan lekat.
"Sudah waktunya pulang, anda harus cukup istirahat untuk kembali bekerja besok"
Davin menghela napas, tapi entah kenapa dia bahkan tidak bisa sedikit saja menolak atau membantah Yumna saat ini. Seolah alam bawah sadarnya menurut saja pada wanita ini.
"Baiklah ... semuanya aku pulang duluan"
Davin akhirnya menurut saja saat Yumna mengajaknya untuk pulang. Karena hari memang sudah larut malam. Ketika Davin berbalik dan berjalan menuju pintu keluar bersama Yumna, Andreas bertepuk tangan dengan wajah datarnya.
"Ternyata ada yang bisa mengendalikannya, meski hanya seorang sekretaris"
Bayu ikut mengangguk, dia menatap Davin yang pergi bersama Yumna dengan tatapan yang hampir tidak percaya. "Seorang Davin pulang sebelum pagi dan tanpa memesan wanita. Benar kemajuan yang luar biasa"
"Lalu kau kapan?" tanya Andreas dengan sarkastik.
Bayu hanya tersenyum devil, lalu duduk di sofa tanpa berniat menjawab pertanyaan Andreas barusan.
*
Davin melajukan mobilnya membelah jalanan kota yang sepi karena hari sudah larut. Ruko-ruko pinggir jalan juga sudah tutup, hanya tinggal lampu jalanan yang menerangi dan beberapa kendaraan saja. Itu membuatnya sampai lebih cepat.
"Sudah sampai" Davin membuka sabuk pengaman, lalu menoleh ke sampingnya saat merasa tidak ada pergerakan lagi dari orang disampingnya. "Dia benar-benar tidur"
Davin mencondongkan tubuhnya ke arah Yumna, membuka sabuk pengannya. Hembusan napas lembut itu tidak sengaja terasa di kulitnya, Davin menoleh dan seketika dalam jarak beberapa centimeter saja dia melihat wajah tenang Yumna yang tertidur. Bulu mata yang lentik, alis yang terbentuk rapi dan indah, sedikit polesan pink dan coklat di area kelopak mata, pipi yang sedikit merah, dan bibir yang pink muda.
Glek.. Susah sekali rasanya dia menelan ludanya sendiri. Ada gairah yang terbangun begitu saja saat melihat wajah Yumna dari dekat seperti ini. Apalagi saat melihat bibir pink itu.
Sial, jangan sampai kau lepas kendali Davin. Dia bukan wanita yang bisa kau sentuh dan bayar, lalu tinggalkan. Dia akan membuatmu terikat masalah jika berani menyentuhnya.
Davin kembali ke kursinya, mengambil botol air mineral di sampingnya dan meminumnya dengan satu tegukan. Meremas botol plastik yang sudah kosong itu dan melempernya keluar jendela mobil. Seluruh tubuhnya terasa panas dingin, tangannya bahkan mengepal erat untuk menghilangkan hasrat yang tiba-tiba muncul.
"Emh, sudah sampai ya Pak? Kenapa tidak membangunkan saya?"
Davin mengerjap kaget, dia menoleh dan melihat Yumna yang sudah bangun dengan sedikit mengucek matanya. Wajah mengantuk terlihat jelas.
"Kau tidur terlalu lelap, jadi aku tidak enak membangunkanmu" jawab Davin yang langsung keluar dari mobil dan menutup pintu dengan kasar.
Yumna tentu terkejut dengan sikap Davin ini, suara pintu yang tertutup dengan keras membuatnya terlonjak. "Dia marah? Apa karena aku mengajaknya pulang ya? Ah, bodo amat, yang penting aku menjalankan tugas dari Pak Reno dengan baik"
Yumna ikut turun, mengikuti Davin yang belum berbicara lagi sejak turun dari mobil. Dengan sedikit kesusahan karena kakinya yang masih sakit, Yumna mengikuti langkah lebar Davin.
"Awhhh"
Teriakan itu membuat Davin berhenti, dia berbalik dan melihat Yumna yang membungkuk sambil memegang bagian betis kakinya. Sepertinya pergelangan kakinya kembali sakit. Tidak berkata-kata, dia langsung menghampirinya dan mengangkat Yumna ke dalam gendongannya.
"Pak-"
"Besok tidak perlu masuk kerja, istirahat 'kan dulu kakimu itu"
Yumna menatap Davin yang menggendongnya, dalam jarak yang dekat dan remang-remang lampu di basement ini membuat Yumna merasakan debaran aneh di dadanya.
Dua kali dia menggendongku hari ini.
Ketika di dalam lift, keduanya hanya diam. Davin fokus mengendalikan dirinya yang benar-benar tidak bisa di ajak tenang saat seperti ini. Dadanya berdebar kencang, dia takut Yumna akan mendengar detak jantungnya yang abnormal itu.
Sial, jantungku kenapa juga.
"Buka!"
Yumna gelagapan saat sudah sampai depan pintu Apartemennya dan Davin memintanya membuka pintu. Yumna langsung membuka pintu.
"Pak turunkan saya disini saja"
"Diamlah"
Davin membawa Yumna masuk, mendudukannya di sofa dengan hati-hati. "Kau diam disini, aku ambilkan dulu kompresan"
Yumna menatap Davin yang berlalu ke arah dapur, mengambil air hangat dan handuk kecil dalam wadah. Yumna memperhatikan setiap hal yang dilakukan Davin, ketika pria itu membuka rak di atas meja kompor dan menemukan handuk kecil, lalu mengisi wadah dengan air hangat. Dan kembali menghampiri Yumna sekarang.
Davin membuka sepatu Yumna dan mengangkat kakinya ke atas pangkuannya yang duduk disamping Yumna sekarang. Pergelangan kakinya masih terlihat sedikit membiru.
"Pak, saya bisa lakukan sendiri"
Davin tidak menggubrisnya, dia melakukan kompres hangat pada pergelangan kaki Yumna yang memar itu. Sedikit memijat area sekitar agar aliran darah lancar, dan memarnya segera hilang.
"Pak-"
"Diamlah, selama aku baik mau mengobatimu. Jangan banyak bicara!"
Yumna mencebikkan bibirnya, tapi dalam hatinya ada sebuah rasa hangat melihat Davin yang melakukan semua ini padanya.
"Saya hanya penasaran saja, kok Pak Davin tidak pernah cerita kalau punya adik perempuan. Dia juga menikah dengan Pak Bara, teman anda juga"
Seketika Davin langsung melempar handuk kecil di tangannya ke dalam wadah berisi air. Menimbulkan percikan yang membuat basah di sekitar wadah tersimpan. Davin juga menyingkirkan kaki Yumna dari pangkuannya dan dia langsung berdiri.
"Kau cukup mengatur waktu dan hidupku, tapi tidak perlu banyak tanya tentang kehidupanku yang lain! Jangan terlalu ikut campur!"
Davin berlalu pergi dan menutup pintu dengan kasar. Yumna terdiam cukup terkejut, suara tinggi Davin dan tatapan tajamnya, benar-benar membuat nyalinya cukup menciut.
"Dia marah sekali sepertinya"
Bersambung
Davin itu ... kadang dingin, kata-katanya tajam dan menusuk. Tapi gila juga.. wkwk