NovelToon NovelToon
Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Status: sedang berlangsung
Genre:Si Mujur / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah / Cinta Murni
Popularitas:110
Nilai: 5
Nama Author: Dagelan

Kayyisa nggak pernah mimpi jadi Cinderella.
Dia cuma siswi biasa yang kerja sambilan, berjuang buat bayar SPP, dan hidup di sekolah penuh anak sultan.

Sampai Cakra Adinata Putra — pangeran sekolah paling populer — tiba-tiba datang dengan tawaran absurd:
“Jadi pacar pura-pura gue. Sebulan aja. Gue bayar.”

Awalnya cuma kesepakatan sinting. Tapi makin lama, batas antara pura-pura dan perasaan nyata mulai kabur.

Dan di balik senyum sempurna Darel, Reva pelan-pelan menemukan luka yang bahkan cinta pun sulit menyembuhkan.
Karena ini bukan dongeng tentang sepatu kaca.

Ini kisah tentang dua dunia yang bertabrakan… dan satu hati yang diam-diam jatuh di tempat yang salah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dagelan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33: People Pleaser

Pagi berikutnya udara sekolah terasa sedikit lebih berat dari biasanya. Aku berjalan pelan dari gerbang menuju kelas, membawa tas yang sedikit lebih berat karena catatan dan dokumen yang harus aku kumpulkan.

Matahari belum terlalu tinggi, tapi cahaya pagi sudah cukup menusuk, membuatku sedikit menguap.

Aku duduk di bangku, membuka buku catatan, dan mencoba menenangkan diri. Tapi… ada sesuatu yang terasa aneh. Kekosongan. Cakra tidak ada di sekolah hari ini. Tidak di koridor, tidak di lapangan, bahkan tidak di perpustakaan seperti kemarin.

Keseharian tanpa dia… terasa sedikit berbeda. Rasanya aku terbiasa melihat sosoknya—hampir satu bulanan ini. Tapi, ya mungkin aku sudah terbiasa.

Cakra itu sibuk tapi selalu memperhatikan dari jauh, beberapa hari belakangan atau sekadar senyum tipis yang bisa bikin jantung deg-degan. Hari ini, aku harus menghadapi semua sendiri. Sama seperti dulu.

Teman-temanku mulai berdatangan, beberapa menatapku sambil tersenyum. Tasya duduk di sampingku, melempar senyum manis. “Lo keliatan nggak terlalu fit ya, Kay. Masih belum sembuh nih?”

Aku mengangguk, menahan senyum. “Iya… cuma capek aja. Nggak parah sih. Tapi bisa. Kan nggak enak terus izin, nanti satu kelas malah jenguk gue kerumah.”

Tasya mengangkat alis, tapi tidak menanyai lebih jauh. "Iya bagus deh, jadi hari ini gue nggak sendirian."

Dia tahu kalau aku nggak suka banyak ditanya soal kondisi tubuh. Lebih baik diam dan fokus ke aktivitas sekolah.

Pelajaran pertama berjalan biasa—guru menjelaskan dengan cepat, murid-murid mencatat. Tapi pikiranku sesekali melayang.

Aku sedikit membayangkan Cakra, sibuk di balik urusan sekolah, dokumen di tangan, wajah serius tapi tetap rapi. Rasanya aneh… aku kaget sendiri karena menyadari betapa terbiasanya aku dengan kehadirannya di sekitar sekolah.

Saat jam istirahat, aku duduk di bangku taman belakang. Langit biru dengan sedikit awan, angin tipis menggerakkan rambut. Aku menatap sekeliling, tapi tak ada tanda-tanda dia muncul. Rasanya… memang sepi.

Beberapa teman panitia dari lomba Runner Team kemarin datang menghampiri. “Kayyisa! Lagi ngapain?”

Aku tersenyum kikuk, sedikit bangga tapi malu. “Ah… cuma ngadem aja."

"Disini?"

"Iya."

Mereka tersenyum, tapi aku tahu mereka serius. Senyum mereka membuatku merasa sedikit hangat.

Setelah istirahat, aku berjalan ke kantin untuk membeli air minum. Di perjalanan, beberapa siswa yang biasanya iseng mulai menyapaku dengan candaan ringan. “Eh, Kay, orang yang nggak bisa nolak bantuan orang lain. Jangan sampai capek lagi ya, nanti dimarahin sama OSIS lagi!”

Aku menatapnya tanpa ekspresi. Tidak membalasnya dan hanya menelan ludah, tapi hati kecilku merasa sedikit lelah. Apaan sih, omongan mereka? Mengungkit selalu lari estafet yang melelahkan itu.

Saat aku duduk di kantin, membuka botol air, terdengar suara lembut dari samping. Aku menoleh, tapi… hanya Rani yang membawa buku catatan tambahan. Tidak ada Cakra. Aku menghela napas pelan, menatap air dalam botol. Ngapain juga aku nyari-nyari dia sih?! Aneh.

“Kay… lo baik-baik aja?” tanya Rani. Nada suaranya khawatir tapi ringan.

Aku mengangguk, mencoba tersenyum. “Iya… I'm fine thank you and you?”

"I'm good." Rani mengangguk, tersenyum. “Iya, lo jangan ngelamun aja, makan. Lo juga manusia biasa, bukan robot.”

Aku tertawa tipis. “Iya, ngerti…”

Kami berdua makan siang sejenak dijam istirahat setelah semua pelajaran selesai, aku berjalan ke perpustakaan lagi. Aku ingin sedikit tenang sebelum pulang. Rak-rak buku menenangkan, suasana hening, aroma buku lama yang familiar.

Aku duduk di pojok dekat jendela, membuka buku catatan, mencoba menulis hal-hal kecil yang terjadi hari ini. Pikiran tentang acara sekolah nanti, rumor ringan soal bantuan aku ke teman-teman, dan tentu saja, tentang Cakra yang tidak ada.

Kontrak kami hanya berlangsung tiga bulan, dan setelahnya aku akan sendirian lagi. Seperti ini.

Aku mengunyah ujung pensil, menatap halaman buku.

Beberapa anak lain lewat, mengerling sambil tertawa kecil. Aku sadar, mereka masih menertawakan candaan kecil tentang aku sebagai orang yang selalu membantu orang lain. Aku tersenyum tipis, tapi hatiku tetap sedikit berat, tidak terbiasa.

Aku menarik napas panjang, mencoba fokus ke buku catatan. “Yah… setidaknya aku bisa santai sendiri hari ini,” gumamku, mencoba menenangkan diri.

Setelah aku duduk di perpustakaan, mencoba menenangkan diri dengan buku catatan, tiba-tiba seorang siswa dari kelas lain menghampiriku.

Aku mengenal dia dari beberapa kegiatan sekolah, namanya Rafli, anggota OSIS yang cukup populer tapi suka bercanda.

“Hei, Kayyisa!” sapanya sambil tersenyum lebar.

“Bisa bantuin gue nggak? Laptop gue error, dan harus nyelesain laporan OSIS sebelum jam pelajaran terakhir.”

Aku menoleh, sedikit terkejut tapi langsung mengangguk. “Oh… iya, tapi gue nggak pinter IT. Emangnya kenapa?"

Aku bangun, mendekat ke meja Rafli. Laptop itu terbuka dengan layar biru, dan aku sedikit mengecek ikon-ikon program yang berjalan. Ternyata cuma masalah sederhana. Dokumen yang belum tersimpan di folder yang tepat. Aku membetulkan sedikit, menekan beberapa tombol, dan dalam beberapa menit, laptop Rafli berjalan normal lagi.

Untungnya pengalaman bekerja sampingan di warnet deket rumah membuat aku sedikit tahu, tentang permasalahan anak SMP yang suka pusing sendiri dengan benda persegi panjang itu.

“Beres!” aku tersenyum sambil duduk kembali. “Cuma masalah folder aja. Jangan lupa save lagi dokumennya.”

Rafli menatapku sebentar, lalu tertawa. “Hahaha, iya! Kayyisa, lo emang people pleaser sejati ya. Semua orang minta tolong, pasti lo bantuin. Gila, kita bisa bikin meme nih.”

Lah?! Maksud dia? Aku berubah kikuk sendiri. “Eh… nggak gitu juga. Gue cuma bantu sebentar aja.”

Beberapa teman Rafli yang lewat ikut menertawakan. “Bener banget, orang baik ini nggak bisa nolak!”

Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Rasanya sedikit malu tapi… ya sudahlah. Aku memang nggak enakan kalau ada yang minta tolong, apalagi kalau hal itu mudah aku lakukan.

Aku kembali menatap buku catatan, sedikit menghela napas. “Yah… jadi orang baik ternyata kadang bikin bahan candaan ya,” batinku.

Tapi saat aku mengunyah permen karet lagi, rasa manis dan mint-nya membuatku tersenyum tipis. Setidaknya, walau sedikit dijadikan lelucon, aku mendapatkan pahala.

Langit di luar mulai berubah, awan kelabu menutupi matahari sore. Aku menatap jendela, bayangan hujan tipis terlihat di kejauhan. Rasanya… sunyi tapi damai. Aku menutup buku sebentar, membiarkan diri sendiri rileks.

Dan, entah kenapa, aku tersenyum tipis, mengunyah permen karet yang aku simpan sisa kemarin.

Aku menatap keluar jendela perpustakaan, membiarkan angin sore menyapu wajah. Hari ini mungkin tidak seramai atau sesibuk biasanya, tapi aku belajar sesuatu.  Kadang hadir tanpa kehadiran fisik bisa tetap terasa, dan kadang kita harus mandiri—tapi tetap bisa menoleh sedikit pada kenangan kecil yang hangat.

Aku menatap buku catatan, mencatat hal-hal kecil, sambil tersenyum sendiri. Momen tanpa Cakra ini… kembali membawa ku kedalam kegiatan sehari-hari sebelum ada dia. Sedikit lebih sabar, sedikit lebih mandiri, dan, tentu saja, tetap menghargai setiap perhatian yang pernah diberikan—secerah apapun itu.

Dan entah kenapa, aku merasa… besok, saat dia kembali, aku akan punya cerita baru untuk dibagi. Cerita tentang hari tanpa dia, tapi tetap hangat karena ada jejaknya.

✨ Bersambung…

1
Yohana
Gila seru abis!
∠?oq╄uetry┆
Gak sabar nih nunggu kelanjutannya, semangat thor!
Biasaaja_kata: Makasih banyak ya! 😍 Senang banget masih ada yang nungguin kelanjutannya. Lagi aku garap nih, semoga gak kalah seru dari sebelumnya 💪✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!