NovelToon NovelToon
SUAMI DADAKAN

SUAMI DADAKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Pernikahan Kilat / Bercocok tanam
Popularitas:13.8k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Khanza hanya berniat mengambil cuti untuk menghadiri pernikahan sepupunya di desa. Namun, bosnya, Reza, tiba-tiba bersikeras ikut karena penasaran dengan suasana pernikahan desa. Awalnya Khanza menganggapnya hal biasa, sampai situasi berubah drastis—keluarganya justru memaksa dirinya menikah dengan Reza. Padahal Khanza sudah memiliki kekasih. Khanza meminta Yanuar untuk datang menikahinya, tetapi Yanuar tidak bisa datang.
Terjebak dalam keadaan yang tak pernah ia bayangkan, Khanza harus menerima kenyataan bahwa bos yang sering membuatnya kesal kini resmi menjadi suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33

Pagi hari — Villa Tengah Laut Aegea

Kelopak mata Khanza bergerak pelan.

Cahaya matahari menembus tirai putih tipis, menerpa wajahnya yang masih pucat.

Suara debur ombak terdengar pelan dari luar bukan suara mesin rumah sakit.

Alisnya mengerut. Ia mengangkat tangan lemah, berharap meraba pagar ranjang besi rumah sakit.

Tapi yang disentuhnya justru sprei linen halus berwarna krem.

Dengan napas memburu, Khanza langsung terduduk.

Ia melihat ruangan luas bergaya minimalis. Dinding kaca besar terbuka langsung ke pemandangan laut biru tak berujung.

Angin menerobos masuk membawa aroma pinus.

“D-dimana aku…” bisiknya gemetar.

Langkah kaki terdengar dari arah pintu.

Devan muncul mengenakan pakaian santai kaus putih dan celana linen abu-abu.

Jemarinya membawa sebuah nampan perak berisi sarapan seperti sup ayam hangat, roti gandum, segelas jus jeruk.

“Selamat pagi, istriku.”

Khanza langsung merosot ke belakang, tubuhnya menempel ke headboard tempat tidur.

“JANGAN DEKAT-DEKAT!!!” pekiknya, suara serak.

Devan berhenti dua langkah dari ranjang, meletakkan nampan perlahan di meja kecil.

“Kamu butuh makan. Tubuhmu masih lemah.”

“Aku TIDAK MAU!!!” Khanza menggeleng keras, air mata langsung jatuh.

“Aku mau Mas Reza!!! Dimana dia?!”

Devan menarik napas pelan, menatapnya dalam namun tetap dingin.

“Berhenti menyebut nama itu.”

“REZA AKAN DATANG!!!” Khanza terus berteriak histeris. “Dia pasti cari aku..”

“TIDA!!.”

Suara Devan menggelegar, menghentikan Khanza seketika.

Tatapan matanya tajam, tapi wajahnya tetap tenang.

“Dengarkan aku baik-baik.”

Ia melangkah mendekat, namun masih menjaga jarak satu meter.

“Reza tidak akan datang. Dia tidak mencintaimu lagi, Za.”

Khanza membeku dan Kepala menggeleng pelan.

“Bohong…” suaranya melemah.

“Kamu bohong! Mas Reza cinta sama aku…”

Devan menatapnya tanpa berkedip.

“Kalau dia mencintaimu, kenapa dia tidak di sini? Kenapa dia tidak menyelamatkanmu waktu aku akad nikah denganmu? Kenapa dia diam saat kamu hampir mati di rumah sakit?”

Khanza terdiam, tapi air matanya justru mengalir makin deras.

Devan melangkah pelan ke samping ranjang. Ia duduk di kursi dan bersandar santai, namun suaranya tetap penuh kendali.

“Kamu masih hidup karena aku. Kamu berada di sini karena aku bawa kamu jauh dari semua orang yang hanya bikin kamu menderita.”

Ia mengambil sendok sup, meniupnya pelan lalu mengulurkan ke arah Khanza.

“Makan, Za. Aku tidak akan biarkan kamu menyiksa dirimu lagi demi pria yang bahkan tidak ada di sini.”

Khanza menatap sendok itu lama, bibirnya bergetar.

“Mas Reza, akan datang…”

Devan tersenyum tipis. Dingin.

“Kalau dia datang…” suaranya rendah, gelap.

“Aku pastikan dia tidak akan pernah bisa membawamu pergi lagi.”

Sementara itu di tempat lain dimana langkah kaki Yanuar terdengar tergesa saat keluar dari pintu kedatangan internasional.

Matanya gelisah, wajah penuh amarah dan kekhawatiran.

Sudah berhari-hari ia mencoba menghubungi Reza dan Khanza, tapi tak satu pun yang menjawab.

Dan kini, ia datang sendiri ke Swiss.

“Aku nggak akan diam.” gumamnya dalam bahasa Indonesia, rahang mengeras.

“Kalau sampai ada yang menyentuh mereka kubenamkan hidup-hidup.”

Kantor Polisi Zurich — Satu Jam Kemudian

Ruangan putih bersih, aroma disinfektan tercium kuat.

Yanuar berdiri di depan meja resepsionis polisi, menunjukkan foto Reza di ponselnya.

“This man. Reza Adhi Putra. Indonesian citizen. I got a report he was arrested here two days ago. Where is he?”

Petugas polisi, pria muda berambut pirang melihat sekilas lalu menggeleng santai.

“We don’t have any record of that name. No such person was brought here.”

Yanuar menyipitkan matanya dan merasakan ada keanehan.

“Don’t play with me.”

Petugas itu mengangkat bahu, tetap bersikap tenang.

“I’m telling the truth. There is no—”

SRAKK!

Yanuar menepuk keras meja resepsionis hingga map-map beterbangan.

Napasnya memburu, nada suaranya berubah tajam seperti pisau.

“Listen to me. If you hide an illegal detainment, I will report this station to the Indonesian Embassy AND the Swiss Federal Department of Justice. You know what happens to a police unit proven to take bribes?”

Petugas itu menegang. Matanya melirik ke arah ruang belakang, penuh kegelisahan.

Yanuar melangkah mendekat, menekan setiap kata dengan penuh ancaman.

“Do I need to call the embassy now?”

Petugas itu panik. Ia menelan ludah, lalu berlari ke ruangan dalam.

Beberapa detik kemudia akhirnya dua polisi lain datang menarik seseorang dalam keadaan hampir tidak bisa berjalan.

Tubuhnya diseret dengan kondisi kemejanya yang robek.

Wajah bengkak. Bibir pecah. Dua lebam ungu besar menghiasi rahangnya. Tangannya terborgol.

Yanuar membelalakkan mata.

“Reza?!”

Reza mengangkat kepala pelan.

Matanya sayu, tapi ketika melihat Yanuar—pupils-nya melebar, air matanya langsung menggenang.

“Y-yanuar.."

Yanuar hampir menerjang polisi yang menahan Reza.

“KENAPA DIA DIKURUNG DI SINI?! DIA TIDAK BERSALAH!!!”

Salah satu polisi terkejut, mundur setengah langkah.

“Kami hanya mengikuti perintah Devan Atala.”

BRAKK!

Yanuar menghantam meja lagi.

“Dimana Khanza?! Dimana istri Reza?!”

Reza mencoba bicara, suaranya parau.

"Khaza dibawa…”

Yanuar meraih bahu Reza, menahan amarah yang hampir meledak.

“Tenang. Aku di sini. Aku akan keluarin kamu. Kita cari Khanza bareng.”

Yanuar langsung meminta polisi untuk mengantarkannya ke rumah sakit.

Sesampainya di Ruang Gawat Darurat. Rumah Sakit Universitas Zurich

Cahaya lampu putih menyilaukan. Aroma antiseptik menusuk hidung.

Reza terbaring di ranjang dorong, tubuhnya hampir tak bergerak.

Luka lebam menghiasi wajah dan tubuhnya beberapa jahitan baru menempel di pelipis dan bibir, perban besar melilit tulang rusuknya.

Beep… beep… beep…

Monitor detak jantung berdetak pelan namun stabil.

Yanuar berdiri di samping ranjang, wajahnya tegang, rahang terkunci.

Tangannya mengepal begitu kuat hingga buku-bukunya memutih.

Dokter selesai memeriksa dan menuliskan catatan di papan medis.

“"He suffered multiple contusions, internal bleeding on the left abdomen, and two cracked ribs," the doctor said in English.

“Luckily, no organ damage. But he needs rest. No stress, no physical strain.”

Dokter itu pergi, meninggalkan mereka berdua.

Reza membuka mata perlahan. Napasnya pendek dan berat.

“Yanuar…”

Yanuar langsung mendekat, memegang tangan Reza yang dingin.

“Jangan ngomong dulu. Kau baru sadar.”

Mata Reza berkaca-kaca, suaranya parau dan goyah.

“Za…”

Hanya satu kata. Tapi itu cukup membuat dada Yanuar seperti ditusuk.

Air mata jatuh begitu saja dari mata Reza.

“Dia.dibawa pergi…”

Yanuar menggenggam tangan Reza lebih kuat.

“Dengar aku, Za.” suaranya dalam dan serius.

“Kita akan cari dia. Aku nggak akan biarkan siapapun ambil dia dari kamu.”

Reza menggeleng pelan, frustasi bercampur putus asa.

“Devan, dia gila. Dia menikahi Za dengan cara paksa…”

Napasnya mulai memburu, bahunya gemetar.

Yanuar segera menenangkan, menekan pundaknya pelan.

“Tenang. Jangan kamu paksa bicara. Fokus sembuh dulu.”

Reza menatap langit-langit kamar, air mata terus jatuh ke pelipisnya.

“Aku gagal, Yan. Aku janji jaga dia, tapi aku nggak bisa…"

Yanuar menunduk, menggigit bibir, menahan sesuatu yang hampir meledak dalam dirinya.

Lalu ia menatap Reza lagi dengan tatapan tajam. Tegas.

“Dengar aku baik-baik.”

Ia mendekat lebih dekat, suaranya rendah namun penuh bara.

“Kalau kau jatuh sekarang, Devan menang. Kalau kau menyerah, Khanza akan benar-benar jadi miliknya seutuhnya.”

Reza terdiam sejenak saat mendengar perkataan dari Yanuar.

Yanuar melanjutkan perkataannya dengan sorot matanya membara.

“Kau ingin selamatkan dia? Kau ingin rebut kembali istrimu?”

Reza mengepalkan tangan perlahan meski sakit.

“Iya…”

“Kalau begitu,” Yanuar berdiri tegak, menatap pintu keluar seolah memberi peringatan pada seluruh dunia,

“Sembuh lah. Karena setelah ini, kita akan buru Devan sampai ke ujung bumi.”

Wajah Reza perlahan menegang. Bukan lagi pasrah.

“Khanza, tunggu aku…”

1
Dwi Estuning
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!