NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:758
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Dua tahun kemudian.....

Clarissa membasuh kedua tangannya, ia melirik sebentar pada makanan yang sudah ia siapkan. Rencananya ingin makan malam bersama untuk terakhir kalinya bersama suaminya, Benjamin.

Walau pernikahan ini bukan sesuatu yang nyata tetapi ia menghargai semua momen bersamanya, Clarissa tak pernah sekalipun membenci suaminya. Ia sungguh berterima kasih, kalau bukan karenanya, sang Ibunda tercinta tak pernah sadarkan diri lagi.

Dan sesungguhnya, ia sudah mengingkari aturan perjanjian mereka untuk tak jatuh cinta pada padanya.

Tetapi Clarissa tak ingin egois, mengedepankan perasaannya dibanding jasa yang Benjamin lakukan untuknya dan sang Ibu. Perasaan ini akan ia kubur sedalam-dalamnya agar tak mengganggu kehidupan Benjamin di masa kini maupun masa mendatang.

Clarissa menarik kursi dan melihat pada jam, sudah pukul sepuluh lebih tetapi Benjamin belum juga pulang atau mungkin dia mempunyai banyak pekerjaan di kantornya? Biasanya Benjamin pulang pukul 22.00

Dia pun menjatuhkan kepalanya pada meja dapur, sebaiknya ia menunggu sebentar. Namun matanya tak kuasa menahan rasa lelah sekaligus kantuk.

''Aku akan tidur sebentar, sampai dia datang.'' Clarissa menutup matanya dan terlelap dalam sekejap.

Kring.... Kring....

Suara dering ponsel membuat Clarissa mengernyit, ia masih belum membuka matanya.

Dia pun menggeliat pelan dan mencari dari mana suara itu berasal. Tetapi Clarissa di kagetkan oleh jam yang sudah menunjuk pukul tiga dini hari. Dan tidak ada tanda keberadaan Benjamin.

Clarissa lalu melangkah perlahan mendekati ponsel yang sejak tadi bersuara. ''Nomor tidak di kenal,'' ia bingung jarang sekali ada yang menelpon di jam segini di tambah nomor yang memanggil tak ia kenal. ''Apa salah sambung,'' Clarissa terdiam sekejap namun tetap mengangkatnya. Siapa tahu penting.

''Halo,'' Clarissa menempelkan telpon pintar pada telinganya.

''Selamat malam, mohon maaf mengganggu. Apakah saya sedang berbicara dengan Ibu Clarissa?" Suara lembut seorang perempuan terdengar dari seberang.

Clarissa mengernyit, agak bingung. "Benar. Ini siapa, ya?"

"Saya dari Rumah Sakit XX ingin memberitahukan bahwa anggota keluarga Ibu, atas nama Benjamin Halton, baru saja dibawa ke rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas dan dalam kondisi kritis. Kami mohon agar Ibu bisa segera datang ke rumah sakit."

Clarissa terdiam, dunia seolah mendadak hening. Kalimat serupa pernah ia dengar dua tahun lalu—dan kini, ia harus mendengarnya lagi, dengan kedua telinganya.

''B-baik,'' bunyi telpon berakhir. Kaki Clarissa melemas. Tanpa sadar, ia jatuh duduk di lantai dan napasnya tersengal-sengal.

Namun ia kembali berdiri lalu dengan cepat mengambil tas dan cardigan, melangkah menuju garasi dan tanpa menunggu lama langsung mengendarainya.

Setelah beberapa menit akhirnya ia sampai di rumah sakit yang menangani suaminya, ia terburu-buru menuju lobi.

"Permisi, boleh saya tahu pasien atas nama Benjamin Halton berada di ruangan mana?" tanya Clarissa pelan.

Petugas administrasi mengangguk ramah. "Sebentar ya, Bu..." Ia mengetik sesuatu di komputernya, lalu menatap layar.

"Baik, pasien Benjamin Halton berada di ruang 207, lantai dua, gedung utama." Lanjut petugas di sana.

Clarissa mengangguk singkat. "Terima kasih." Ia segera melangkah cepat ke arah lift dan menekan tombol di depan. Ia menari nafas panjang, rasanya ingin sekali dia mengeluarkan air mata.

''Semoga Benjamin berhasil terselamatkan.''

Lift bersuara bersamaan dengan terbukanya pintu tersebut, Clarissa melangkah pelan melihat nomot pintu ruangan.

Ia sampai pada ruangan yang ia tuju, tangannya menempel pada gagang pintu dan membukanya.

Clarissa berdiri terpaku. Benjamin terbaring di ranjang, dengan selang dan kabel medis yang menempel di dada, lengan, dan kepalanya. Suara mesin monitor jantung berdetak pelan terdengar.

''Apa Anda keluarga pasien?'' Laki-laki yang mengenakan pakaian putih dan stetoskop yang menggantung di lehernya bertanya setelah melihat pintu terbuka.

''Benar, saya i-istrinya.'' Clarissa menjawab gagap, sudah dua tahun ia selalu berlatih mengucapkan kalimat itu tetapi rasanya masih terasa aneh.

Dokter itu mengangguk pelan namun tetap tenang, ''kalau begitu, saya ingin berdiskusi sebentar mengenai kondisinya. Silahkan ikuti saya.''

''Baik,'' Clarissa melangkah mengikuti Dokter laki-laki tadi. Hanya beberapa detik sampai ke ruangannya.

"Silakan duduk," katanya sambil berjalan ke arah meja. Tangannya membuka salah satu laci, lalu menarik keluar sebuah map berlabel Benjamin Halton.

''Seperti yang Ibu ketahui, suami Anda mengalami kecelakaan yang cukup serius. Benturan keras di bagian kepala menyebabkan perdarahan yang cukup parah. Saat ini, kondisinya sudah lebih stabil, namun...''

Dokter menatap Clarissa dengan hati-hati sebelum melanjutkan, ''Kami perlu memberi tahu bahwa cedera di area kepala seperti ini bisa menimbulkan efek samping, termasuk kemungkinan hilang ingatan. Bisa bersifat sementara, tapi dalam beberapa kasus, juga bisa berlangsung lebih lama.''

Clarissa hanya menatap dokter itu, bibirnya terbuka sedikit seolah ingin bertanya—tapi tak ada suara yang keluar. Dadanya terasa sesak. Dia hilang ingatan? Lalu bagaimana dengan kontrak pernikahan ini!

''Kami menyarankan agar saat pasien sadar nanti, keluarga tidak langsung memberinya informasi atau kenangan yang terlalu berat atau emosional. Bila otaknya belum siap menerima, itu bisa memicu stres atau bahkan memperburuk kondisinya. Kita belum tahu seberapa besar dampak benturan itu terhadap fungsi memorinya. Memberi terlalu banyak informasi atau kenangan bisa memicu stres, dan itu bisa memperlambat atau bahkan menghambat proses pemulihan ingatan.'' Dokter kembali berbicara dengan tenang.

''Kalau begitu... berapa lama suami saya akan kehilangan ingatannya? Dan kapan saya dan keluarga boleh memberitahu ingatan lama padanya!'' Akhirnya Clarissa memberanikan diri, suaranya nyaris tenggelam. Tangannya saling menggenggam di pangkuan, mencoba menyembunyikan kegugupan yang mulai menggerogoti dirinya.

"Kami masih belum mengetahui berapa lama suami Anda akan mengalami amnesia tetapi jika dalam satu bulan ke depan suami Ibu tidak menunjukkan gejala seperti sakit kepala atau keluhan lainnya yang berkaitan dengan cedera otaknya, maka kami akan mulai mengizinkan keluarga untuk secara perlahan mengenalkan kembali ingatan-ingatan masa lalunya." Dokter menjawab dengan hati-hati agar tak membuat keluarga pasien terpuruk.

***

Clarissa menghempaskan tubuhnya ke sofa yang terletak tak jauh dari tempat Benjamin berada. Ia tak tahu harus bagaimana lagi, di satu sisi ia sedih karena Benjamin mengalami kecelakaan tetapi bila di pikirkan kembali bukankah ini juga termasuk kesempatan untuknya. Agar dia bisa membuat Benjamin jatuh hati padanya dan mereka bisa membuat pernikahan ini menjadi nyata, tetapi bukankah Clarissa terlalu serakah dan tak tahu diri.

Dan lagi, sepertinya Benjamin sudah memiliki seseorang di hatinya dan itu bukan dirinya. Rumor sudah beredar di mana-mana bahwa dia dan model terkenal yang berada di bawah naungan perusahaannya memiliki hubungan khusus. Ada banyak sekali bukti photo mereka berdua sering bersama walau hanya terlihat duduk bersama atau tertangkap menaiki mobil yang sama. Banyak netizen yang berkomentar model bernama Isabella itu lebih cocok bersama suaminya dibanding Clarissa.

Clarissa menggelengkan kepala, ia tidak boleh berpikiran negatif dan mencoba menarik keuntungannya sendiri. Sekarang ia hanya ingin merawat Benjamin sampai ia benar-benar pulih.

Dan sepertinya pernikahan ini tidak akan berakhir sekarang.

Clarissa akan menunggu sampai suaminya mendapat ingatannya kembali dan Benjamin sendirilah yang menentukan apakah pernikahan ini akan berakhir atau...? Entahlah.

To be continue....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!