Kau Hancurkan Hatiku, Jangan Salahkan aku kalau aku menghancurkan Keluargamu lewat ayahmu....
Itulah janji yang diucapkan seorang gadis cantik bernama Joana Alexandra saat dirinya diselingkuhi oleh kekasihnya dan adik tirinya sendiri.
Penasaran ceritanya???? Yuk kepo-in.....
Happy reading....😍😍😍😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 : Mobil Berguncang
“Jadi—ini tempat yang mau Daddy tunjukkin sama aku?”
Mata Jo terpaku pada area restoran yang terletak di sekitar villa-villa yang berjejer rapih, menciptakan pemandangan yang sangat indah dan mempesona. Di dekat villa-villa tersebut, terdapat sebuah restoran menyajikan makanan Western dengan suasana yang nyaman dan elegan.
Disekeliling Villa terdapat pemandangan yang luar biasa menakjubkan dan memukau.
Mata Jo membentang lebar, takjub dengan pemandangan luar biasa tersebut.
Bram mengajaknya masuk ke dalam resto dengan menggamit pinggang sang istri. Jo tak menyangka bahwa bagian belakang resto tersebut memiliki area makan outdoor yang menghadap langsung ke pemandangan jejeran bukit yang membentang indah. Bukit-bukit hijau yang menjulang tinggi seperti ular raksasa yang besar, membentang luas dan memanjakan mata dengan keindahan alam yang tak terlupakan.
Di bawah bukit, juga tak kalah indah, hamparan sawah yang luas dan berterasering menghijau bagaikan permadani yang menyejukkan mata.
Warna hijau yang mendominasi pemandangan tersebut memberikan kesan yang sangat alami dan menyegarkan.
Jo merasa seperti berada di dalam sebuah lukisan alam yang hidup, dengan keindahan yang tak terhingga.
Sang suami tersenyum melihat ekspresi kagum di wajah istri. Dia tahu bahwa Jo sangat menyukai pemandangan alam dan tempat-tempat romantis, makanya Bram mengajak Jo ke tempat itu.
Suasana romantis di dalam resto juga tak kalah penting. Pemilik resto sepertinya sengaja memberikan sentuhan dekor yang romantis bagi pasangan.
Bram menggenggam jemari istrinya sambil tersenyum tipis. Lalu ia mengajaknya duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Jo menurut dan tidak banyak protes, dia ikut duduk mengikuti suaminya.
Seorang pelayan datang membawakan buku menu. Tutur katanya sangat sopan, lembut dan ramah.
“Silahkan, Pak, Dek?” Katanya sambil menyerahkan buku menu.
Bram sedikit mencebikkan bibir. Ia tahu bahwa pelayan itu pasti mengira mereka pasangan bapak dan anak. Namun karena tak mau membuat keributan, Bram biarkan saja pemikiran salah itu.
“Kamu pesan apa, Sayang?” tanya Bram, terlihat seperti seorang ayah yang perhatian pada putri kecilnya.
“Emmmm….!” Jo nampak berpikir.
“Aku mau salad buah, terus….. steak well done ( Steak yang dimasak matang sepenuhnya, tidak ada warna merah di bagian dalam). Penutupnya aku mau es krim rasa strawberry?” ucap Jo, dan pelayan mencatatnya dengan cepat.
“Kalau tuan mau pesan apa….?” tanya pelayan, terlihat agak genit. Dari gerak tubuh, Jo bisa melihat pelayan itu sengaja seperti menggoda dengan menyelipkan rambut di telinga, lalu nada bicaranya terdengar mendayu-dayu disertai dengan senyum manis.
Tapi sepertinya Bram terlihat cuek saja.
“Samakan saja, tapi tanpa es krim. Minumnya 2 orange juice?” ucap Bram, nadanya dingin dan datar.
“Baik—saya ulangi pesanannya? Dua salad buah, dua steak well done, 1 es krim rasa strawberry, dan dua orange juice?” kata pelayan mengulangi pesanan yang dipesan Bram dan Jo.
“Ya,” angguk Bram cepat.
“Mohon ditunggu ya!”
Pelayan pergi meninggalkan keduanya, namun sesekali tatapannya melirik ke arah Bram. Melihat itu Jo mendengus kesal.
Ia akui, suaminya itu memang mempunyai pesonanya sendiri. Meski usia sudah kepala empat, tapi tubuhnya yang masih gagah, kulitnya yang liat, dan wajahnya yang tampan seperti artis-artis Hollywood, siapapun pasti akan terpesona, termasuk embak-embak tadi.
“Dasar centil!” gumam Jo, mengumpat dengan suara lirih.
“Siapa?” tanya Bram melirik ke arah istrinya.
“Itu—embak-embak pelayan. Dia kayak lagi tebar pesona gitu? Dari tadi senyum-senyum ke meja sini terus!” cebik gadis cantik itu.
Bram terkekeh geli melihat ekspresi istrinya, namun tak ia balas.
“Resto ini ramai juga ya, Dad?” ucap Jo, mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
“Hemmm, ini resto favorit pasangan jika ingin suasana yang romantis, tapi jauh dari kebisingan?”
Joanna mellirik sekilas, namun hanya sekilas. Ia kembali menikmati pemandangan indah di hadapannya sambil mengambil gambar untuk ia abadikan.
“Makan!” titah Bram, begitu makanan yang mereka pesan sudah tersaji di atas meja.
“Wow, steak well done kesukaan ku?” cakapnya, begitu bersemangat ingin menikmati steak tersebut.
Bram memandangi Jo yang begitu bersemangat menikmati daging steak di hadapannya itu. Anehnya, Bram tersenyum kecil karena Jo terlihat begitu manis saat menikmati daging tersebut. Saus steak belepotan ke segala arah, menjadikan gadis itu semakin imut.
“Dad, kenapa kau memandangiku? Ayo makan steak nya!” suruh Jo, dengan mulut belepotan saus.
Secara refleks, tangan Bram terulur, dia menyeka saus belepotan yang ada di mulut istrinya dengan lembut. Merasa mendapatkan perhatian kecil tersebut, Jo tersenyum manis. Ia merasa sangat senang.
“Kamu seperti anak kecil saja. Makan sampai belepotan begini!” tegur pria itu, membuat pipi Jo merona-rona.
“Steak-nya enak banget, Dad? Kau sangat pintar memilih restoran!” puji gadis itu.
“Kau menyukainya?” tanyanya. Jo langsung mengangguk cepat.
“Saladnya juga enak. Buah-buahannya masih sangat segar. Karena buahnya memang hasil kebun sendiri. Ini bukan buah impor?” kata Bram, sambil menikmati salad buah yang rasanya segar dan manis di mulut.
“Daddy tahu tempat sebagus ini dari mana?” tanya Jo, mendadak kepo.
“Tau lah,” sahut sang suami dengan santai, “Masa kamu yang anak muda tidak tahu tempat sebagus ini?” ujarnya, terdengar sombong. Jo memutar bola matanya malas.
Tiga jam mereka berada di resto itu, hingga akhirnya mereka bosan sendiri. Bram mengajak istrinya keluar dari resto itu setelah membayar semuanya.
Namun baru saja keluar dari restoran, dan berdiri di dekat mobil, tiba-tiba wajah Jo dibuat menengadah ke langit. Ia merasa ada sesuatu yang jatuh dari langit.
“Hujan, Dad!” ucap Jo begitu merasakan air menetes ke pipi dan seluruh tubuhnya.
“Masuk mobil!” perintah Bram menyuruh istrinya masuk ke dalam mobil. Karena mau balik ke restoran, tidak mungkin karena hujan turun langsung deras.
Para pengunjung lari terbirit-birit. Ada yang kembali ke restoran, ada yang berteduh dibawah pohon beringin, dan ada pula yang ikut-ikutan seperti Bram dan Jo, masuk ke dalam mobil masing-masing.
“Wah, aneh banget. Padahal tadi cuacanya terik ya, Dad? Kok tiba-tiba hujan deras?” kata Jo, matanya menatap sekeliling.
“Itulah kenapa kota ini dijuluki kota hujan?” sahut sang suami, melepaskan jas-nya yang sedikit basah kena air hujan.
Dengan penuh perhatiannya ia mengambil handuk bersih yang selalu ia bawa di kursi penumpang. Bram buka dari plastiknya, lalu memberikannya pada sang istri.
“Keringkan rambut dan wajah mu dengan handuk kering biar nggak sakit?” katanya. Jo sempat melongo. Namun sedetik kemudian ia tersenyum kecil. Tak menyangka Bram bisa perhatian padanya.
Hujan turun semakin deras, mengguyur bumi dengan kencang, diselingi dentuman guntur yang membelah langit. Bram terpaku, berdiam diri di dalam mobil bersama sang istri, matanya menatap kosong ke jalanan yang tergenang air. Jantungnya berdebar khawatir memikirkan jalur licin menuju kota, dan dengan enggan ia memutuskan untuk bertahan sejenak, menunggu amarah langit yang kini sedang mengamuk, berharap semoga reda.
“Sepertinya kita harus menginap di villa untuk malam ini? Liat langit semakin menggelap, padahal ini masih pukul 4 sore? Bagaimana menurutmu?”
“Ehm, terserah Daddy aja. Kalau nggak memungkinkan untuk pulang, ya terpaksa kita menginap?”
Terpaksa Jo mengiyakan ucapan suaminya, mengingat dia juga sudah kedinginan karena memakai baju yang memang sedikit terbuka.
Bram menoleh ke arah istrinya, tubuh Jo memang bergetar disertai dengan gigilan lembut. Tangannya mengusap-usap, mencari kehangatan.
“Pakai handuk itu untuk menghangatkan tubuh kamu?” suruh Bram pada istrinya.
“Masih dingin, Dad?" ucap Jo, tubuhnya menggigil.
Bram dengan nada penuh kekhawatiran langsung menarik tubuh mungil Jo ke pangkuannya. Dengan gerakan yang cepat namun penuh kasih, ia mendekap istri tercintanya bak pelindung yang siap mengusir segala kedinginan. Jo, terkejut namun segera larut dalam hangatnya sentuhan Bram.
Tubuhnya yang tadinya kaku, kini mencair dalam kehangatan yang disalurkan dari dada bidang suami. Dengan lembut, ia menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan Bram yang beraroma maskulin, mencari perlindungan dari rasa dingin yang menyengat.
Kedua hati itu kini berbagi kehangatan, bukan hanya dari tubuh, tapi juga dari cinta yang terjalin tiada mereka sadari. Bram dan Jo, dalam hening yang hanya diisi desau nafas dan detak jantung, berbagi sebuah momen yang abadi; momen dimana kehangatan cinta mengalahkan dinginnya dunia luar.
Tatapan mata mereka saling terkunci, seolah-olah masing-masing bisa merasakan denyut jantung yang lain. Dalam sekejap, tanpa kata, bibir mereka bersatu dalam ciuman yang mendalam. Yang awalnya ciuman lembut berubah menjadi penuh gairah, seolah-olah masing-masing tengah menuntut kompensasi atas hari-hari yang terlewat tanpa sentuhan. Desahan demi desahan pecah mengiringi irama hujan di luar, mengabaikan guntur yang menggelegar. Dalam gelap, hanya ada mereka dan nyala api yang tak terkendali dari hasrat yang telah lama tertahan. Gairah membara, seakan mampu membakar segala rasa rindu yang terpendam selama tiga hari terpisah.
Bram, dengan gerakan yang lincah dan penuh nafsu, melepaskan celana dalam sang istri tanpa melepas pakaian bagian atas. Mereka tetap saling mencecap dengan bibir yang tak terpisahkan, mencari madu penuh candu di antara helaan nafas yang semakin bergelora.
Di luar sana, hujan turun sangat deras, namun mereka terlalu larut dalam hasrat masing-masing untuk memperdulikan cuaca yang riuh. Bertengger di kursi mobil, mereka merajut cinta dalam pertemuan yang semakin panas, lupakan sejenak dunia di luar sana.
"Ughhhhhhh.....!" lenguh keduanya.
"Argh, Dad!" pekik Jo, saat Bram menggigit lehernya.
"I miss you, honey?"
"I'M too. Aku juga sangat merindukanmu, Dad. Sangattttthhhhhhh.....Arkh....!"
Pria gagah itu sepertinya sudah tidak bisa menahan hasratnya, dengan bersusah payah, dia juga melepaskan celananya sendiri, tidak sampai benar-benar terlepas, hanya sampai mata kaki, cukup merepotkan baginya mengingat ruangan di mobil tidak cukup luas, namun tidak membuat pria dengan sejuta pesona di usianya itu, berputus asa.
Meski bersusah-susah, akhirnya celananya berhasil terlepas.
Miliknya yang kokoh dan besar berurat langsung berdiri begitu gagahnya. Bagai pasukan memakai topi tentara yang siap untuk berperang.
"Uhhhh, Dad....? Kenapa bertambah besar....?" ucap istrinya, terlihat gemas menatap milik suaminya yang menurutnya semakin besar.
"Dari dulu emang sudah besar,"
"Masa sih....?" ucap Jo, sambil mengelus-elus dengan manja. Lalu ia tersenyum nakal.
"Aku sudah tak tahan, Honey? Langsung masukkan ya?" pinta pria itu sambil berbisik.
"Hah, yakin disini, Dad?" kaget Jo, "Bagaimana kalau orang lain sampai lihat?"
"Jangan khawatir, kaca mobil ini tidak tembus pandang. Tidak akan terlihat dan tidak akan ada yang tahu apa yang sedang kita lakukan di dalam?"
"Beneran, Dad?"
"Heum,"
"Kalau begitu lakukan....? Hujam milikku dalam-dalam, Dad? Aku sangat merindukan ini?" ucapnya dengan nakal, sambil membelai-belai milik suaminya.
"Masukkan, Sayang????" pinta Bram.
Tiba-tiba, mobil itu berguncang hebat, seolah-olah ada gempa mengguncang kendaraan itu dari dalam. Hujan lebat di luar menjadi saksi bisu yang menyembunyikan kegaduhan mereka bersamaan dengan suara-suara laknat dari dalam mobil, menutupi gerak-gerik canggung yang membuat siapa pun di luar takkan curiga sedikit pun. Namun, tidak bagi sosok di balik jendela mobil yang tersembunyi dalam bayang-bayang. Dengan alis berkerut tajam dan bibir yang mengumpat lirih, ia mengamat-amati tanpa lelah, yakin dua orang di dalam mobil itu tengah melakukan sesuatu yang tak seharusnya. Gemuruh hujan bukan hanya menutupi suara alam, tapi juga bisik-bisik rahasia yang menggeliat dalam ruang sempit itu.
To be continued ....
Komen, komen, komen....
Hehehehe.....
up tiap hari dong kak makin seru nich/Smile//Smile//Smile/
thor buat jo bangkit n bisa buktiin kl mm nya emang dicelakai ma istri barunya bpknya. dan jo bisa bangkit n sukses walaupun ada anak bram. n buat bram n anaknya menyesal udah ninggalin jo
adil dan seimbang sakitnya