Claire terjebak dalam pernikahan yang tak diinginkannya, hingga sebuah kecelakaan misterius membuatnya melarikan diri di tengah hujan dengan gaun pengantin yang compang-camping. Cedric, seorang pria asing dengan batu langit peninggalan kuno, menyelamatkan hidupnya. Cedric seorang pria dengan masa lalu penuh rahasia.
Siapakah Cedric di dalam kehidupan Claire, dan mengapa pria asing itu memilih menyelamatkannya?
Ini adalah sebuah cerita fantasi tentang kekuatan magis, dendam keluarga, dan cinta tak terduga. Akankah cinta itu akan bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KIKUK
Aria berdiri terpaku, tubuhnya kaku seolah diterpa angin dingin yang menusuk tulang. Cedric yang sudah melangkah jauh, merasa ada sesuatu yang belum selesai, tetapi dia terus maju, langkahnya mantap, seakan tak ada yang bisa mengubah arah langkahnya.
Di luar, hujan semakin deras, membasahi tanah dan memberi aroma tanah yang segar. Aria menatap ke luar jendela, air mata perlahan mengalir tanpa bisa dia tahan. Kata-kata Cedric yang lebih mengutamakan persahabatan itu menusuk lebih dalam dari yang dia duga. Cinta pertamanya ternyata tak mampu memenangkan hati pria yang dia harapkan.
“Tapi kenapa?” pikir Aria, menyeka air mata yang mengalir tanpa bisa dihentikan. “Kenapa dia harus mengatakan itu sekarang, saat aku akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku?”
Namun, di dalam hati Aria, ada satu keyakinan yang mulai tumbuh, sebuah keyakinan bahwa perjalanan mereka tidak berakhir di sini. Mungkin bukan sekarang, tapi suatu hari nanti, jalan mereka akan bersatu dalam cara yang berbeda.
Sementara itu, Cedric melangkah semakin jauh, bertekad untuk mencari jawaban dari apa yang mengganggu pikirannya—Claire dan liontinnya. Namun, jauh di dalam hatinya, ada keraguan yang tak bisa dia hindari. Dia merasa seakan ada sesuatu yang hilang. Di tengah hujan, dunia terasa semakin sunyi, tetapi jauh di dalam hatinya, ada cerita yang masih harus terungkap.
Cedric melanjutkan langkahnya, meninggalkan kediaman yang kini terasa semakin sepi. Setiap langkah yang ia ambil terasa semakin berat, seolah ada beban tak terlihat yang menahannya. Hujan deras membuat langit menjadi gelap, tetapi dalam kegelapan itu, pikirannya justru semakin terang dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Claire. Liontin. Apa hubungannya dengan semuanya?
Dalam perjalanannya menuju tempat di mana Claire biasanya berada, hati Cedric dipenuhi dengan ketegangan. Dia tahu bahwa kunjungannya kali ini bukan hanya untuk mencari jawaban, tapi juga untuk menghadapi kenyataan yang mungkin lebih pahit lagi. Kenyataan bahwa dia mungkin harus memilih antara dua jalan yang sangat berbeda—jalan yang berhubungan dengan tugasnya dan jalan yang berhubungan dengan hatinya.
Sementara itu, Aria duduk di ruangan yang sama, masih terperangkap dalam pikirannya sendiri. Perasaan kesepian mulai merasukinya. Bayangan wajah Cedric yang mengusap kepalanya terus menghantuinya. Mengapa dia merasa begitu dekat, tetapi tetap seperti ada jarak yang tak bisa dijembatani?
Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka. Lord Erythion masuk, menatap Aria dengan mata penuh keprihatinan. “Aria, kau baik-baik saja?” tanyanya lembut.
Aria mengangkat wajahnya, memaksakan senyum. “Aku baik-baik saja, Paman. Hanya... sedikit lelah,” jawabnya, meskipun hatinya terasa hampa.
Lord Erythion duduk di sampingnya, menatap Aria dengan penuh perhatian. “Kau tahu, aku selalu ada jika kau ingin berbicara.”
Aria menunduk, merasa bersalah karena harus menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya. “Terima kasih, Paman,” ujarnya pelan.
Kembali ke Cedric, dia akhirnya tiba di Apartemen, yang tampak lebih sepi dari biasanya. Ketika dia masuk. Dia tidak mendapati Claire dan Logan.
Cedric pun segera melangkah ke kamar Claire, “Apa kau ada di dalam?”
Saat ini Claire baru saja mandi, dia membuka pintu kamar nya dengan masih memakai handuk kimono dengan rambut yang basah. Aroma daun mint menyapa penciuman Cedric. “k-kau baru selesai mandi?”
Claire keluar dari kamar mandi dengan kulitnya yang masih basah, memancarkan kilau lembut yang menambah pesona dirinya. Rambut panjangnya yang terurai, masih basah dan berkilau, jatuh indah di bahu dan punggungnya. Wajahnya yang alami, tanpa riasan, justru semakin mempesona. Mata birunya yang dalam seolah bisa melihat hingga ke dalam jiwa, dengan sorot yang tenang namun memikat.
Sewaktu dia melangkah, tubuhnya terlihat ramping dan proporsional seolah diukir dengan sempurna, dan meskipun dia tidak berusaha menarik perhatian, pesona dirinya begitu kuat sehingga setiap mata yang memandang tidak bisa lepas darinya.
Wajahnya yang lembut seolah memiliki daya tarik tak terucapkan, sebuah keindahan yang membuat siapa saja merasa seolah ingin memiliki, merasa terpesona dalam kesederhanaan dirinya. Ada kelembutan dalam setiap senyum yang tersungging, dan kedamaian dalam aura yang dia pancarkan, seakan dunia bisa berhenti hanya untuk menikmati saat itu.
Meskipun dia hanya seorang wanita biasa, saat itu, dia tampak seperti sosok yang keluar dari dongeng—sederhana, namun luar biasa. Cantiknya bukan hanya karena fisiknya, tetapi juga karena aura yang menenangkan dan menarik orang untuk merasa nyaman di dekatnya. Sebuah kombinasi yang langka, yang membuat setiap detil dari dirinya begitu berharga.
Cedric, yang tak siap dengan pemandangan itu, terdiam sejenak, tubuhnya kaku seperti patung. “C-Cedric?” Claire bertanya, suara sedikit gemetar karena rasa canggung yang langsung menyelimuti ruangan itu.
Cedric, yang mulai merasa kikuk, merasa seluruh tubuhnya memanas. Dia ingin segera berpaling, tapi entah mengapa, matanya justru terpaku pada Claire. Dia melihatnya begitu alami, begitu cantik. Rambutnya yang basah mengalir indah di bahunya, kulitnya bersinar lembut.
Cedric menelan ludah, mencoba mencari kata-kata, tetapi yang keluar hanyalah suara aneh. “A-a-apa yang kau… maksudnya... apa yang terjadi. Kau wangi sekali… shampoo apa yang kau pakai?” katanya dengan gugup, matanya melirik ke arah tangan Claire yang masih memegang handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.
“Eh, aku hanya baru saja selesai mandi,” jawab Claire, masih sedikit bingung dengan sikap Cedric yang tidak biasa. Dia menyeringai, meskipun masih ada sedikit kegugupan di wajahnya.
Cedric yang semakin merasa kikuk, mencoba menyesuaikan dirinya dengan situasi tersebut. Namun, yang dia lakukan justru lebih buruk. “Oh... oh iya, tentu... Aku... Aku kira... eh, maksudku, aku datang untuk berbicara denganmu...,” ucapnya, menatap ke langit-langit dan tiba-tiba merasa canggung dengan kata-katanya sendiri.
Claire tak bisa menahan tawa kecil. Lihatlah pria itu—tampaknya lebih gugup dari seorang anak muda yang pertama kali jatuh cinta. Cedric, yang biasanya penuh percaya diri, kini tampak seperti seseorang yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan tangannya sendiri. Dia bahkan berusaha membersihkan tenggorokannya dengan suara serak, tetapi malah membuat keduanya semakin canggung.
“Cedric...” Claire mengangguk dengan senyum geli. “Kau Seperti baru saja melihat hantu!”
Cedric yang merasa tak bisa menyembunyikan kecerobohannya hanya bisa tersenyum canggung, menyipitkan matanya seolah mencari cara untuk melarikan diri dari situasi yang sangat memalukan ini. “Aku... aku hanya... uhm... hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja,” jawabnya, berusaha menunjukkan wajah serius, meskipun seluruh tubuhnya terasa panas dan tangannya menggigil.
“Semua baik-baik saja,” jawab Claire sambil tertawa kecil, yang membuat Cedric semakin merasa tidak berdaya.
“Cedric...” Claire tertawa ringan, kali ini lebih lembut, melihat betapa pria itu terlihat seperti sedang berjuang keras melawan rasa malunya sendiri. “Aku ganti baju dulu, barulah kita bicara!”
Cedric akhirnya memutuskan untuk melepas canggungnya dan menghela napas panjang. Dengan senyuman malu, dia melangkah sedikit lebih dekat. "Oke," Suaranya terdengar lebih ringan, meskipun masih ada sedikit kegugupan yang tidak bisa disembunyikan.
Claire membalas dengan senyum yang hangat. Keduanya tertawa, namun sesuatu yang lebih hangat tumbuh di antara mereka. Cedric menyadari bahwa kadang-kadang, canggung atau kikuk justru menjadi momen yang lebih indah—karena itu membuat hati mereka lebih dekat. Di bawah tawa ringan mereka, ada kehangatan yang mengalir, seperti hujan yang telah reda, memberikan ruang bagi perasaan yang lebih dalam untuk tumbuh.
*********
Jangan lupa beri rating bintang 5 ya
sangat mengagumkan aku membayangkan nya..
bagaimana bisaa imajinasimu melampaui batas seperti ini thoorr..😱🤩😘😍😍
semakin penasaran aja ni
" Aku tidak akan gagal "... benar Archie harus yakin kamu. bisa 👍👍
" Hutan Jiwa "..seperti makhluk yang tak bisa kasar mata....aq gk mau melihatnya jauh"in..
Apalagi Cedric bertemu dengan Ahli sejarah...pendapat" mereka yang berbeda" dan mengerikan seperti " Kafhar " yang haus darah..dua ahli d jadikan satu menjadi " Darah Tengah " seperti mediasi Darah Vampir dan Darah Manusia.
Cedric selalu care and attention k Claire..
Anastasia yang selalu menjaga dan memberi info k Cedric..👍👍💖💖
aku juga penasaran sama liontinnya...kayaknya claire liontin cahaya😆😆😆😆
tak pernah bisa aku coba menebak alurnya..🤩🫰🏽
tiap bab selalu penuh kejutan..