Cerita ini kelanjutan dari( Cinta tuan Dokter yang posesif).
Reihan Darendra Atmaja, dokter muda yang terkenal begitu sangat ramah pada pasien namun tidak pada para bawahannya. Bawahannya mengenal ia sebagai Dokter yang arogan kecuali pada dua wanita yang begitu ia cintai yaitu Mimi dan Kakak perempuannya.
Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan gadis barbar. Sifatnya yang arogan seakan tidak pernah ditakuti.
Yuk simak seperti apa kisah mereka!. Untuk kalian yang nunggu kelanjutannya kisah ini yuk merapat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34.Asumsi Reska
Jessi baru saja turun dari motor kesayangannya saat sampai di depan kantor polisi. Gadis itu memarkirkan motornya lalu meletakkan helm nya diatas spion motornya berjalan menghampiri pria dewasa yang tersenyum kecil padanya.
"Nona Jessi, benar?," sapa pria dewasa itu dengan senyuman khasnya saat Jessi berada dengan jarak beberapa meter darinya. Ia sudah menduganya karena hanya gadis ini yang datang sejak beberapa menit ia menunggu disini.
Jessi mengangguk kecil."Iya," jawab Jessi.
Pria dewasa tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, ternyata dugaannya benar. Ia berjalan menghampiri Jessi yang tampak menghentikan langkahnya."Kenalkan, saya Ferdinand Siregar. Pengacara keluarga Atmaja," ujar pria dewasa itu memperkenalkan diri. Ia adalah salah satu dari pengacara dari keluarga Atmaja yang diminta oleh Reihan Atmaja untuk mendampingi gadis ini.
Jessi kembali mengangguk, Reihan tadi sudah memberitahunya jika akan ada pengacara keluarganya yang akan mendampinginya. Sebenarnya ia juga tidak memerlukan pengacara tapi Reihan kekeuh agas ia menerima bantuannya.
Pengacara Ferdinand mengajak Jessi untuk memasuki kantor polisi. Pria dewasa yang merupakan keturunan Medan itu tampak begitu berwibawa. Ia sudah mempelajari kasus yang Jessi alami dan hal mudah untuknya memberikan tuntutan di persidangan nantinya. Apalagi Reihan sudah memberikan beberapa bukti kuat atas tindakan kriminal pelaku.
Setelah beberapa jam menjalani pemeriksaan sebagai saksi akhirnya Jessi dan pengacara Ferdinand keluar dari kantor polisi. Jessi diperiksa sebagai saksi dan juga pihak dari korban. Jessi adalah orang pertama yang menemukan Ibu Siti Aisyah dalam keadaan menunggu dunia.
Jessi menghela nafas beratnya, tadi tim penyelidik mengatakan kalau dua hari lagi akan diadakan rekonstruksi ulang atas kematian ibunya. Rasanya saat ini dadanya terasa sesak mengingat wajah terkahir sang ibu. Ia akan meminta pada pengacaranya ini nanti untuk menuntut pelaku dengan hukuman berat, hukuman mati jika perlu. Baginya nyawa harus di bayar dengan nyawa.
"Nona Jessi, saya harus kembali ke kantor. Saya janji akan memperjuangkan kasus ini," ucap Pengacara Ferdinand memberikan janjinya pada Jessi. Bukan hanya sekedar janji tapi ia betul-betul akan memperjuangkan kasus ini agar kliennya mendapatkan keadilan.
"Terimakasih sudah mau membantu saya, Pak ," jawab Jessi menipiskan bibirnya. Ia yakin keluarga Narendra pasti sudah menunjuk pengacara terbaiknya untuk membela wanita itu tapi ia tidak akan membiarkan wanita itu lolos dari hukum.
"Sudah tugas saya dan berterimakasih lah pada Tuan muda Reihan Atmaja. Dia yang sudah menunjuk saya untuk mendampingi Nona Jessi," ucap pengacara Ferdinand.
"Iya...," angguk Jessi. Nantinya ia akan berterimakasih pada Dokter Reihan. Pria itu selama ini sudah sangat banyak membantunya dalam hal apapun. Ia benar benar tidak akan bisa berbuat apa apa tanpa bantuan pria itu.
Jessi dan pengacara Ferdinand berpisah saat sampai di parkiran menuju tempat kerja mereka masing-masing. Jessi membela jalanan kota yang lumayan lancar. Sebenarnya tadi Pengacara Ferdinand bertanya padanya apakah ia ingin bertemu dengan pelaku secara langsung namun ia menolak. Ia tidak ingin nantinya kehilangan kendali dan menghabisi wanita itu dengan tangannya sendiri. Ia masih memiliki kesadaran penuh untuk tidak berbuat kriminal. Kematian terlalu mudah untuk wanita itu.
***
"Bagaimana tadi?," tanya Reska. Saat ini keduanya sedang berada di kantin rumah sakit untuk makan siang bersama.
"Lancar ," angguk Jessi lalu menyuap makanannya kedalam mulutnya. Perutnya benar-benar terasa lapar sekali karena tadi saat sampai di rumah sakit ia langsung diminta Dokter Reihan untuk memfoto copy beberapa berkas dan itu mengharuskannya naik turun dari lantai empat ke lantai dasar beberapa kali membuatnya lelah. Sebenarnya ada printer tapi Reihan membutuhkan berkas itu cepat karena waktu meeting sudah sangat mepet.
"Jessi, jujur ya aku sedikit merasa aneh dengan perhatian Dokter Reihan sama kamu. Selama ini Dokter Reihan itu tidak pernah peduli pada sekitarnya dan itu yang dikatakan Aiden padaku tentang sifat sepupunya itu. Dan aku perhatikan Dokter Reihan begitu peduli padamu. Oh ya kamu tidak sedang menyembunyikan apapun dariku kan Jessi?," tanya Reska dengan tatapan penuh selidik pada sahabatnya itu.
Jessi menggeleng dengan cepat lalu menelan makannya."Tidak ada Reska," geleng Jessi. Ia sebenarnya juga tidak mengerti dengan sikap Dokter Reihan padanya. Apalagi saat itu Dokter Reihan melarangnya untuk pindah dari apartemennya.
"Awas saja kalau kamu sampai menyembunyikan sesuatu dariku Jessi," ucap Reska tersenyum kecil, ia tidak serius dengan ancamannya. Ia hanya bercanda saja.
"Mana ada aku menyembunyikan sesuatu darimu Res, itu tidak akan pernah bisa," jawab Jessi. Ia memang tidak bisa menyembunyikan apapun dari sahabatnya ini dan tidak akan pernah bisa karena mereka sudah terbiasa berbagi dalam segala hal sejak mereka masih kecil.
"Oh ya, kapan kamu pindah dari apartemen?. Aku akan membantu kamu nantinya untuk pindahan," tanya Reska.
Jessi terlihat menghela nafas beratnya lalu menggeleng pelan."Aku tidak jadi pindah deh Res, dilarang Dokter Reihan," jawab Jessi pelan.
"Ha?"
"Mulutnya tolong di kondisikan Res," ucap Jessi saat melihat sahabatnya itu melongo dengan mulut terbuka dan itu merupakan kebiasaan sahabatnya itu jika merasa terkejut.
"Benar Dokter Reihan melarang kamu?," tanya Reska memastikan pendengarannya.
Jessi mengangguk pelan karena saat ini ia sedang mengunyah makanannya. Sahabatnya ini benar-benar tidak bisa membiarkannya makan dengan tenang. Ada saja yang ingin ia tanyakan padanya.
"Bisa tidak sih jika aku menyimpulkan kalau Dokter Reihan itu sebenarnya suka sama kamu," ucap Reska .
"Uhuk uhuk...," Jessi tersedak mendengar ucapan sahabatnya itu. Kerongkongannya terasa sangat perih sekarang.
"Makannya pelan-pelan Jessi," ujar Reska memberikan gelas berisi minuman pada Jessi yang wajahnya tampak memerah menahan rasa perih fi kerongkongannya.
Jessi menerima gelas berisi minuman itu lalu menenggaknya hingga tandas. Sahabatnya benar benar berlebihan berasumsi seperti itu. Mana mungkin seorang Dokter Reihan menyukainya, ia hanya gadis biasa. Dan ia juga tidak pernah berpikiran ke arah sana jika Dokter Reihan menyukainya. Ia tidak akan mengulangi masa lalu Ibunya.
"Jessi...jika benar kalau Dokter Reihan itu suka sama kamu, apakah kamu akan mengurungkan niat kamu untuk tidak berhubungan dengan pria kaya?," tanya Reska dengan tatapan serius.
"Jangan mengada-ada Res, itu tidak mungkin," elak Jessi. Ia tidak akan berandai-andai karena itu bukan lah sifatnya.
"Mengelak saja terus," ucap Reska memutar bola matanya dengan malas. Sahabatnya ini hatinya benar-benar tidak peka.
Sementara itu di sebuah restoran, Reihan baru saja menyelesaikan makan siangnya bersama Aiden. Pria itu memeriksa ponselnya saat notifikasi pesan masuk. Maminya lagi-lagi meminta sesuatu hal yang membuatnya pusing. Maminya ingin memperkenalkan Jessi pada teman arisannya sebagai kekasihnya dan sekaligus calon menantu.
"Kenapa?," tanya Aiden melihat wajah kusut adik sepupunya itu.
"Bukan apa apa," jawab Reihan. Ia tidak ingin berbagi masalah ini dengan Aiden. Yang ada pria itu pasti akan mengejeknya atau bisa jadi terkejut dengan jawabannya nantinya.
...****************...