Cinta yang di nanti selama delapan tahun ternyata berakhir begitu saja. Harsa percaya akan ucapan yang dijanjikan Gus abid kepadanya, namun tak kala gadis itu mendengar pernikahan pria yang dia cintai dengan putri pemilik pesantren besar.
Disitulah dia merasa hancur, kecewa, sekaligus tak berdaya.
Menyaksikan pernikahan yang diimpikan itu ternyata, mempelai wanitanya bukan dirinya.
menanggung rasa cemburu yang tak semestinya, membuat harsya ingin segera keluar dari pesantren.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nadhi-faa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Talita baru saja dari kamar mandi, bahunya masih tersampir handuk yang sedikit basah, namun saat sampai pintu kamar asrama dia dibuat melongo oleh sahabatnya.
"sa, lo ngapain nongkrong di sini."
Harsa menatap talita sekilas, lalu dia bersikap acuh.
"kenapa?, gua masih belum pindahan dan ini ranjang masih punya gue, barang gue juga masih disini."
jawab harsa ngegas.
"santai-santai sa jelasinnya. gue kan cuma kaget aja loe sudah nongkrong disini, lagian juga baru sejam loe turun dari panggung pelaminan. lo takut diterkam duda ya..."
ejek talita diakhir kalimat, yang membuat harsa memberengut.
"lo bahagia bangett gue nikah, padahal loe bakal gak punya temen curhat dikamar ini."
"iya sich, seharusnya gue susah terus nangis-nangis gitu ya.tapi sayang, gue baru saja dapat dua juta di acara nikahan loe sa, gak bahagia apa gue."
"tata!!."
harsa semakin kesal.
"udah dech lo nikmati aja takdir loe, dari pada nangis dipojok lihat pengantin baru sebelah, lebih baik nangis dibelakang stir tesla, ah keren lo sa."
"apaan sich, bahas nya harta mulu."
"gue cewek realistis hehehe."
Kini talita tak lagi mengusik harsa, gadis itu sudah entah kemana dengan kesibukannya sendiri. sedangkan harsa sedang duduk di meja belajar-nya untuk mempersiapkan ujian semester yang sebentar lagi akan dilaksanakan diakhir semester minggu depan.
Bahkan teman-teman sekamarnya heran dengan keberadaan harsa yang masih betah di kamar asrama khadijah hingga menjelang malam.
"mbak harsa kok gak ke ndalem?."
tanya santriwati yang sudah berada di ambang ke penasaran.
"iya nanti."
baru saja harsa menjawab, marwa yang baru saja dari luar datang.
"neng dicariin umma."
harsa menghela nafas. dia menutup bukunya bersamaan dengan suara adzan isya' yang berkumandang.
Akhirnya harsa mengambil mukenanya dan bergegas ke masjid, karena setelah sholat magrib tadi, dia kembali ke kamar.
di sepanjang jalan, para santriwati tak hentinya membicarakan suaminya, namun saat harsa melintas mereka membungkam mulut.
"neng.."
sapa mereka dengan senyum palsunya. harsa muak, namun dia tetap membalas sapaan mereka sebagai bentuk menghargai.
"neng harsa judes banget, beda banget sama neng elsa ya."
"itu mah bedanya nawaning premium sama nawaning reguler."
ah, rasanya harsa ingin memutar balik dan membungkam mulut mereka, tapi ya sudahlah, dia sedang dalam mode ingin damai.
Sholat berjamaah dilaksanakan dengan khidmat, kali ini diimami oleh gus abid.
neng elsa berada dibarisan saf depan wanita bersama umma halimah ibu mertuanya.
sedangkan harsa, berada di tempat kesayangannya, saf belakang disudut bangunan.
talita juga berada di sampingnya. usai berdzikir para santri bubar, meninggalkan beberapa orang yang sedang membaca mushaf al-quran.
"lo malam ini tidur dimana?."
tanya talita pelan, sambil mencoel lengan sahabatnya.
"gak tau, nanti gue pikirin."
"loe gak sedang menghindar malper kan? "
"apaan sich."
Harsa jadi sensitif dengan sahabatnya sendiri yang bertanya secara terang-terangan itu.
"gak usah bahas itu."
"salting loe, gue kunci kamar asrama sebelum loe masuk."
ucap talita, lalu pergi duluan meninggalkan harsa.
"ih tata, loe kok gitu sekarang."
harsa jadi sebal dengan sahabatnya sekarang.
Harsa segera keluar setelah melipat sajadahnya dan menyampirkan nya di bahu, saat keluar pintu, umma halimah dan neng elsa sedang duduk didekat anak tangga masjid. sedangkan tak jauh, didepan tempat jamaah pria juga ada kyai maulan, disamping pria berkemeja hitam yang lengannya digulung sampai tiga seperempat, jam rolex mewah yang melingkar dipergelangan tangannya itu memberikan kesan yang berbeda dari lainnya.
siapa lagi kalau bukan suami harsa. harsa melirik para santriwati yang lewat depan masjid diam diam melirik suaminya.
Axel yang menggunakan kemeja hitam dan sarung hitam yang bercorak itu menjadi pesona tersendiri bagi kaum hawa.
pria yang memiliki postur tubuh atletis dan wajah yang memiliki aura karismatik, sangat mendukung dengan pekerjaannya itu.
Harsa mengakui jika suami dudanya itu memang tampan dari kebanyakan pria tampan lainnya.
"harsa, sini sayang."
suara umma halimah menyadarkan gadis yang tengah berdiri disamping kusen pintu masjid.
"ah iya umma."
harsa segera mendekat, menyalimi punggung tangan ibu angkatnya lalu duduk.
"kamu tadi kok gak ada, umma cariin loe.."
harsa menunduk, tapi kepalanya berisik mencari alasan, dia melirik sekilas neng elsa yang kebetulan juga sedang menatapnya.
"minggu depan ujian, harsa ke kamar asrama untuk Menyicil belajar umma."
Dia tidak bohong kan, memang itu kenyataannya.
"oh, lain kali bawa bukumu ke kamar pribadimu sendiri. kasian Axel kamu tinggal."
"diakan bukan anak-anak umma."
ucap harsa dalam pikiran namun realistiskan dalam mulutnya.
harsa segera menutup mulutnya lalu tersenyum canggung.
aduhh mulut gue...
umma halimah hanya menanggapi dengan senyuman kecil.
"sudah makan."
"belum ma."
"nanti kita makan malam bersama, umma dan elsa tadi masak bareng."
harsa mengangguk, meski dalam hati dia tidak enak hati. mengingat dia tidak ikut masak dan hanya ikut makan.
Melihat bara pria yang balik ke ndalem, akhirnya umma halimah mengajak menantu dan putrinya balik.
kemana mas abi?.
tanya harsa dalam hati.
Kini pertanyaan harsa terjawab ketika gadis itu sudah masuk kedalam ruang keluarga.
gus abid ternyata balik duluan.
pria itu kini duduk di sofa sambil membaca buku.
harsa melirik neng elsa yang bergegas mendekati suaminya lalu mencium punggung tangan gus abid dengan takzim. ah pemandangan indah bagi siapapun yang melihat, namun tidak dengan harsa.
harsa segera melipir, agar cepat masuk ke kamarnya.
"au.. astaghfirullah."
jeritnya, harsa tak sengaja menubruk punggung axel.
ini punggung atau batu?
Batin nya sebal, dia menatap suaminya dengan wajah kesal.
jeritan harsa mengundang mata mereka yang ada diruang tamu, salah satunya gus abid.
Axel yang melihat situasi, segera merangkul bahu istri mungilnya.
"bilang saja dari tadi kalau mau masuk duluan sayank, jadi merahkan kening mu"
ucap Axel dengan suara deep voice-nya yang bikin harsa merinding dan menatap horor suaminya. tak lupa dengan gerakan spontan axel yang mengusap kening harsa.
Tak sempat protes, axel mendorong dua bahu harsa dengan pelan untuk masuk kedalam kamar.
klik
suara pintu yang ditutup dengan pelan itu mengakhiri adegan pasangan pengantin baru.
umma halimah melirik putranya, namun dia juga ikut tersenyum malu karena tingkah pengantin baru yang baru saja sehari itu.
"umma ke kamar dulu bah."
izin umma halimah.
dada gus abid gemuruh, namun dia tetap berekpresi seperti biasanya, melirik neng elsa yang duduk di sampingnya.
"kamu gak mau lepas mukena?."
tanya gus abid penuh perhatian.
neng elsa mengangguk lalu pamit ke kamar.