Yvonne yang menikmati malam festival mendapat masalah begitu terbangun dengan tubuh yang tidak terbalut pakaian. Belum sempat ia tahu laki - laki mana yang telah menidurinya, ia malah mengandung anak lelaki itu. Namun, setelah anak itu lahir, Yvonne beserta keluarga sangat terkejut karena bayi yang ia lahirkan mewarisi mata merah yang hanya dimiliki oleh keluarga kekaisaran. Akankah bayi yang Yvonne kandung jatuh ke tangan kaisar? Atau malah terbunuh karena hak sukesi yang bersaing ketat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa Nurhalizah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jiwa Helma Yang Sebenarnya
Helma menangis tersendu-sendu dari dalam kereta kuda. Ia menggerutuki dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa dikala putra mahkota melawan para bandit itu seorang diri.
Gadis itu mulai mengangkat tangannya. "Oh dewa.. jika memang kau benar ada, tolong! Tolong lindungi yang mulia. Aku tidak bisa melihat dia terluka sedikitpun!"
Ceklek.
Pintu kereta kuda terbuka. Helma membelakkan matanya begitu melihat Theodore dengan bersumpuh darah dibaju putih yang ia kenakan itu.
"Yang mulia!"
Helma menuntun Theo dengan begitu kuatnya. Theodore mendapatkan luka dibagian tangannya, itu terjadi karena dia manahan pedang yang hampir saja menebas kepalanya.
Theo terduduk disamping Helma. Dirinya menyuruh kusir untuk segera pergi sebelum para bandit itu mengejar kembali.
"Hiks.. hiks."
Theo tersentak melihat Helma yang kini menangis. Ia sangat kepanikan membuat tangannya yang berkesimbah darah tak sengaja memegang pipi Helma.
"Ah! Aku salah tangan!" Theo hendak mengangkat tangannya kembali namun Helma menahan itu.
Ia menangis sambil bersandar pada Theo. "Oh dewa, sembuhkan luka yang mulia pangeran!"
Cling!
Theo membelakkan mata begitu melihat ada cahaya terang keluar dari tangannya. Beberapa detik kemudian, rasa sakit yang amat perih dari tangannya itu menghilang. Luka robek beserta bekasnya kini sirna dari tangan Theodore.
"Helma.. kamu?"
Helma ikut membelakkan matanya. Ia manatap Theo ketakutan membuat Theo mengkhawatirkan ekspresi itu.
"Apa kamu.. sain-"
"Tidak!"
Theo tersentak. "Saya bukan saintess!"
Sudah jelas orang yang memiliki bakat penyembuhan itu saintess, bagaimana bisa Helma mengelak begitu saja setelah luka sobek ditangan Theo hilang seketika.
Gadis itu mengalihkan pandangannya membuat Theo mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Pria itu menghela nafas lalu menarik wajah Helma yang masih basah akibat air mata.
"Helma.. aku, tidak akan pernah menyakitimu."
.
Neil berjalan dengan begitu cepatnya setelah mendengar kabar penyerangan putra mahkota. Sebenarnya dia sangat percaya pada kemampuan anaknya, namun tetap saja kekhawatiran orang tua itu terasa pada dirinya.
"Yang mulia kaisar! Putra mahkota saat ini baru saja tiba di istananya!"
Untung saja istana pangeran itu dekat dengan istana kaisar. Ia jadi bisa datang dengan segera sebelum Theo memasuki kamarnya.
"Theodore!"
Theo terhenti begitu mendengar namanya dipanggil. Ia sedang merangkul Helma yang tertunduk lemas sambil melirik kearah ayahnya.
Neil menatap tangan Theo, itu membuat dirinya melepaskan rangkulan pada Helma dan sedikit menjaga jarak.
"Apa nona Saverm tidak terluka?" tanya Neil, Theo mengangguk tenang. "Bagaimana dengab dirimu?" sambungnya kembali.
Theo melirik pada Helma yang sepertinya sedang menyembunyikan suatu hal. Theo bergeleng pelan untuk menjawab pertanyaan ayahnya.
"Saya tidak terluka sama sekali, yang mulia."
Neil sedikit tersentak. Bagaimana bisa Theo menghadapi para bandit itu sendirian tanpa luka sedikitpun?
Kaisar menghela nafas. "Khawatirku sia-sia ternyata. Segera ganti pakaianmu dan nona Saverm, permaisuri akan marah jika melihat penampilan kalian bersimbuh darah." Titah Neil.
Helma dan Theo refleks membungkuk begitu Neil berlalu meninggalkan mereka.
"Terimakasih yang mulia." Ucap Helma tiba-tiba.
Theo melirik pada Helma dan diam untuk beberapa saat.
"Anda telah bersedia berbohong untuk saya. Saya berhutang sangat banyak kepada anda." Sambungnya.
Theo merasakan kedamaian begitu melihat Helma senyum dengan merekah. Itu menjadi salah satu ketenangan hati bagai Theo karena melihat 'wajah' orang yang disukainya tersenyum.
"Tidak usah merasa begitu, kamu juga membantuku tadi."
Helma mengangguk pelan. "Kalau begitu ayo, ganti baju dulu di istanaku." Theo mengulurkan tangannya. Helma menerima itu dengan sopan dan mengikuti Theodore masuk kedalam istana.
Disisi lain, sebuah pasang mata memperhatikan kedekatan mereka.
"Bagaimana bisa putri Count itu semena-mena pada calon tunanganku!"
Gadis dengan rambut panjangnya mendengus kesal di tempat. "Awas saja kau Helma!"