Kakak dan adik yang sudah yatim piatu, terpaksa harus menjual dirinya demi bertahan hidup di kota besar. Mereka rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya demi tuntutan gaya hidup di kota besar. Ikuti cerita lengkapnya dalam novel berjudul
Demi Apapun Aku Lakukan, Om
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Meski matanya masih terpejam dan tubuhnya terlihat sangat lelah, pelukan yang mengencang di pinggang Salwa terasa hangat dan penuh arti. Pria itu memang sudah seperti keluarga, ayah sahabatnya sendiri, tapi di momen itu, perasaan Salwa begitu campur aduk, antara ragu dan keinginan yang diam-diam menggelora.
Salwa menatap bibir itu dengan pandangan penuh keinginan. Bibir yang dulu pernah tanpa sengaja menyentuh bibirnya, kini tampak semakin menggoda. Dengan jari-jari kecilnya, dia mengusap lembut lekuk bibir tebal milik Tuan Marcos, yang masih memejamkan mata.
Meski matanya masih terpejam dan tubuhnya terkulai lelah, pelukan Salwa yang erat di pinggangnya mengalirkan kehangatan tak terduga. Pria itu, yang selama ini sudah seperti keluarga, ayah dari sahabatnya sendiri menjadi tempatnya bersandar saat dunia terasa berat. Namun dalam dekapan itu, dada Salwa berdebar, benak berputar antara keraguan dan hasrat yang tiba-tiba menghangat, merayap tanpa permisi. Matanya menunduk, menatap bibir tebal yang dulu pernah tak sengaja bersentuhan dengannya.
Dengan jari-jari kecil, ia mengusap pelan lekuk bibir itu, seakan menanyakan perasaan yang sulit ia ungkapkan, sementara Tuan Marcos tetap memejamkan mata, memberi ruang bagi momen yang penuh ketegangan itu.
"Mumpung om Marcos lagi tidur, boleh dong aku nyuri kesempatan ini," bisik Salwa dalam hati.
Tiba-tiba, mata Tuan Marcos berkedip sedikit, terasa hangat ketika jari-jemari mungil itu menyentuh bibirnya. Perlahan jakun di lehernya diusap, membuatnya terkejut sekaligus bingung. Lalu, tanpa disangka, Salwa mengecup bibir tebal itu, dan diam-diam menyesapnya cukup lama.
Tiba-tiba, mata Tuan Marcos berkedip pelan, seolah tak percaya dengan apa yang dirasakannya. Jari-jemari mungil Salwa menyentuh bibir tebalnya dengan hati-hati, lalu turun perlahan mengusap jakun di lehernya. Kejut dan bingung tampak di wajahnya, otaknya sibuk mencari arti dari sentuhan itu. Saat Salwa tiba-tiba mengecup bibirnya, ia membeku, membiarkan kehangatan itu merambat, merasa ada sesuatu yang asing namun juga anehnya menenangkan di dalam hatinya.
"Waduh, siapa sih gadis kecil ini? Gak mungkin Salwa, putri kesayangan aku, bisa berani kayak gini. Ciumannya... terlalu berani," pikir Marcos dalam hati, matanya tetap terpejam tapi membiarkan Salwa menatap wajahnya dan menyentuh bibirnya dengan penuh rasa penasaran.
Di balik keheningan itu, rasa campur aduk antara keheranan dan sedikit geli menggelayuti hati pria itu. Salwa, dengan polosnya, tak menyadari batas yang dia coba jelajahi.
Salwa mengukir senyum kecil, lalu dengan lembut mengecup bibir pria matang di depannya. Namun, Marcos masih terlelap, matanya tak kunjung terbuka. Bibir Salwa mengembang sedikit, ingin mengulangi ciuman itu.
Di balik keheningan, ada gelombang perasaan yang naik turun dalam hati pria itu antara keheranan dan geli yang tak bisa disembunyikan. Salwa berdiri di depannya, wajahnya polos seperti anak kecil yang tanpa sadar menjelajah batas yang tak pernah ia sadari. Perlahan, dia menyunggingkan senyum kecil yang hangat, lalu menunduk untuk mengecup bibir pria yang masih tenggelam dalam mimpinya. Bibir pria itu tak bergerak, matanya tetap terpejam rapat. Salwa mengembang bibirnya sedikit, ragu sejenak, lalu bersiap memberi ciuman lagi, seolah berharap ada tanggapan dari sosok yang diam di hadapannya itu.
“Om Marcos, kenapa sih om ganteng banget? Sayangnya, umur om sudah tua,” bisiknya pelan, sedikit bercanda.
“Padahal aku hampir dua puluh tahun, loh. Pernah cuma satu kali nggak naik kelas waktu SD, hehehe.”
Dari sudut matanya, Salwa menangkap kedipan pelan Marcos yang membuka sedikit mata, tampak enggan. Di dalam hati, pria itu mengumpat halus, kesal mendengar dirinya disebut tua. Salwa membelai pipi Marcos yang halus, tangannya perlahan turun kembali ke bibir tebal pria itu. Ia menutup matanya dan kembali mencium.
Tapi tiba-tiba, bibir Marcos membalas ciuman itu dengan penuh semangat. Jantung Salwa berdegup kencang, tubuhnya membeku. Ia melonjak kaget, panik sekaligus bingung, pria dewasa itu jelas sudah terbangun..
Salwa terkejut saat bibir pria itu mendesak lebih dalam, ia segera berusaha menjauhkan diri. Namun, tangan Tuan Marcos semakin erat memeluk tubuh kecilnya, membuat jantung Salwa berdebar tak menentu. Ada rasa hangat yang sulit dijelaskan, seolah kedamaian tiba-tiba menyelimuti dirinya di tengah ketakutan itu.
"Tapi ini nggak boleh," pikir Salwa, sambil mendorong dada pria itu sekuat tenaga sampai Tuan Marcos terjatuh ke lantai.
"Om Marcos, maafkan aku!" suara Salwa gemetar, penuh kecemasan takut perbuatannya dianggap salah dan tak pantas. Tuan Marcos bangkit dan menatap wajah Salwa dengan senyum lebar yang tak hilang dari bibirnya. Ia duduk santai di sofa panjang, seolah menikmati reaksi gadis kecil sahabat putrinya itu.
"Om, maafkan aku. Aku tidak..." Salwa menunduk, malu dan bingung, kata-katanya tercekat di tenggorokan. Tuan Marcos terkekeh kecil, melihat betapa ketakutannya membuat suasana menjadi pelik sekaligus lucu di matanya.
Salwa menggigit bibir bawahnya, tangan kecilnya gemetar saat langkah tuan Marcos mendekat dengan suara ngebas yang bikin bulu kuduknya berdiri.
"Kemarilah, duduk di sini! Om nggak marah kok," ucap pria itu, nada suaranya berat dan dipenuhi makna yang bikin Salwa makin takut.
Dengan ragu-ragu, Salwa perlahan duduk di atas pangkuan tuan Marcos. Tubuhnya kaku, tak berani bergerak. Tuan Marcos segera melingkarkan tangannya ke pinggang ramping Salwa, mencengkeram erat seolah tak mau melepaskan. Gadis itu menahan napas, jantungnya berdebar tak beraturan, kepala terasa pening.
"Kenapa kamu tidur di kamar, Hem? Apakah kamu sengaja menggoda om?" Suara tuan Marcos menukik tajam, membuat Salwa menunduk dan gemetar.
"Kalau Salsa tahu dan lihat sahabatnya diam-diam menyukai ayahnya, menurut kamu, Salsa bakal setuju kamu jadi ibu tirinya?" Salwa ingin bicara, namun suaranya tercekat.
"Tapi Salsa yang menyuruh aku tidur di kamar ini, om. Katanya om jarang pulang, aku nggak niat menggoda," dia berbisik lirih, mencoba membela diri. Tuan Marcos tersenyum dingin, matanya berkilat licik.
"Kalau begitu, kenapa kamu diam-diam cium bibir om saat om tidur? Apa itu nggak termasuk menggoda?" Dalam hati, dia tertawa kecil, menikmati ketakutan yang membekap gadis kecil itu.
Salwa terkejut saat tubuhnya diturunkan dari pangkuan pria itu. "Maaf, Om! Aku, aku, aku tidak bermaksud..." suaranya tercekat, tergesa-gesa. Tuan Marcos menepuk pantat Salwa dengan gemas, membuat wajah gadis itu memerah.
"Lain kali jangan memancingku seperti itu, ya," katanya pelan sambil membuka pintu kamar.
"Kalau tidak, aku tidak bisa janji kuat imanku setiap saat. Bisa khilaf kapan saja," ucapnya sambil mengisap napas dalam. Tiba-tiba, sesaat setelah memeluk Salwa, raut wajahnya berubah penuh kegelisahan.
"Ini aneh," gumamnya lirih, sambil mengusap bibirnya yang terasa dingin.
"Saat mencium bibirnya, rasanya seperti mendiang istriku..." Matanya menatap jauh, tersenyum aneh.
"Kenapa gadis kecil ini bisa buat aku goyah? Dia terlalu mirip almarhum istriku," pikir Tuan Marcos, lalu terkekeh kecil menyesal. Rasanya, ada sesuatu yang tak bisa ia tolak dari Salwa.
kau ini punya kekuatan super, yaaakk?!
keren, buku baru teroooss!!🤣💪