Seorang wanita mendatangi klinik bersalin di tengah malam buta. Wanita itu meringis menahan rasa sakit. Sepertinya dia ingin melahirkan.
Setelah mendapatkan pertolongan dari Bidan, kini wanita itu menunggu jalan lahir terbuka sempurna. Namun, siapa sangka ia akan di pertemukan oleh lelaki yang sengaja ia hindari selama ini.
"Lepas, Dok! Aku tidak butuh rasa kasihan darimu, tolong jangan pernah menyakiti hatiku lagi. Sekarang aku tak butuh pria pengecut sepertimu!" sentak wanita itu dengan mata memerah menahan agar air mata tak jatuh dihadapannya.
"Alia, aku mohon tolong maafkan aku," lirih lelaki yang berprofesi sebagai seorang Dokter di sebuah klinik bersalin tempat Alia melahirkan. Lelaki itu menatap dengan penuh harap. Namun, sepertinya hati wanita itu telah mati rasa sehingga tak terusik sedikitpun oleh kata-kata menghibanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kritis
"Apa maksud kamu? Kenapa kamu melarang Alia untuk meminumnya?" tanya Evi heran.
"Maaf, Tan. Tapi aku harus memeriksa minuman ini terlebih dahulu," jawab Resha yang mendapat tatapan tajam dari Evi.
"Jadi kamu mengira bahwa aku akan meracuni Alia, begitu?"
"Aku tidak bermaksud begitu, tapi sebagai seorang psikolog, aku harus memeriksa makanan dan minuman yang akan di konsumsi oleh Alia, karena semua itu bisa bisa berdampak pada kesehatan Alia." Resha meraih minuman yang ada di tangan Alia. Namun, Alia masih menahannya. Wanita itu tampak bingung.
"Alia, apakah kamu tidak percaya dengan Mama?" tanya Evi pada Alia.
"Ah, aku..."
"Ayo minumlah. Percaya sama Mama, Mama tidak akan mungkin menyakitimu," ucap Evi meyakinkan Alia.
"Resha, biarkan aku meminumnya. Aku percaya pada Mama," ucap Alia sembari menarik gelas yang masih di pegang Resha.
"Tidak Alia! Kamu harus dengarkan ucapanku!" sentak Evi sedikit keras.
"Tapi, apa alasannya? Kenapa kamu begitu tidak mempercayai orang dirumah ini?" tanya Alia semakin bingung.
"Karena aku pernah menemukan racun di dalam makananmu Alia. Apakah kamu sudah mengerti?" tekan Resha yang membuat Alia terkesiap.
"Oh, jadi kamu sudah tahu tentang racun itu? Bagus kalau begitu. Jadi kamulah yang menjadi penghalang usahaku," sambung Evi.
Seketika Alia kembali terkejut dengan pengakuan dari Mama mertuanya. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa orangtua Hanan begitu tega ingin melenyapkan dirinya.
"A-apakah aku tidak salah dengar, Ma?" tanya Alia dengan lirih.
"Ya, aku memang berniat ingin melenyapkanmu dari kehidupan putraku. Karena kamu hanya akan menjadi beban bagi Hanan. Apa yang bisa kamu lakukan untuk Hanan? Kamu hanya bisa menyusahkan dia. Karena dirimu Hanan tak mendapatkan kebahagiaan yang semestinya!" tekan wanita itu dengan gamblang.
Alia tak mampu berkata-kata. Dunianya terasa runtuh saat mengetahui yang sebenarnya. Apakah benar ia hanya bisa menyusahkan lelaki itu?
"Alia, jangan dengarkan ucapan mereka. Ayo sekarang ikut aku," ucap Resha sembari membantu Alia untuk berdiri.
"Akh! Kepalaku pusing, Resha," keluh Alia sembari memegang kepalanya.
"Kamu kenapa Alia?" ucap Resha begitu panik sembari menatap tajam pada wanita baya itu yang tampak tersenyum sinis.
"Mungkin kamu berhasil menggagalkan Alia meminum jus mangga beracun itu, tapi, sepertinya kamu lupa Resha, cemilan yang di makan Alia itu juga telah mengandung racun!" terdengar suara Bimo dengan lantang sembari menghampiri mereka.
"Kalian! Aku benar-benar tidak menyangka bahwa ada orangtua sejahat kalian!" seru Resha dengan kesal.
"Hahaha... Kenapa? Apakah kamu tidak percaya? Kamu ingin mengatakan pada Hanan? Silahkan, dan tentu saja kamulah yang akan menjadi tersangka, karena kamu yang selalu bersama Alia," ucap Bimo kembali dengan tawa senang.
"Bagaimana jika aku sudah mengetahui yang sebenarnya?" ucap Hanan yang baru saja datang. Pria itu menyorot tajam kepada kedua orangtuanya.
"Hanan!" ucap Evi dan Bimo secara bersamaan.
"Ya aku, kenapa? Apakah kalian tidak percaya jika aku ada disini? Sungguh kalian benar-benar orangtua yang paling terbaik di dunia ini," ucap Hanan sembari menghampiri mereka.
Hanan meraih minuman yang ada diatas meja itu. Ia menatap minuman itu dengan senyum senjang.
"Kalian ingin melenyapkan Alia dengan cara memberinya racun. Aku ingin tahu dimana letak kesalahannya?" tanya Hanan dengan nada dingin.
"Karena dia tidak pantas denganmu. Mama tidak akan membiarkan dia merenggut kebahagiaanmu. Dan Mama..."
"Stop! Stop mengatakan Alia merenggut kebahagiaanku. Apakah kalian tahu bahwa Akulah orang yang telah merenggut kebahagiaannya. Aku yang telah memperkosaanya hingga dia hamil. Dan aku telah menjadi lelaki pengecut karena tidak bertanggung jawab, aku penyebab kematian ayahnya, dan akulah penyebab Alia di usir oleh warga dari tempat tinggalnya!"
"Dan satu lagi, kenapa Alia bisa mengalami gangguan jiwa, itu karena dia tidak cukup mental menerima kepergian anaknya. Dan sekarang aku ingin melihat bagaimana reaksi kalian saat kehilangan anak satu-satunya kalian ini. Apakah Mamaku ini juga akan stress bila kehilangan aku?" ucap Hanan yang membuat mata Evi membelalak saat Hanan sudah membawa gelas itu mendekati bibirnya.
"D-dokter, jangan!" ucap Alia sembari meremat kepalanya yang terasa semakin sakit. Hanan menatap sang istri, ternyata hati lelaki itu cukup rapuh saat mendengar bahwa Alia telah memakan racun. Hanan tak sanggup harus kehilangan wanita itu. Baginya lebih baik mereka mati bersama.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian Alia, aku akan selalu bersamamu," ucap Hanan dengan mata berkaca-kaca.
"Hanan, jangan gila kamu!" ucap Hendra yang ingin merampas gelas di tangan Hanan. Namun, sudah terlambat. Hanan telah meminumnya hingga tandas. Seketika Hanan merasakan kepalanya pusing dan mual. Netranya mulai gelap. Hanan ambruk di depan sang Mama dengan mulut berbusa.
"Tidak! Hanan!" pekik Evi histeris.
"D-dokter!" ucap Alia yang merasa dunianya sudah mulai mengabur.
"Bodoh!" maki Hendra segera memasukkan jarinya kedalam mulut sahabatnya itu.
"Resha, ayo segera bawa Alia ke RS. Aku akan menyusul!" titah Hendra, agar Alia bisa segera mendapat penanganan. Sepertinya Alia tidak terlalu parah, mungkin dia tidak begitu banyak memakannya.
Sebagai Dokter penyakit dalam, Hendra terlebih dahulu memberi pertolongan pada Hanan, dengan cara membuat pria itu memuntahkan cairan yang tadi ia reguk.
Resha segera membawa Alia ke RS. Sementara itu Hanan masih mendapatkan penanganan secara manual dari Hendra, setelah merasa kadar racun telah berkurang, Hendra meminta bantuan sequrity dan supir di rumah itu untuk membawa Hanan ke RS.
"Hanan, bangun Nak, tolong maafkan Mama. Kenapa kamu bisa senekat ini. Papa, kenapa kamu diam saja? Ayo kita ke RS!" ucap Evi yang melihat suaminya tampak tenang. Lelaki itu tak terlihat ada rasa bersalah dan menyesal.
Hendra segera meninggalkan kediaman itu. Setibanya di RS, Hanan segera di bawa ke ruang IGD. Dan tentu saja membuat para staf terkejut saat melihat salah satu Dokter senior mereka mengalami keracunan.
Hendra segera mengambil tindakan. Ia memasukkan selang kedalam mulut Hanan untuk mengeluarkan sisa racun yang masih berada di dalam tubuh lelaki itu.
"Segera pasang infus dan oksigen!" titah Hendra pada perawat. Setelah berusaha keras, akhirnya ia berhasil membuat sahabatnya itu melewati masa kritisnya.
Setelah beberapa jam di IGD, kini Hanan sudah di pindahkan ke ruang rawat. Namun, pria itu belum sadarkan diri.
Sementara itu di ruang lain, Alia baru saja sadar. Ia mengamati sekeliling ruangan itu. Kepalanya masih terasa sedikit berat dan perutnya masih mual.
"Alhamdulillah akhirnya kamu sadar Alia. Apa yang kamu rasakan?" tanya Resha masih tampak cemas.
"Masih, terasa mual," ucap Alia, suaranya begitu serak hampir tak terdengar.
"Apakah kepala juga pusing?" tanya Resha
Alia hanya mengangguk membenarkan. Memang itulah yang ia rasakan saat ini.
"Baiklah, kamu tunggu sebentar. Aku panggil Mas Hen ya."
Resha segera keluar dari kamar Alia untuk memanggil suaminya.
Bersambung....
Happy reading 🥰