NovelToon NovelToon
Regresi Sang Raja Animasi

Regresi Sang Raja Animasi

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Bepergian untuk menjadi kaya / Time Travel / Mengubah Takdir / Romantis / Romansa
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Chal30

Kael Ardhana, animator berusia 36 tahun yang hidupnya hancur karena kegagalan industri, tiba-tiba terbangun di tubuhnya saat berusia 18 tahun… di tahun 1991. Dengan seluruh pengetahuan masa depan di tangannya, Kael bertekad membangun industri animasi lokal dari nol, dimulai dari sebuah garasi sempit, selembar kertas sketsa, dan mimpi gila.

Tapi jalan menuju puncak bukan sekadar soal kreativitas. Ia harus menghadapi dunia yang belum siap, persaingan asing, politik industri, dan masa lalunya sendiri.
Bisakah seorang pria dari masa depan benar-benar mengubah sejarah… atau justru tenggelam untuk kedua kalinya?

Yuk ikutin perjalanan Kael bersama-sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chal30, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18

Rabu pagi datang dengan udara yang berbeda. Ada sesuatu di ruangan itu, ketegangan yang tipis, hampir tak terdengar, tapi terasa di kulit seperti getaran halus sebelum badai. Hari ini adalah hari pertama mixing dan mastering. Fase di mana semua lapisan suara harus disatukan dengan sempurna, sedikit saja salah level, dan seluruh emosi film bisa runtuh.

Budi dan Arman sudah datang sejak subuh. Mereka menyiapkan stasiun kerja seadanya dengan keseriusan seorang prajurit menjelang perang. Mixer pinjaman dari kampus musik berdiri di atas meja penuh kabel yang kusut seperti ular tidur. Di sampingnya, headphone dengan bantalan sobek tergeletak lelah, sementara tumpukan kaset berisi raw recording disusun rapi, dialogue, musik, dan efek suara—semuanya berlabel dengan tulisan tangan yang nyaris pudar.

“Kita mulai dari urutan pembuka. Ini penting banget yang bakal nentuin tone seluruh film,” ujar Arman sambil menekan tombol play. Dari speaker tua itu mengalun musik pembuka yang ia buat, angklung, seruling bambu, dan beberapa instrumen tradisional lain berpadu menciptakan nuansa mistis yang hangat, bukan menakutkan.

Budi memejamkan mata. Ia mengangguk pelan mengikuti irama, tangannya bergerak di udara seperti dirigen yang tengah menuntun orkestra tak terlihat. “Ini bagus. Tapi kita butuh suara sekitar, Bro. Suara angin, dedaunan gesek pelan, mungkin cicit burung jauh di latar. Biar rasanya lebih... hidup. Immersive, tapi gak ganggu musiknya.”

“Setuju,” sahut Arman tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Kita tambahin layer-nya pelan aja, frekuensi rendah di bawah musik.”

Mereka bekerja tanpa banyak bicara, layer demi layer, menyesuaikan setiap decibel dengan kesabaran nyaris sakral. Satu efek suara dites berulang, volume dinaik-turunkan sampai menemukan titik keseimbangan yang tak terlihat. Musik mereka atur supaya naik perlahan di momen emosional dan mundur diam-diam ketika dialog mengambil alih panggung.

Kael duduk di belakang mereka, script di tangan. Matanya terpejam, telinganya menajam. Ia tenggelam sepenuhnya dalam dunia suara yang sedang dibangun dua orang itu dengan cinta yang gila-gilaan.

“Scene pertemuan pertama,” katanya pelan, masih dengan mata tertutup. “Volume anak kecilnya terlalu pelan. Naik tiga desibel. Terus, reverb di suara Sang Penjaga terlalu banyak. Sekarang jadinya kayak ngomong di gua. Kurangin sedikit, kita mau dia terdengar mistis, bukan terpantul-pantul.”

“Copy, Mas,” jawab Budi cepat. Tangannya lincah di atas kontrol mixer. Setelah beberapa detik, ia memutar ulang. “Coba denger yang ini.”

Kael mencondongkan tubuh, kepalanya miring sedikit ke kanan, kebiasaan yang selalu muncul setiap kali ia benar-benar fokus. Ia mendengarkan, napasnya menahan di tengah udara. “Better,” ujarnya akhirnya. “Tapi dorong dikit lagi. Dialogue anak kecilnya naik setengah dsiibel lagi, reverb Sang Penjaga boleh dinaikin lagi tapi decaynya dipotong cepat. Biar masih ada gema mistisnya, tapi gak nutup kejelasan.”

“Siap.” Arman mencatat cepat di buku catatan yang halamannya sudah penuh dengan coretan adjustment dan angka-angka gain. “Gue ubah habis makan siang.”

Saat jam makan tiba, mereka berhenti sejenak. Di meja panjang penuh kabel itu kini tergeletak nasi bungkus dari warung langganan, tahu, tempe goreng, sambal yang pedasnya bikin mata berair. Tapi tak seorang pun mengeluh. Justru, tawa kecil muncul di antara mereka, keletihan yang berubah jadi kehangatan.

“Kalian tau gak?” Rani menatap brosur festival dengan mata bersinar. “Festival Singapura tahun ini nambah kategori baru, Best Sound Design. Kalau kita dapet nominasi, itu bakal gila banget.”

“Serius?” Dimas langsung menoleh dengan semangat. “Sound kita emang salah satu kekuatan utama film ini. Bud, Man, kalian keren parah.”

Budi tersipu, menggaruk kepala. “Ah, gue cuma nurutin kemauan Mas Kael. Dia yang punya bayangan jelas kayak gimana film ini harus kedengeran.”

Kael menatapnya tajam, tapi dengan senyum kecil. “Jangan ngomong gitu, Bud. Kalian berdua bukan cuma eksekutor. Kalian tambahin jiwa di setiap detik suara yang kita denger. Tanpa kalian, film ini gak akan bernyawa.”

Arman, yang biasanya tenang dan jarang bicara, mendadak tersenyum lebar. “Ini projek paling berarti buat gue. Di kampus, gue disuruh bikin musik yang aman, yang laku. Tapi di sini gue bisa bereksperimen. Gue bisa pakai instrumen tradisional tanpa takut dianggap kuno. Dan hasilnya…” Ia berhenti sejenak, suaranya bergetar halus. “Hasilnya bikin gue bangga banget.”

Rani menepuk bahunya lembut. “Dan kami semua bangga sama lo, Man. Lo buktiin kalau musik tradisional bisa kedengeran lebih powerful dari orkestra barat mana pun.”

Sore itu, mereka lanjut ke bagian tersulit, skene klimaks, di mana Sang Penjaga hampir menghilang karena merasa tak dibutuhkan, dan anak kecil itu mencoba mengingatkannya tentang makna keberadaannya.

“Scene ini gak boleh salah,” ucap Kael pelan tapi tegas, berdiri di belakang Budi dan Arman. “Ini jantung filmnya. Semua elemen harus menyatu tanpa cacat.”

Budi menekan play. Musik dimulai lembut, piano yang sendu, lalu perlahan naik dengan rangkaian tipis dan brass yang kuat. Suara anak kecil memanggil Sang Penjaga dengan tangis yang mentah dan jujur. Di belakang, suara angin mengamuk, menciptakan rasa kehilangan yang menggigit.

Saat urutan selesai, ruangan mendadak hening. Tak ada yang berani bicara. Hanya napas mereka yang berat terdengar.

Lalu Rani menutup wajahnya dengan tangan. Bahunya bergetar. “Ini... terlalu bagus,” katanya lirih. “Gue ngerasa setiap emosi yang mau kita sampein tuh bener-bener nyampe.”

Dimas mengangguk, matanya berair meski ia berusaha tetap tenang. “Lu berdua gila. Ini perfect. Powerful banget.”

Kael tak berkata apa pun. Ia hanya mengangguk perlahan, dan air matanya jatuh begitu saja, diam, tapi jujur. Tenggorokannya tercekat oleh rasa bangga dan haru yang sulit dijelaskan.

“Kita… beneran bikin sesuatu yang spesial,” bisiknya, suaranya serak. “Sesuatu yang punya makna.”

Budi dan Arman saling pandang. Senyum mereka kecil tapi penuh arti, sebuah pengakuan diam bahwa mereka baru saja menciptakan sesuatu yang akan mereka kenang seumur hidup.

Kamis dan Jumat dihabiskan untuk penyempurnaan. Beberapa scene perlu sedikit koreksi, beberapa lain butuh perombakan besar. Tapi di bawah bimbingan Kael, semuanya akhirnya pas. Setiap detail menemukan tempatnya, setiap emosi menemukan suaranya.

Jumat malam, mixing dan mastering resmi selesai. File master disimpan, hasil terbaik yang bisa mereka capai dengan peralatan seadanya. Mereka duduk melingkar di ruangan yang pengap, dikelilingi sisa makanan dan tumpukan kaset.

“Besok penyaringan internal” kata Kael. “Kita bakal nonton dari awal sampai akhir. Itu momen kebenaran. Momen kita tau apakah semua kerja keras ini… layak.”

Sari menarik napas panjang. “Aku... nervous banget,” ujarnya pelan, jemarinya meremas ujung bajunya.

“Kita semua nervous,” jawab Rani lembut. “Tapi kita juga harus bangga. Lima bulan ini bukan kerja kecil. Apa pun hasilnya besok, kita udah menang karena kita nyelesain ini bareng-bareng.”

Kael mengangguk, menatap mereka satu per satu. “Datang besok dengan hati terbuka. Nikmatin karya kita. Jangan terlalu keras sama diri sendiri. Deal?”

“Deal,” jawab mereka hampir bersamaan, suara yang bersatu dalam harmoni kelelahan dan keyakinan.

Malam itu, tak satu pun bisa tidur. Pikiran mereka melayang ke besok, penuh harap, cemas, dan bangga.

Kael duduk sendirian di balkon kontrakannya, menatap langit Jakarta yang samar di balik kabut cahaya. Asap rokok menari di udara dingin.

“Besok hari penentuan,” gumamnya. “Hari kita tau apakah semua ini berhasil… atau cuma keberuntungan.”

Ia mengingat masa lalunya, penyaringan film besar di gedung megah dengan sistem audio tercanggih. Tapi anehnya, waktu itu ia tak merasakan apa pun. Kosong. Film itu dibuat untuk pasar, bukan untuk hati.

Sang Penjaga berbeda. Film ini lahir dari kekurangan, dari semangat, dari cinta yang polos tapi nyata. Tidak ada uang, tapi ada jiwa. Tidak ada kemewahan, tapi ada makna.

“Apapun yang terjadi besok,” bisik Kael, menatap bintang samar di atas langit, “gue gak akan nyesel. Karena film ini… dibuat dengan hati. Dan itu lebih dari cukup.”

Ia mematikan rokok yang tinggal puntung, menatap bara kecil itu padam perlahan, seperti menutup bab panjang dari perjuangan mereka.

1
Syahrian
🙏
Syahrian
😍🙏
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍🙏
Revan
💪💪
Syahrian
Lanjut thor
Kila~: siap mang💪
total 1 replies
pembaca gabut
thorr lagi Thor asik ini 😭
±ηιтσ: Baca karyaku juga kak
judulnya "Kebangkitan Sima Yi"/Hey/
total 2 replies
pembaca gabut
asli gue baca ni novel campur aduk perasaan gue antara kagum dan takut kalo kael dan tim gagal atau ada permasalahan internal
Syahrian
Lanjut thor👍👍
Revan
💪💪💪
Revan
💪💪
Syahrian
Tanggung thor updatenya🙏💪👍
Kila~: udah up 3 chapter tadi bang/Hey/
total 1 replies
Syahrian
🙏👍👍
Kila~: makasii~/Smile/
total 1 replies
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍
Syahrian
Lanjut 👍😍
Kila~: sudah up 2 chapter nih
total 1 replies
Syahrian
Lanjuut🙏
Kila~: besok up 3 chapter 😁
total 1 replies
Syahrian
Mantap💪🙏
Kila~: terimakasih bang/Rose/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!