Penyesalan Seorang Dokter
Wanita yang ingin melahirkan itu sudah memasuki klinik dengan menahan rasa sakit yang tak terkira. Ia meringis sembari menahan sakit luar biasa.
"Dok, tolong saya!" ucapnya dengan sedikit menjerit karena disertai oleh rasa sakit.
"Ibu ingin melahirkan?" tanya bidan yang sedang jaga malam.
"Sepertinya iya, Dok," lirihnya dengan rintihan.
"Ayo masuk keruang bersalin, Bu, akan saya periksa," ujar bidan itu dengan ramah. Namun, saat ia ingin masuk kedalam ruang bersalin, seseorang keluar dari ruang praktek.
Seketika tatapan mereka bertemu. Alia meremat kain yang sedang ia kenakan dengan mata yang telah berkaca-kaca. Rasa sakit ingin melahirkan ini tidak seberapa dibandingkan sakit hatinya pada lelaki yang bergelar Dokter itu.
Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir mereka, hanya tatapan yang menggambarkan bagaimana hati mereka sekarang. Alia segera mengalihkan tatapannya saat rasa sakit kembali menghujamnya.
"Ayo masuk, Bu," ajak perawat.
Dengan dibantu oleh perawat, Alia berbaring diatas bad pasien untuk melakukan pemeriksaan pembukaan pintu.
"Baru buka enam ya, Bu. Ibu bisa bawa jalan-jalan di sekitaran sini dulu," saran Bidan yang akan membantunya melahirkan.
"Ah, baiklah, Dok. Apakah masih lama anak saya lahirnya?" tanyanya pada wanita itu.
"Tergantung ya, Bu, jika Ibu sering bergerak maka pintu akan cepat lengkap. Yaudah, ibu bawa jalan-jalan saja di sekitaran sini ya," saran Bu Bidan.
"Baiklah, Alia kembali duduk dan turun dari bad pasien, lalu bergerak mondar mandir di dalam ruangan itu. Sementara itu sang bidan meninggalkan dirinya sendiri disana karena ada pasien lain yang ingin melahirkan di ruangan sebelah.
"Bu, nanti jika sakitnya terlalu kuat, Ibu bisa panggil saya di ruang sebelah ya," pesannya pada Alia.
"Baik, Dok," jawab Alia lirih.
"Jangan panggil Dokter, Bu, karena saya Bidan. Dokter kandungan disini hanya ada satu yaitu Dokter Dokter Hanan," terang sang Bidan.
Seketika hatinya merasa perih dan ngilu saat nama pria itu disebut. Andai saja ia tahu bahwa klinik bersalin ini tempat Dokter itu bertugas, maka ia tidak akan pernah mau melahirkan di tempat ini.
Setelah Bu Bidan keluar dari ruangannya, ia berusaha menguatkan hati dan hanya fokus dengan kandungannya yang sebentar lagi akan melahirkan seorang malaikat kecil yang selama sembilan bulan menemani dalam suka maupun duka.
Alia masih berjalan mondar mandir sembari menahan rasa sakit yang mendayu-dayu, terkadang hilang dan setelah itu datang lagi dengan rasa sakit semakin bertambah.
"Aawwh! Sakit banget...," lirih wanita itu sembari berpegang pada bad pasien dan merematnya dengan kuat.
Saat sakitnya kembali hilang, ia kembali berjalan. Namun rasa sakit itu kembali mendera ia ingin mencari pegangan namun tangannya dipegang oleh seseorang.
"Dokter!" ucapnya dengan rasa terkejut.
"Apakah sakitnya semakin kuat?" tanya Pria itu lembut dengan tatapan iba.
"Lepas!" sentak Alia segera menjauh.
"Alia, tenanglah, aku hanya ingin membantu dirimu," ucap lelaki yang bergelar Dokter Obgyn itu.
"Aku tidak butuh bantuan anda dokter. Andai saja aku tahu akan melihat wajahmu kembali, maka aku tidak akan pernah mau melahirkan disini!" ucap Alia dengan lelehan air mata di kedua pipinya. Rasanya masih terasa begitu sakit dalam hatinya saat mengingat kejadian delapan bulan yang lalu.
***
Alia Almira, dia adalah seorang karyawan di sebuah laundry yang ada di komplek dimana Dokter Obgyn itu tinggal. Dan dia diberikan tugas oleh yang punya laundry untuk mengambil dan mengantar pakaian Dokter yang tinggal di sebuah rumah yang memang di khususkan untuk ditempati oleh beberapa dokter yang bekerja di sebuah RS swasta.
Alia memasuki rumah mewah yang sangat bersih dan sedikit berbau aroma obat-obatan, mungkin karena ada salah satu Dokter yang membuka praktek di kediaman itu.
"Assalamualaikum, permisi!" seru gadis itu mengetuk dengan sopan.
"Wa'alaikumsalam... Sebentar!" terdengar suara seorang wanita.
"Siapa ya?" tanya wanita baya yang sudah bisa dipastikan adalah Art dirumah itu.
"Saya Alia, Bu, saya disuruh Umi laundry untuk mengambil pakaian yang akan di bawa ke laundry," jelasnya pada wanita baya itu.
"Oh, ayo masuk, Neng," ucap Bibik membawa Alia masuk.
"Nah, sebentar Bibik beritahu Dokter Hanan dulu, soalnya hanya pakaian kotor dia yang belum di kumpulkan, yang lainnya sudah Bibik letak di keranjang," ucap Bibik segera menuju kamar seorang dokter.
"Permisi, Dok!" ucap Bibik sembari mengetuk pintu kamar itu.
"Ada apa, Bik?" tanya seorang lelaki yang hanya menggunakan pakaian santai, sepertinya lelaki itu sedang istirahat siang.
"Ada petugas laundry yang ingin mengambil pakaian kotor," jelas Bibik sembari menunjuk Alia yang berdiri tak jauh dari mereka.
Alia terpana melihat ketampanan lelaki yang di panggil Dokter oleh Bibik itu. Tak sengaja tatapan mereka bertemu. Alia segera menghampiri.
"Permisi, Dok, saya petugas laundry diutus Umi untuk mengambil pakaian kotor," jelasnya pada Pria itu.
"Oh, baiklah, sebentar ya." Lelaki itu kembali masuk kamar dan mengemas pakaian kotornya.
"Ini, kapan bisa diantar?" tanyanya sembari menatap Alia dengan wajah santai.
"Mungkin dua hari kedepan, Dok," ucap Alia tersenyum ramah.
Dokter itu hanya mengangguk paham, lalu Alia segera membawa pakaian yang lainnya yang telah di pisah oleh Bibik dan di beri nama di setiap kantongnya.
Alia memacu kendaraan roda dua kembali ke laundry. Gadis itu tampak begitu semangat bekerja demi membiayai pengobatan sang ayah yang sering sakit-sakitan. Hidup bersama ibu tiri tentu saja tak bisa membuatnya bisa lebih tenang, ia selalu dalam tekanan ibu dan adik tirinya.
"Banyak, Alia," ucap Santi teman sesama bekerja di laundry.
"Iya, ini pakaian Dokter semua," jawab Alia sembari menurunkan pakaian kotor itu.
"Wih, asyik kamu bisa ketemu dokter tampan dong ya...," goda Santi.
"Ish, apaan sih kamu. Cuma ketemu satu, yang lainnya lagi dinas," jawab Alia dengan jujur.
"Pasti Dokter Hanan 'kan?" tanya gadis itu lagi yang begitu ngebet sama Pak dokter.
"Nggak tahu siapa namanya, yang jelas Bibik disana memanggil dengan sebutan Dokter."
"Iya, dia tampan, Maco, tinggi, putih. Nah itu namanya Dokter Hanan," celoteh Santi memberitahu ciri-ciri Dokter itu. Alia hanya menggelengkan kepala sembari membenarkan ucapan temannya itu dalam hati.
"Udah, ayo mulai lagi kerja, ntar dimarahin Umi kalau tidak siap," ucap Alia, ya begitulah panggilan mereka pada pemilik laundry.
Alia kembali meneruskan pekerjaan, ia mulai mencuci pakaian kotor yang tadi baru ia ambil dari kediaman para dokter.
Gadis itu tampak begitu tekun dan sangat rajin dalam mengerjakan tugas, walaupun terkadang ia lelah dan ingin istirahat, namun mengingat kondisi sang ayah, dan ancaman ibu tiri maka hari-harinya hanya berfokus dengan pekerjaan.
Bersambung...
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
NT.Fa
Hai aku juga mampir... ceritanya seru dok
2023-12-21
1
Levha
👣👣👣
2023-12-04
0
Grenny
semangat thorr 🥰
2023-11-30
0