"Lepaskan aku , Jika kau tak bahagia bersama ku, maka aku pun sudah siap membebaskan mu dari segala tanggungjawab mu terhadap diriku"
Kalimat terakhir yang Asmara ucap sebelum dia benar-benar berpisah dari suaminya.
Sebongkah hati yang kini berubah menjadi sayatan kecil , menyisakan luka yang teramat mendalam.
Tidak ada alasan untuk dirinya tetap bertahan di tempat itu, karena ternyata tidak hanya dirinya yang tidak di terima oleh suaminya, Bahkan anak yang telah dia lahirkan pun tidak pernah di harapkan oleh Bima yang jelas-jelas merupakan ayah kandungnya.
Akankah Asmara mendapatkan cintanya ??..
Ataukah Asmara akan semakin terluka ??
Yukk Saksikan Terus Kisahnya ....
Selamat Membaca , Semoga Suka dengan Karya Baru saya
SENJA ASMARALOKA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabila.id, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. Sejarah Hidup Asmara
...Hidup akan terasa sulit jika kita hanya berfikir dengan pikiran yang sempit....
...🍁...
Sudah kurang lebih 1 jam perjalanan namun tampaknya Loka belum akan sampai pada tujuannya, cukup membuat Asmara sedikit gelisah sesungguhnya. Hingga pada akhirnya Asmara memberanikan diri untuk bertanya.
"Mas kita mau kemana ?"
Loka tersenyum dengan pertanyaan Asmara.
"Ke masjid . Itu masjidnya di depan" Seloroh Loka.
Menatap sekilas, memang benar di depan keduanya ada masjid, dan loka tampak memarkirkan mobilnya di halaman masjid tersebut.
"Kita mau ngapain mas kesini?" Asmara sedikit bingung.
"Sholat Asma !" jawab cepat Loka
Asmara hanya tertawa geli, sejujurnya dia tahu jika ke masjid memang untuk sholat, namun kali ini terasa aneh bagi Asmara yang mendadak dijemput dan nyatanya Loka membawanya ke sini.
Asmara masih terdiam dengan lamunannya, hingga Loka membukakan pintu untuknya.
Terdengar suara adzan memanggil, pertanda sholat ashar telah memasuki waktunya.
Loka dan Asmara berjalan bersama, menuju pelataran masjid, dan keduanya berpisah tatkala Loka dan Asmara menuju tempat wudhu masing-masing.
Keduanya mengikuti Sholat berjamaah, hingga sholat usai barulah Loka dan Asmara meninggalkan tempatnya, dan kembali bertemu di depan masjid sebelumnya.
Loka terlihat sudah berdiri menunggu Asmara, dari jarak cukup jauh, Asmara dapat melihat bagaimana Loka tersenyum pada nya. Tentu hal itu cukup membuat Asmara merasakan panas dingin.
Cukup lama Asmara tidak merasakannya, hingga saat ini hati yang seolah mati, hidup kembali karena Loka datang untuk menyirami.
"Sudah ?" ucap Loka. Dan Asmara menjawab dengan anggukan kepala.
Keduanya kembali melanjutkan sisa perjalanan yang entah kemana, Karena Asmara sendiri tidak mengetahui kemana Loka akan membawanya.
Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan, Tibalah Loka pada tempat tujuan.
Entah mengapa Asmara merasakan debaran jantung yang tak menentu saat ini.
"Turun yuk " ajak Loka
Agaknya Asmara merasa sedikit ragu, pasalnya dia hanya berdua saja dengan Loka, dan kini Loka memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah megah, yang lebih tepat di sebut Villa mewah.
Tentu hal itu cukup mengundang pertanyaan di hati Asmara.
"Mas kita mau ngapain ini disini ?"
"Nanti kamu juga tahu" ucap Loka dengan senyum manis di wajahnya.
Mendadak pikiran buruk hinggap begitu saja di hati Asmara, bagaimana ucapan Rani sebelumnya muncul dan bergentayangan di otak dengan liar nya.
Bahkan terlintas di pikiran Asmara jika Loka mungkin saja akan bertindak tidak senonoh padanya. Namun nalurinya berkata untuk menuruti ajakan Loka.
Loka sadar jika mungkin saja Asmara kaget dengan ini, namun dia meyakinkan jika tidak akan terjadi apapun, Loka meyakinkan Asmara jika dia tidak hanya akan menjaga hati namun juga menjaga diri Asmara dari perbuatan buruk yang mungkin singgah di hatinya.
"Kamu tenang saja, Yuk kita turun" ajak Loka Lagi
Kini loka menggandeng tangan Asmara menyusuri satu persatu tangga di depan teras rumah tersebut.
Sentuhan tangan loka agaknya cukup membuat Asmara terlena, namun Asmara sadar jika tetap harus waspada, meski Loka meyakinkan dirinya, jika tidak akan terjadi apa-apa.
Ceklek.
Belum juga Loka dan Asmara mengetuk pintunya, terlihat seorang wanita paruh baya membukakan pintu untuk keduanya.
"Bi Asih. Oma ada ?" Sapa Loka.
"Eh den Loka"
"Ada den, Oma sedang di teras belakang. Mau bibi panggilkan ?"
"Tidak usah bi, Biar Loka yang kesana"
Bi Asih pun menjawab dengan anggukan kepala.
Asmara menangkap sebuah senyum ramah dari sosok yang Loka sebut Bi Asih. Hingga anggukan kepala menjadi pilihannya untuk menyapa lawan bicara Loka tersebut.
Dengan tangan Loka yang masih setia menggandeng Asmara, keduanya melangkah masuk, menyusuri setiap ruang yang terasa asing bagi Asmara, Asmara tentu masih menyimpan rasa penasaran pada Loka, pasalnya Loka sangat irit bicara hari ini, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Loka akan banyak bicara bahkan tak jarang kerap bercanda dengan putrinya Senja.
Dari kejauhan Asmara dapat melihat sosok wanita yang tidak lagi muda, namun jelas dalam pandanganya sisa-sisa guratan kecantikan dari nya.
Senyum merekah dari wanita tua yang di yakini Asmara merupakan Oma yang sebelumnya di tanyakan pada Bi Asih.
Perasaan takut yang Asmara rasakan sebelumnya berubah seketika, bukan hilang namun lebih tepatnya tergantikan dengan rasa gugup yang begitu besar.
Jelas Asmara tahu untuk apa Loka membawanya ke tempat ini, sebagai seorang wanita dewasa yang tentu telah merasakan biduk rumah tangga tentu dia tahu jika saat ini Loka ingin mengenalkan dirinya dengan keluarganya.
"Tenang saja , Oma baik kok orangnya"
Semacam telepati, Loka seolah tahu isi hati Asmara yang tengah gugup dengan pertemuan pertamanya.
Hingga senyuman menjadi pilihan Asmara untuk menjawab ucapan Loka sebelumnya.
Loka merasakan suhu tubuh Asmara berubah seketika, terasa lebih dingin bahkan ketika berada dalam genggamannya, Loka sesekali meremas lembut tangan Asmara untuk meyakinkan nya jika dia akan diterima oleh keluarganya.
"Oma.. " sapa Loka.
"Tumben kamu inget Oma" sindir Oma yang merasa sudah cukup lama cucunya itu tidak datang mengunjunginya.
Mendengar Omelan Oma nya, loka hanya tertawa dengan menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.
"Siapa ini, kok nggak di kenalin sama Oma"
Lembut dan ramah, itulah kesan pertama Asmara pada sosok Oma yang belum dia tahu namanya. Sangat jauh berbeda dengan Oma yang sebelumnya menyapa Loka.
"Oh Iya Oma, Kenalin ini Asmara, Calon istri Loka"
Deg.
Untuk yang kesekian kali Asmara merasakan dunia seakan terhenti begitu saja, sebuah deklarasi pengakuan diri Loka mengenai siapa dirinya, membuat jantung Asmara berdesir kencang.
"Assalamualaikum Oma, Perkenalkan saya Asmara" Sapa Asmara dengan sopan, seraya mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan Oma.
Senyum manis terlihat jelas di wajah Oma.
"Oma Sima. Biasa dipanggil Oma Ima, tapi kalau Loka biasa panggil Oma saja"
Asmara tampak tersenyum mendengar ucapan Oma Ima, melihat bagaimana wanita tua di hadapannya begitu baik dengan sambutanya, membuat perasaan takut dan canggung seketika hilang begitu saja.
Oma Ima tidak sedikitpun memperlakukannya berbeda dari Loka, meski jika di pikir-pikir datang kerumah orang tua tanpa membawa buah tangan rasanya kurang sopan bagi Asmara, terlebih dia yang masih mengenakan seragam Dinas, tentu lebih membuat Asmara tidak enak hati.
Namun kekhawatiran nya sirna begitu saja, tatkala Oma begitu baik dan ramah menyambutnya.
Ketiganya kini duduk di sofa teras belakang, disamping kolam renang yang diketahui Asmara semasa kecil Loka sering bermain disana. Itu juga Asmara ketahui dari Oma yang tentu baru saja menceritakannya pada Asmara.
Setelah berbincang cukup lama, Asmara merasa kehadirannya tidak dianggap sebagai pengganggu dalam kehidupan Loka.
Beberapa saat berlalu, Bi Asih datang dengan membawa 3 cangkir teh hangat serta beberapa cemilan untuk di hidangkan.
"Monggo Ndoro Sepuh, Silahkan Den Loka, Ee Em--"
Bi Asih tampak bingung mempersilakan Asmara untuk minum dengan panggilan yang belum dia ketahui.
"Asmara Bi. Atau panggil saja Asma" Menyadari kebingungan Asisten rumah tangga itu Asmara segera memberikan penjelasan.
"Ohh iya Bu Asma, Silahkan di minum Teh nya"
Asmara tampak menganggukkan kepalanya
"Ini calon istrinya Loka, Sih" Oma kembali memperkenalkan status Asmara pada Asisten rumah tangganya.
"MashaAllah, cantik sekali Ndoro sepuh, Den Loka tidak salah pilih"
Dua buah jempol Bi Asih tertuju pada Loka yang tengah menyeruput teh buatannya. Sontak tindakan Bi Asih mengundang gelak tawa. Sementara Asmara terlihat malu-malu hingga wajahnya menghangat karena ucapan dari orang orang di sekitarnya.
Sampai disini Asmara belum mengatakan siapa dirinya, bagaimana statusnya, dan masih banyak hal yang rasanya perlu Asmara katakan pada keluarga Loka, namun sebagai wanita dewasa yang akan melangkah kejenjang selanjutnya Asmara merasa siapa dirinya dan bagaimana statusnya perlu dia sampaikan pada Oma. Karena Asmara Tidak ingin ada yang di tutupi.
Memikirkan bagaimana cara dia menyampaikannya pada Oma, cukup membuat kepala Asmara sedikit pening. Hingga dia terjebak dalam lamunan pertanyaan pertanyaan yang tidak memiliki jawaban.
"Orang tua mu kerja dimana Asma ?" Oma kembali bertanya dengan suara serak khas orang tua.
Deg.
Di sela-sela obrolan dan kegiatan minum teh, Oma tak lupa menggali informasi pada calon menantunya, meski sejujurnya yang lebih berhak melakukanya adalah orang tua Loka.
Loka tampak menatap Asmara, terlihat pula dia menganggukkan kepala. Hal itu tentu membuat Asmara yakin untuk mengatakan siapa dirinya pada Oma.
"Kedua orang tua Asma sudah meninggal Oma, Sejak usia Asma 19 tahun Asma Tinggal Bersama Paman dan bibi" Pelan Asma memberi penjelasan pada wanita tua di hadapannya.
"Setelah lulus kuliah Asma menikah dengan putra sahabat Bapak, Lalu Asma pindah ke Jakarta dan bekerja disana"
Sampai di sini tampak Oma Ima belum paham dengan penjelasan Asmara, terlihat dia menautkan kedua alisnya seraya menatap Sang cucu.
"Iya Oma, Asmara ini janda , sama seperti Loka"
Tidak ingin sang Oma bingung, Loka pun ikut memberi penjelasan agar sang Oma mudah memahami situasi dan kondisi dari keduanya.
"Tidak hanya Janda Oma, Saya juga sudah memiliki putri berusia 4 tahun"
Asmara menundukkan wajahnya, dia sudah sangat siap jika pada akhirnya Oma tidak merestui niat baiknya dan Loka untuk hidup bersama.
Begitu juga dengan Loka yang menangkap perbedaan wajah sang Oma tidak seperti sebelumnya.
Namun reaksi berbeda di tunjukan oleh Oma, dimana dia tersenyum dengan anggukan kepala.
"Tidak masalah bagaimana status kalian, toh jika berjodoh , Masa depan masih jauh lebih panjang jika di bandingkan dengan masa lalu"
Asmara merasa lega mendengar penuturan dari Oma Ima, begitu juga Loka yang lantas menghembuskan nafas nya lega.
"Tapi ingat Loka, bukan hanya restu dari Oma, kau juga harus meminta restu dari mama dan papa mu"
"Saran Oma, sebaiknya jangan di tunda, lebih cepat lebih baik untuk mempertemukan Asma dengan orangtuamu"
Tidak hanya saran namun juga Oma memberi petuah untuk keduanya.
"Baik Oma, Secepatnya Loka akan membawa Asmara ke ibukota"
Oma tampak menganggukkan kepala, dengan kembali menyesap teh hangat yang masih tersisa di cangkirnya.
Kembali perbincangan diantara mereka berlanjut, tak lupa Asmara menceritakan siapa orang tuanya. Dia yang hanya merupakan anak tunggal dan hidup di Pedesaan tidak jauh dari Oma Sima tinggal.
"Oh jadi kamu anak Baskara ?"
Asmara tampak menganggukkan kepala , menautkan kedua alisnya, entah mengapa Asmara menangkap keterkejutan di wajah Oma dari calon suaminya.
"Apa benar ibu kamu bermana Halimah ?"
Lagi lagi Asmara menganggukkan kepala, cukup terkejut Asmara karena Oma tahu siapa orang tuanya. Namun entah mengapa Asmara melihat wajah Oma menjadi pucat setelahnya.
Begitu juga Loka yang tampak menautkan kedua alisnya. Sedikit khawatir dengan keadaan Oma yang mendadak berubah tiba-tiba.
"Memangnya kenapa Oma" Loka bertanya
Oma hanya terdiam dalam lamunannya, hingga beberapa kali Loka memanggilnya, tampak Oma tidak menyahut.
"Oh. Tidak , Oma hanya pernah mengenal mereka, Orang tuamu sangat baik Asma" Senyum simpul jelas terlihat di wajah wanita tua di hadapan Asmara.
Asmara pun lega setelah mendengar nya. Sempat terfikir oleh Asmara Dimana mungkin saja kedua orang tuanya memiliki masalah dengan Oma Sima.
Setelah mengatakan itu Oma pun menceritakan bagaiman dirinya dan kedua orang tua Asmara saling mengenal sebelumnya.
***