Tes Tes Tes
Air mata Airin tertahankan lagi ketika mendapatkan tudingan yang begitu menyakitkan dari sang ayah.
Bahkan pipinya memerah, di tampar pria yang begitu dia harapkan menjadi tempat berlindung, hanya karena dia mengatakan ibunya telah dicekik oleh wanita yang sedang menangis sambil merangkulnya itu.
Dugh
"Maafkan aku nona, aku tidak sengaja"
Airin mengangguk paham dan memberikan sedikit senyum pada pria yang meminta maaf padanya barusan. Airin menghela nafas dan kembali menoleh ke arah jendela. Dia akan pulang, kembali ke ayah yang telah mengusirnya tiga tahun yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Samuel Emosi
Setelah helikopter itu pergi. Samuel dan Billy beranjak kembali ke dalam gedung.
"Bagaimana penyelidikan tentang Airin. Apa yang terjadi sebenarnya tiga tahu lalu itu, sampai dia tiga tahun di luar negeri tanpa kembali sama sekali?" tanya Samuel.
Masalahnya, dia juga bukan tidak pernah kuliah di luar negeri. Dia bisa kembali. Di lihat dari bagaimana majunya perusahaan milik Felix, rasanya mereka tidak akan mungkin kekurangan uang.
Billy terlihat menghela nafas panjang saat ingin memberitahu Samuel tentang informasi apa yang sudah dia dapatkan.
"Tiga tahun lalu, nyonya Susan keguguran. Hasil pemeriksaan dari rumah sakit, dia terkena racun. Dan saat itu makanan yang ada racunnya, adalah makanan yang dimasak oleh Airin. Mereka tidak memperpanjang masalah itu, tapi mengirim Airin ke luar negeri. Tapi..."
Billy tampak menjeda ucapannya. Karena sebenarnya, dia merasa kalau apa yang terjadi di luar negeri selanjutnya tidak masuk akal.
"Tapi apa?" tanya Samuel.
"Selama tiga tahun di luar negeri. Airin banyak melakukan kerja paruh waktu untuk membiayai hidupnya. Di kampus tempat dia kuliah, uang sekolah memang sekali di transfer dari Indonesia. Tapi, selain itu. Tidak ada uang yang dikirimkan untuk Airin"
Langka Samuel terhenti. Padahal pintu lift masih cukup jauh darinya berdiri. Billy juga berhenti.
"Pekerjaan paruh waktu?"
"Iya tuan, dari mulai pelayan kafe, menjadi penyebar poster dan selebaran, menjadi penyanyi di club malam dan...."
Samuel yang sudah sangat panas telinganya mendengar semua itu menoleh ke arah Billy.
"Dan apa..."
Billy tampak enggan mengatakannya. Menurutnya itu sungguh di luar nalar. Bagaimana seorang putri sulung pengusaha kaya raya, menjalani pekerjaan paruh waktu seperti itu di luar negeri.
"Menjadi petugas kebersihan di hotel!"
Samuel tak bisa berkata-kata lagi. Tangannya terkepal sangat kuat. Entah kenapa dia sangat marah mendengar apa yang dikatakan oleh Billy. Bagaimana Airin menjalani tiga tahun kehidupan seperti itu. Sementara dia harus kuliah.
**
Sementara itu di ruangan meeting, Airin masih diam saat ayahnya membentaknya beberapa kali.
"Bahkan saat ini bibimu merasa sangat bersalah padamu. Kamu keterlaluan juga ada batasannya Airin. Pulang dan minta maaf pada bibimu!" perintah Felix pada Airin lagi.
Airin masih diam. Entah dia harus bicara apa? tapi bicara apapun. Ayahnya tidak akan mendengarkannya.
"Kamu jangan buat ayah pusing Airin. Sudah cukup semua kekacauan yang kamu lakukan. Sekarang ayah perintahkan kamu, untuk terakhir kalinya. Pulang dan minta maaf pada bibimu!" bentaknya lagi.
Melihat wajah ayahnya yang sudah begitu merah padam. Airin menelan salivanya dengan susah payah.
"Ayah tahu aku tidak pulang ke rumah beberapa hari. Tapi ayah tidak bertanya aku tinggal dimana?" tanya Airin dengan suara yang sangat pelan.
Namun, setelah mendengar ucapan Airin itu. Felix malah menghela nafas kasar.
"Ayah, apa ayah lupa aku sangat takut pada petir? Kemarin hujan turun dengan begitu deras. Petir bahkan tidak berhenti sampai jam 12 malam. Aku ketakutan, apa ayah tahu itu?" tanya Airin yang pada akhirnya tak dapat menahan air matanya lagi.
Airin tidak berharap sama sekali belas kasih dari ayahnya. Dia hanya ingin mengatakan apa yang saat ini dia rasakan. Sejak dulu, sejak dua wanita itu datang dalam kehidupannya, dia bahkan tidak bisa mengatakan apapun pada ayahnya. Semua yang keluar dari mulut Airin, di cap sebagai kebohongan oleh ayahnya kalau dua wanita itu sudah mengatakan itu bohong.
Dan mendengar Airin bicara seperti itu, serta menangis. Felix hanya memalingkan wajahnya dan berkata,
"Jangan mengalihkan pembicaraan. Yang salah itu kamu! tinggal minta maaf saja pada bibimu, semua selesai. Jangan keras kepala!" ujar Felix dengan nada suara yang kian meninggi.
Airin menyeka air matanya. Bicara pada ayahnya memang tidak mudah.
"Aku tidak mau" jawab Airin.
"Airin!" bentak Felix lagi.
"Siapa yang memberimu hak membentak orangku, Felix Rahardian!"
Suara bariton yang terdengar begitu tegas itu membuat Felix menoleh ke arah pintu. Airin juga, tapi dia langsung menunduk dan membuat dirinya menangis.
"Tuan Samuel!"
Samuel berjalan dengan cepat ke arah Airin.
"Dia sudah bilang dia tidak mau minta maaf. Maka jangan paksa dia!" bentak Samuel pada Felix.
Felix melihat ke arah Airin, dan ke arah Samuel secara bergantian.
"Ini tuan Samuel, Airin bersalah pada Vivi. Vivi adalah tunangan anda..."
"Lalu Airin siapamu?" tanya Samuel pada Felix.
Felix terdiam. Pria tua itu tampak gugup.
"Aku tanya padamu, apa kamu tahu apa yang sudah Airin lakukan di Jerman demi bertahan hidup selama tiga tahun ini?" tanya Samuel dengan mata merah.
Samuel kesal sekali. Bagaimana bisa seorang ayah tidak tahu apa yang telah terjadi pada putrinya selama tiga tahun hidup sendirian di luar negeri. Bagaimana bisa tidak perduli sama sekali.
Airin yang mendengar itu cukup terkejut. Bahkan Samuel sudah menyelidiki apa yang terjadi padanya. Airin mendongak melihat ke arah Samuel dengan wajah yang sangat khawatir.
Wajah Samuel terlihat sangat marah. Dia menatap Felix dengan tatapan penuh kebencian.
"Memangnya apa? aku selalu kirimkan uang untuk dia kuliah, hidupnya lebih dari mewah. Bahkan ibu sambungnya datang saat dia wisuda" ujar Felix yang sudah merasa kalau dia memang sudah menjalankan tugas seorang ayah dengan sangat baik pada Airin.
"Cih, dasar orang tua bodohh!" pekik Samuel.
"Tuan..." Billy yang berada di belakang Samuel, berusaha untuk menegur bosnya itu. Supaya tidak mengatakan sesuatu yang tidak baik.
"Apa kamu tahu, anakmu ini. Menjadi pelayan kafe, membagikan selebaran di tengah salju yang turun dengan lebat. Bahkan menjadi petugas kebersihan hotel, apa kamu tahu? apa kamu tahu untuk apa dia melakukan semua itu. Hanya untuk bertahan hidup, bisa kembali dan bertemu denganmu! Orang tua bodohh!" Samuel benar-benar emosi.
Dia bicara dengan nada suara yang kian meninggi dan meninggi. Dia tidak perduli kalau pria di depannya itu adalah orang yang lebih tua darinya. Baginya, orang tua di depannya itu adalah orang tua paling bodohh yang pernah dia temui selama ini. Orang yang bahkan tidak tahu penderitaan apa saja yang sudah dialami oleh anaknya, karena ketidakingintahuan, dan ketidakpeduliannya itu.
Felix sangat terkejut, dia tidak pernah mengetahui semua itu. Dia menghabiskan ratusan juta dalam satu bulan untuk dia kirimkan pada Airin. Bagaimana mungkin, anaknya bekerja serabutan seperti itu untuk bertahan hidup?
***
Bersambung...