Medeline Arcela Forza, dijual oleh Kakak tirinya di sebuah tempat judi. Karena hal itu pula, semesta kembali mempertemukannya dengan Javier Antonie Gladwin.
Javier langsung mengenali Elin saat pertemuan mereka yang tak disengaja, tapi Elin tidak mengingat bahwa dia pernah mengenal Javier sebelumnya.
Hidup Elin berubah, termasuk perasaannya pada Javier yang telah membebaskannya dari tempat perjudian.
Elin sadar bahwa lambat laun dia mulai menyukai Javier, tapi Javier tidak mau perasaan Elin berlarut-larut kepadanya meski kebersamaan mereka adalah suatu hal yang sengaja diciptakan oleh Javier, karena bagi Javier, Elin hanya sebatas teman tidurnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Terima dia (Author POV)
Sebagai gadis yang menyukai Javier, tentu ajakan menikah dari pria itu sangat membahagiakan bagi Elin. Tapi, apakah ia harus menerima meski Javier melakukan itu hanya karena permintaan orangtuanya dan bukan karena Javier yang menginginkannya?
Elin tidak mungkin memulai sesuatu yang nantinya akan melukainya lebih parah. Berpisah setelah sebuah pernikahan terjadi bukanlah hal yang mudah. Ia akan menyandang status sebagai wanita yang pernah gagal menikah dan Elin sama sekali tidak pernah membayangkan hal itu akan terjadi dihidupnya.
Elin masih melamun atas penawaran yang Javier berikan pagi tadi. Jika ia ingin egois maka ia akan mengiyakan saja ajakan itu tanpa memikirkan kemungkinan terburuknya. Tapi tentu Elin tidak mau berlaku demikian. Ia masih memikirkan masa depannya yang akan dibawa kemana nantinya jika ternyata Javier tetap tidak mencintainya setelah pernikahan mereka dan tetap menganggapnya hanya sebatas teman untuk tidurnya.
Elin harus menghentikan lamunan itu kala mendengar suara pintu yang didorong, disusul dengan sesosok perempuan cantik yang tidak asing masuk ke dalam ruang perawatannya.
"Hai, Elin?"
Elin menatap perempuan itu dengan tatapan datar, tentu ia mengenali sosok ini. Perempuan ini adalah perempuan yang sama dengan yang ia lihat bersama Javier tempo hari di Rumah Sakit. Perempuan yang kalau Elin tidak salah dengar--jika dia bernama Cassie.
"Bagaimana keadaanmu, Elin?"
Demi apapun, Elin tidak pernah menyangka atau mengharapkan kunjungan Cassie seperti saat ini. Untuk apa? Bukankah dia gadis uang dekat dengan Javier? Apa dia datang untuk membuat peringatan pada Elin karena Javier sudah menceritakan padanya juga mengenai penawaran nikah yang Javier berikan pada Elin?
Cassie tersenyum melihat wajah Elin yang terkesan tidak bersahabat. Meski begitu, ia tidak memasukkan hal itu ke dalam hatinya. Ia yakin jika ada kesalahpahaman yang membuat Elin tidak menyukai kehadirannya.
"Uhm, maaf ya, tiba-tiba aku datang dan mengunjungimu. Kau pasti tidak mengingatku, kan?" ujar Cassie masih dengan senyum sumringahnya meski Elin tidak memberi perlakuan yang sama padanya. Tidak ada kewajiban untuk Elin melakukan itu karena di negara mereka kegiatan beramah-tamah memang bukan hal lumrah. Apalagi Elin merasa tidak mengenal Cassie sama sekali.
"Aku mengingatmu, kau yang tempo hari bersama Kak Javier dan menebus obat, kan?" ujar Elin tak acuh.
Cassie mengangguk. "Ya, kau benar. Tapi maksudku bukan yang itu. Ku pikir kau pasti tidak mengingatku dimasa lalu."
"Maksudmu?" Elin menatap Cassie dengan sorot serius sekarang.
"Kita pernah bertemu Elin, bahkan kita pernah bermain bersama dulu. Di Mansion keluarga Javier."
Elin menggelengkan kepalanya dan tampak bingung.
"Waktu kita kecil ..." Tiba-tiba Cassie menghentikan kalimatnya. "Ah, sudahlah... yang jelas kita pernah sempat mengenal satu sama lain, dulu. Aku dengar dari Jav soal amnesia temporer yang kau alami, jadi aku memaklumi jika kau tidak mengingatku sama sekali, apalagi kita hanya pernah bertemu sesekali saat aku berlibur ke kediaman Jav waktu itu," terangnya kemudian.
Dahi Elin berkerut. Ia tidak memahami ini. Tapi, apakah Cassie juga salah seorang yang sempat ia kenal lalu ia lupakan? Entahlah.
"Karena kau melupakanku, mari kita berkenalan kembali, Elin." Cassie mengulurkan tangannya ke arah Elin, meski sorot mata Elin masih tidak bersahabat tapi akhirnya gadis itu menyambut uluran tangan Elin.
"Aku Cassandra Logan, sepupu Javier."
"A-apa?"
Cassie tertawa sekarang. Ia sudah menebak jika sejak awal Elin pasti mengira jika dirinya adalah teman dekat Javier atau justru kekasihnya.
"Sorry, ku pikir kau---"
"Kekasih Javier?" sambung Cassie dengan kulumann senyumnya.
Elin membuang tatap ke arah jendela, ia melipat bibirnya dengan gugup karena ternyata ia telah salah sangka.
"Ibuku adalah adik dari Aunty Elara. Kebetulan kami tinggal di New York karena Ayahku asli dari negara itu. Saat masa liburanku tiba, aku sering mengunjungi Aunty Ela dan Uncle Shane disini. Ya, tentunya juga harus menemui si menyebalkan Javier," canda Cassie diujung kalimatnya.
Hal itu mampu membuat Elin tersenyum sekarang.
"Haha, kau sepakat denganku bukan, jika Javier itu menyebalkan?" tanya Cassie seolah mencari dukungan.
Elin akhirnya benar-benar tertawa sekarang.
"Baiklah, kedatanganku kesini memang ingin menghiburmu. Semoga kau cepat sembuh karena menjadi sakit itu tidak menyenangkan. Aku sudah sering merasakannya," kata Cassie lagi.
"Baiklah. Aku akan segera sehat," jawab Elin akhirnya. Ia tampak lebih santai dan tidak setengah tadi.
"Tau tidak, saat kita sama-sama masih menjadi bocah, dulu kita sering mengerjai Javier."
"Benarkah?" Elin menatap Cassie dengan tatapan tertarik sekarang.
"Ya, sayang kau melupakan momen-momen itu."
"Maafkan aku," lirih Elin.
"It's oke, yang terpenting sekarang kau sudah baik-baik saja." Cassie tersenyum lembut, kemudian dia meraih jemari Elin untuk di genggam membuat sang empunya menatapnya dengan tatapan bingung.
"Dengar Elin, aku sudah mendengar mengenai Javier yang ingin mengajakmu menikah."
Elin diam, seolah membiarkan Cassie mengutarakan lebih jauh mengenai hal ini.
"Kau sudah mendapat keputusan? Apa kau akan menolaknya?" kelakar Cassie sambil menatap Elin lekat-lekat.
"Aku pikir begitu," akui Elin dengan suaranya yang nyaris tak terdengar.
Cassie menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan menolaknya, terima dia," usulnya.
"Apakah aku harus menerima penawaran itu disaat aku tau bahwa dia tidak memiliki perasaan kepadaku?" lirih Elin.
"Ya, kau harus."
"Why?"
"Karena aku yakin jika Jav mencintaimu, Elin."
Ujaran Cassie membuat jantung Elin berdegup lebih cepat sekarang, namun ia tidak mempercayai hal itu begitu saja.
"Apa kak Javier bilang begitu padamu?"
"Tidak. Aku menyimpulkannya sendiri."
"Kalau begitu kau salah menyimpulkan."
"No! Kau harus lebih jeli melihat dalam tatapannya. Dia menyukaimu lebih dari apapun. Aku tidak pernah melihatnya seperti itu sebelumnya."
"Seperti itu?" tanya Elin penasaran.
"Aku yakin dia akan berantakan jika kau menolaknya. Jadi, terima dia ya."
Elin terdiam, ia memang belum tiba pada sebuah jawaban untuk Javier. Ia masih bimbang harus menerima atau menolak karena dimatanya Javier mengajaknya menikah hanya karena desakan kedua orangtuanya yang tidak mau mereka tinggal bersama tanpa ikatan apapun.
"Aku takut pernikahan kami tidak berhasil. Aku tidak bisa menikahi pria yang tidak menyukaiku sebagai seorang gadis. Dia hanya menganggapku sebatas teman tidurnya dan kalaupun dia menganggap lebih mungkin hanya seperti adiknya sendiri."
"Elin, percaya padaku. Dia juga menyukaimu. Aku sangat yakin akan hal itu. Dia cemburu melihatmu bersama asistennya. Apa kau tidak bisa menilai hal itu?"
Elin hanya diam, ia tidak tau harus berkata apapun. Mematahkan kesimpulan Cassie pun tidak mungkin. Tapi Elin menghargai apa yang dijabarkan oleh sepupu Javier tersebut.
"Kalau kau menerimanya dan kalian menikah, setidaknya kau memiliki kesempatan lebih untuk merebut hatinya agar benar-benar menjadi milikmu. Percaya padaku, kau akan menjadi pemenangnya!" ujar Cassie menggebu-gebu.
Mereka berdua terdiam saat seseorang tiba-tiba datang dan ikut masuk ke ruang perawatan Elin.
"Cassie, kau disini?"
Itu adalah Javier. Elin dan Cassie saling menatap satu sama lain. Melalui isyarat mata, Cassie kembali menyakinkan Elin untuk menerima ajakan menikah dari Javier.
"Kenapa kalian tiba-tiba diam saat aku datang?" tanya Javier yang keheranan melihat kedua perempuan itu hanya saling menatap penuh arti.
"No, no. Tidak ada. Kami hanya kehabisan bahan cerita," kilah Cassie yang tak mau Javier tau jika tadi mereka berdua tengah menceritakannya.
"Aku bahkan mendengar jika tadi kalian masih saling mengobrol tapi langsung terdiam saat aku masuk," ujar Javier terus-terang.
"Ya karena pembahasan kami sudah selesai saat kau masuk, Kak," timpal Elin kemudian.
...Bersambung ......
...Jangan lupa dukung karya ini dengan vote, gift, like dan tinggalkan komentarnya guys ❤️💚...