Dia terlihat seperti batu kerikil di mata suaminya. Namun di mataku, dia adalah berlian yang tak ternilai harganya.
Sepertinya rasa ini tak tepat, karena aku jatuh cinta pada istri sabahatku sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenita wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33 - Bulan Madu
"Ya enggaklah. Kalau ikut nanti kita jadinya rekreasi keluarga, bukan bukan madu."
"Terus?" Linda tampak penasaran.
"Mereka bakalan liburan sama papa dan mama ke luar kota juga tapi nggak sama dengan kita.*
"Aku takut nanti mereka ngerepotin, papa dan mama." Linda tampak ragu.
"Apa itu yang kamu sebut ngerepotin?" Dimas menunjuk sebelah kanannya. Linda menoleh ke arah yang ditunjuk Linda. Terlihat Dion sedang asyik bercanda dengan papa mertuanya dan Dela sedang asyik bercanda dengan Divan dan mama mertuanya.
"Mereka deket banget, ya. Padahal Dion dan Dela bukan darah daging mereka." Linda terharu melihatnya.
"Tapi mereka adalah malaikat kecil yang diciptakan untuk melengkapi keluarga kita." Dimas mengusap punggung Linda.
"Makasih ya, Mas. Aku nggak tau lagi harus bilang apa. Kalau bukan karena kamu, mungkin sekarang aku masih menderita menjadi budak Mas Roby atau menggelandang bersama kedua anakku." Linda menatap Dimas dengan mata berkaca-kaca.
"Aku mencintai kamu apa adanya. Kamu itu cinta pertamaku dan selamanya akan menjadi orang yang istimewa untukku." Dimas memegang tangan Linda lalu memeluknya.
"Cieeee pengantin baru." Rahadi, Vani dan Divan datang menghampiri mereka.
"Om kok peluk ibu?" tanya Dion dengan polosnya.
"Dion, mulai sekarang kamu panggil dengan sebutan Ayah, oke," ucap Vani."
"Ayah?" Dion tampak heran.
"Mulai sekarang, Om adalah Ayah kamu. Setelah ini, kita akan tinggal satu rumah," sambung Dimas.
"Benelan, Om? Eh, Yah?"
"Iya, kita akan jadi satu keluarga."
"Yeeeeee." Dion bersorak kegirangan dan itu membuat mereka semua tertawa.
*****
"Akhirnya sampai juga." Dimas merebahkan dirinya ke atas ranjang sebuah hotel tempat mereka akan menginap selama beberapa hari.
"Kamu istirahat, ya. Aku mau susun baju-baju kita ke lemari." Linda beranjak dari posisinya dan pergi ke lemari yang terletak tak jauh darinya.
"Kamu ngapain sih ngerjain ini sendiri. Lantas apa gunanya aku disini?" Dimas mendekati Linda dan membantunya menyusun baju di lemari.
"Mas, biar aku aja. Kamu istirahat aja." Linda merampas koper dari tangan Dimas.
"Linda, ingat! Suami kamu itu Dimas, bukan Roby. Kamu bukan pembantu aku, tapi istri aku. Melakukan pekerjaan rumah itu sebenarnya adalah tugas suami, tapi kamu rela melakukannya demi rasa sayangmu pada suami. Jadi, jangan pernah larang aku membantu kamu." Dimas tersenyum penuh makna.
"Aku adalah wanita paling beruntung di dunia ini." Linda mengusap wajah Dimas dengan lembut.
"Aku juga pria yang paling beruntung di dunia ini." Memegang tangan Linda yang tengah mengusap pipinya lalu mencium telapak tangannya, lalu punggung tangan, pergelangan tangan, lengan, hingga kini wajahnya berada di depan wajah Linda.
Sebuah kecupan pun mendarat di kening Linda.
"Aku ingin sekarang, tapi sebaiknya kita istiraha dulu untuk mengisi energi kita malam nanti." Dimas mengusap kepala Linda dan tersenyum.
Mereka pun kembali menyusun baju setelah itu istirahat bersama. Sore yang tenang membuat tidur mereka semakin nyenyak saja.
****
"Ya, terus, terus, come on baby." Terdengar sahut-sahutan des*h*n dan er*ng*n di dalam sebuah kamar hotel.
"Ya, ayo sayang, teruskan! Jangan berhenti, di come on!" Teriakan sang pria yang berada di posisi bawah semakin kencang hingga sebuah erangan panjang mengakhiri percintaan mereka.
"Kamu hebat, sayang." Roby mencium dada wanita yang baru saja menungganginya.
"Dimanapun kamu ingin dipuaskan, aku akan selalu ada, baby." Wanita itu mengedipkan mata dan tersenyum menggoda.
Sementara itu...
"Ini uang untuk kamu." Robby menyerahkan belasan lembar uang pada seorang wanita yang disewanya malam ini.
"Ini banyak banget dari tarif aku yang biasanya, sayang."
"Itu hadiah karena kamu sudah memuaskan aku. Lain kali aku akan sewa kamu lagi. Teman-teman kamu yang lain kurang liar. Aku lebih suka kamu." Tersenyum nakal.
"Oh ya? Bukannya kamu udah punya istri, baby. Bukannya sayang kalau jajan di luar."
"Dia sedang hamil, kurang mengg*ir*hkan, belum lagi tubuhnya semakin gendut dan nggak terurus. Males banget lihat dia. Baru lihat aja langsung eneg. Mana mau aku bercinta dengan dia, bikin nggak semangat aja. Beda dengan kamu, sayang." Roby mengusap pipi wanita itu.
Keduanya pun kembali memakai baju mereka dan berpisah saat itu juga.
*****
"Mas, darimana aja kamu semaleman nggak pulang?" tanya Yulia saat Roby baru sampai rumah.
"Baru pulang udah ditanya-tanya nggak jelas. Aku kerja!" Roby meletakkan tas kerjanya ke atas ranjang.
"Mas, besok anterin aku kontrol kandungan, ya. Aku udah bikin janji."
"Kamu ajalah, aku sibuk."
"Mas, aku kan lagi Hamil lima bulan. Masa disuruh sendiri."
"Ya jangan manja dong. Linda aja dulu nggak pernah minta anterin. Uang buat periksa pun dia nggak minta."
"Bukan dia yang nggak minta, tapi kamu yang nggak mau ngasih kan. Kamu mau memberlakukan buat aku juga, Mas?" Yulia tampak sangat kesal.
"Ya iyalah. Kalau kamu nggak terima, silakan pergi. Nggak aku larang kok."
"Kok kamu jadi kayak nggak mau lagi sama aku, Mas." Linda menatap curiga.
"Ya siapa juga yang mau sama istri gendut, jelek dan ngerepotin kayak kamu. Mending aku balik sama Linda. Udah pinter ngatur keuangan, cantik pula."
"Sadar diri kamu, Mas. Dia cantik karena ada yang modalin. Nggak ngaca kamu. Waktu sama kamu, dia itu nggak kamu modali, malah kamu paksa kerja. Dan sekarang saat dia sama Dimas, terlihat jelas betapa bahagianya Linda."
"Kamu mau banding-bandingin aku sama Dimas?" Roby melotot ke arah Yulia.
"Kalau kamu nggak mau aku bandingin, maka jangan bandingin aku sama Linda. Atau kamu akan menyesal sama seperti saat ini, kamu menyesal menceraikan Linda. Rasanya aku membenarkan tindakan Linda bercerai dari kamu. Daripada hidup sengsara, mending dia pisah sama laki-laki egois kayak kamu!"
"Udah berani kamu, ya." Plaakkk, Roby mendaratkan sebuah tamparan di pipi Yulia. "Sekali lagi kamu ngomong kurang aja kayak gini, akan aku hajar kamu!" Meninggalkan Yulia yang tengah menangis sambil memegangi pipinya.
"Ya Allah, kenapa hidupku jadi begini. Apa ini karma untukku karena aku telah merebut suami orang?" ratap Yulia.
"Linda, sekarang aku tau bagaimana sakitnya berada di posisi kamu. Maafin aku, Lin." Yulia duduk di pinggir ranjang dan menghapus air matanya. Rasa sesak menyeruak di dalam dadanya. Jika saja dulu ia tak egois dan berambisi mendapatkan Roby, tentu ia tak akan bernasib seperti ini.
ih aku kok gregetan yah 🤭