Dengan bersekutu jin ular, kehidupan Abay berubah. Tetapi dia harus bersusah payah mencari korban untuk tumbalnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'Wiz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia Bab 33
Menjelang maghrib, Poppy meminta ijin pulang. Meski Sanusi dan Wati menahan dirinya untuk menginap semalam.
"Aku pun juga pamit pulang, Pak. Besok kan harus bersiap kembali keluar kota." Abay ikut pamitan.
"Oh, begitu. Tapi apa kamu tak keberatan mengantar Poppy pulang lebih dulu?" tanya Sanusi.
"Apa Poppy mau?" Abay tersenyum ke Poppy, sebuah senyum memikat dia tampilkan.
"Kalau Kang Abay memaksa, masa aku menolak," jawab Poppy dan dia mainkan matanya.
Abay tertawa, dia bukan pria baik-baik. Sejak awal mula bertemu Poppy, dia sudah mainkan jarinya di telapak tangan wanita itu kala jabat tangan. Reaksi Poppy, ternyata menerima dengan baik.
Malah waktu kebersamaan Abay dengan Dina pun terbengkalai, karena Abay lebih condong pada Poppy. Mereka berdua berbicara dengan kode tertentu yang hanya mereka berdua pahami.
"Kalau begitu mari kita berangkat pulang. Takut kemalaman di jalan," ucap Abay.
"Iya, Kang. Semakin malam, angin semakin dingin. Pasti nanti harus cari yang hangat!" timpal Poppy.
"Dina, Ami... Papa sama Mama kalian mau pulang, nih!" teriak Wati.
Dina dan Ami keluar dari kamar mereka masing-masing. Melihat Dina keluar dari kamar belakang yang kecil, Abay berkerut keningnya.
Abay baru tahu kalau Dina sekarang mengisi kamar belakang dan bekas kamarnya dihuni Ami. Soalnya, begitu datang ke rumah dan melihat Poppy duduk di ruang tamu, pusat perhatiannya pun tertuju hanya pada Poppy, wanita yang matang dalam urusan goda menggoda.
Ami menghampiri Poppy, sementara Dina menghadap Abay.
"Papa kok cepat banget perginya?" tanya Dina.
"Ada kerjaan Sayang. Tetapi dalam waktu cepat, Papa akan pulang dan bertemu lagi denganmu."
"Oh, begitu. Papa bisa janji kan?"
"Bisa. Kamu sekarang tidur di...."
"Papa jangan lupa, kalau pulang besok bawa uang yang banyak! Aku mau menabung dan berbagi," sela Dina cepat.
Abay tertawa, lalu dia keluarkan dompetnya.
"Buat jajan kamu beli es krim." Abay berikan sepuluh lembar uang yang totalnya lima ratus ribu ke Dina.
Lalu berikan segepok uang ke tangan Wati. Tak lupa dia berikan jajan ke Ami seratus ribu. Selepasnya dia pun pamit pulang dengan Poppy mengikuti dirinya. Abay naik motor lebih dulu, disusul Poppy yang main peluk Abay dari belakang.
Dina dan Ami mengantar sampai pintu pagar. Ketika Abay dan Poppy menjauh, keduanya pun turunkan tangan yang tadi dipakai untuk melambai.
Ami masuk ke rumah lebih dulu, tetapi dia sempat melirik licik ke Dina. Dina baru memutar tubuhnya selepas motor Abay membelok meninggalkan mulut gang rumah.
"Dina, Opa minta kamu berbaik-baik hati ya sama Kak Ami. Kasihan dia, karena waktu bertemu dengan Mamanya nanti, bisa bertahun-tahun ke depan," ucap Sanusi yang keluar dengan sajadah di atas bahu dan peci hitam menutup kepala.
"Ih, Opa jorok! Kan belum mandi, kok udah mau ke musholla?" tanya Dina.
"Lima menit lagi kan mau masuk waktu azan. Opa mandi dan ganti baju, bisa makan waktu lebih dari lima menit. Kan badan Opa tak bau ini." Sanusi tersenyum.
"Nanti pas Opa pulang, Dina masakin air buat mandi, deh! Dina masuk dulu ya, Opa."
"Dina, kamu tadi dengar kan omongan Opa?" tanya Sanusi.
"Iya, Opa. Berbaik hati sama Kak Ami!" Dina mengangguk, lalu berjalan masuk ke rumah.
Sanusi pun pergi setelah menutup pagar rumah lebih dulu.
"Kamu jangan lupa sama ibadahmu, ya!" tegur Wati saat mau masuk ke kamarnya, kala melihat Dina.
"Iya, Oma," jawab Dina cepat.
Dina melanjutkan langkahnya ke kamar. Namun saat dia membuka pintu, dia kaget karena ada Ami duduk di kasurnya.
"Eh, Kak Ami udah ambil wudhu belum? Mau bareng sholat ya?" tanya Dina.
"Sini kamu! Tutup pintunya!" Ami lambaikan tangan.
Meski heran dan curiga, tetapi Dina ikuti perintah Ami. Dia menutup pintu dan berjalan mendekati Ami.
"Duduk, sini! Masih muda lelet amat, sih!" kesal Ami sambil menarik tangan Dina.
Dina pun jatuh terduduk. Untung dia jatuh di busa kasur, jadi tak terlalu sakit.
"Tadi kamu dapat berapa dari Papa kita?" tanya Ami santai.
"Papa kita?" Sorot mata Dina muncul.
"Iya, Papa kita. Kamu dikasih berapa tadi?"
"Tunggu, Kak. Sejak kapan Papaku menikah sama Mama Kak Ami?"
"Mungkin sebentar lagi, kamu tak percaya?" tanya Ami.
"Iya, tak percaya. Bukannya Mama Kak Ami mau pergi jauh, kerja di mana tuh?"
"Kuwait rencananya, tapi kayaknya bakal batal, deh!"
"Kok, bisa?" Dina semakin bingung.
"Ya, karena Mamaku dan Papamu itu main mata terus. Aku kan sempat mengintip beberapa kali tadi, terus makin jelas waktu pulang. Apa kamu tak melihat, Mamaku kan peluk Papamu di motor tadi!"
Dina mengangguk. Dia melihat itu.
"Mamaku itu tukang bohong!" seru Ami tiba-tiba.
"Eh, tak baik menuduh Mamamu seperti itu?" tegur Dina.
"Loh, aku punya bukti banyak. Namun kamu tak perlu tahu!" jelas Ami.
Ami berkata benar, dia sudah tahu apa pekerjaan Poppy. Karena pernah melihat ibunya itu nongkrong di depan sebuah panti pijat, waktu dia melintas jalan bersama teman sekolah selepas ikut penilaian renang.
Ditambah sikap genit Poppy pada para pria di sekitar kontrakan mereka. Ami punya mata dan dia pun mendengar kabar burung tentang ibunya yang mendapat julukan kupu-kupu malam itu.
Awalnya Ami tak tahu arti julukan itu, tetapi dia sempat membaca dan akhirnya bisa menebak apa artinya.
"Oya, karena kamu lebih banyak dapat dariku, aku minta sebagian!" Tangan Ami terulur.
"Minta apa Kak?"
"Uang, pakai nanya lagi!" ketus Ami.
"Tapi...."
"Sebenarnya aku itu butuh uang buat biaya ongkos perpisahan sekolah. Sebentar lagi kan aku mau lulus-lulusan. Minta uang sama Mama, dia jarang kasih aku uang. Minta sama Opa dan Oma juga tak mungkin, karena aku baru tinggal di sini. Ya, jadi aku minta sama kamu, eh pinjam deh!" ucap Ami lebih lembut.
Dina berpikir sejenak.
"Ya, udah. Kak Ami butuh berapa?"
"Kurang dua ratus lagi!"
Dina keluarkan uang yang dia terima dari Abay, lalu berikan sebanyak yang Ami mau.
Ami menerima uang itu dengan wajah senang, dia pun tertawa kecil dan mencubit pipi Dina.
"Kamu memang baik! Sudah, ya. Selamat sholat, azan udah lewat tuh!" Ami meloncat turun dari kasur dan berjalan menuju pintu.
"Kak Ami tak sholat?"
"Lagi libur!" jawab Ami santai.
***
"Ayo, masuk!" ajak Abay.
Poppy turun dari motor. Dia sempat melirik mobil yang terparkir di halaman rumah Abay yang juga menjadi garasi mobil.
"Ini rumah Kang Abay?" tanya Poppy.
"Oh, bukan. Ini rumah Ki Jabaya. Rumahku sih lebih besar dari ini. Hanya saja, terasa sepi!" ucap Abay yang menghampiri Poppy.
Tanpa permisi, tangannya melingkar ke pinggang Poppy.
"Kenapa bisa sepi?" tanya Poppy.
"Sebab tak ada wanita cantik sepertimu yang bisa aku jadikan istri!" Senyum Abay licik.
sudah bagus medi mengizinkan menginap