Jodohku Cinta Pertamaku

Gita berlari meninggalkan ketiga sahabatnya, saat ini hatinya terasa sakit. Dia sangat kecewa karena hatinya kini telah mulai menyukai pria yang sudah beristri itu.

“Nggak mungkin, mana mungkin Kayla dan Raffa sudah menikah. Mereka masih mahasiswa, tidak mungkin!” teriak Kayla saat dia berada di pinggir sungai yang tidak jauh dari bumi perkemahan.

Air matanya mulai mengucur deras, entah rasa apa yang membuatnya sakit dan terluka. Selama ini dia yakin Kayla dan Raffa merupakan saudara, sehingga dia berharap Kayla bisa menyatukan dirinya dengan Raffa.

Kayla berusaha mengejar Gita, tapi Dian menahannya.

“Biarkan, aku yang akan menyusulnya!” seru Dian.

Dian pun melangkah mengejar Gita, dia mengawasi Gita dari kejauhan. Saat ini Dian membiarkan Gita meluapkan rasa kecewanya.

“Ada apa denganmu, Ukhti?” tanya Nick pada Gita.

Dia tidak sengaja melihat Gita sendirian di pinggir sungai. Nick baru saja memasang beberapa bendera di tengah hutan untuk acara perlombaan nanti siang.

Gita mengusap pipinya yang basah karena air mata yang mengalir begitu saja saat mengetahui bahwa pria yang dikaguminya sudah menjadi milik orang.

“Mhm, enggak apa-apa,” jawab Gita berbohong.

“Kalau ada masalah kau boleh cerita, jika kau mau.” Nick menawarkan diri pada juniornya itu.

“Tidak ada,” ujar Gita.

Gita hendak pergi daritempat itu, karena dia merasa terganggu dengan keberadaan Nick di sana.

“Ukhti, kita mengadakan event ini untuk bersenang-senang! Buanglah kesedihanmu!” teriak Nick setelah Gita mulai menjauh darinya.

Nick tersenyum sambil memandangi punggung gadis yang terlihat lucu baginya. Nick kembali melangkah menuju tendanya setelah tidak dapat lagi melihat bayangan gadis itu.

Waktu sarapan telah tiba, semua kelompok sudah menyelesaikan kegiatan memasak mereka. Setiap kelompok mengumpulkan sepiring menu sarapan pada senior mereka.

Kayla melangkah membawa sepiring nasi goreng menuju tenda panitia. Di sana Raffa sudah menunggunya, dia menyambut kedatangan sang istri dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.

“Ini,” lirih Kayla setelah sampai di hadapan Raffa.

“Makasih!” ucap Raffa lalu meletakkan piring yang dibawa Kayla di atas meja.

Kayla menunduk lalu membalikkan tubuhnya, wajahnya merona bahagia. Kayla mempercepat langkahnya meninggalkan Raffa yang masih memandangi punggung istri yang semakin menjauh dari posisinya.

Sesampai di tenda, Kayla melihat Gita dan Dian tengah mengobrol. Kayla memperlambat langkahnya. Dia tidak ingin mengganggu Gita dan Dian, dia berharap semoga Dian bisa memberi pengertian pada sahabatnya itu.

“Pernikahan yang dijalani Kayla semua terjadi mendadak, mungkin jika dipertanyakan pada dirinya. Dia menolak pernikahan ini,” ujar Dian mencoba memberi pengertian ada Gita yang terlihat mulai stabil.

“Nah, sekarang kamu kecewa saat tahu bahwa Raffa itu adalah suaminya. Tidak ada alasan buat kita marah pada Kayla, karena itulah garis takdir yang harus dijalani Kayla.”

“Kita sebagai sahabatnya, harus memberi support padanya, bukan memojokkan Kayla.”

Dian menceritakan semua yang sudah diceritakan Kayla padanya tentang pernikahannya dengan Raffa. Dian berharap, Gita bisa memahami situasi yang dijalani Kayla saat ini.

“Tapi, kenapa Kayla tidak terus terang pada kita semua?” tanya Gita terlihat kesal.

“Dia sedang mencari waktu yang tepat untuk memberitahukan kita, tapi kalian berdua mendesaknya untuk berkata jujur,” jawab Dian.

“Kita memang baru satu semester bersahabat, tapi kita sudah saling mengenal satu sama lain dengan baik. Jangan jadikan masalah seorang pria persahabatan kita hancur begitu saja,” nasehat Dian.

Gita terdiam, dia menyadari semua yang dikatakan Dian semua benar. Gita tidak memiliki hak untuk marah pada Kayla karena Gita sendiri tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Raffa.

“Hem,” gumam Kayla saat dia telah berada di dapan ketiga sahabatnya.

“Git, maafkan aku, ya!” Kayla menggenggam tangan sahabatnya.

“Aku tidak bermaksud membohongimu, tapi aku belum siap memberitahu kalian statusku yang mendadak ini,” ujar Kayla menatap sahabatnya dengan memohon.

Gita langsung memeluk tubuh sahabatnya.

“Seharusnya aku yang meminta maaf padamu, aku tidak punya hak untuk marah padamu,”ujar Gita.

“Tapi, kamu beruntung lho bisa nikah sama cowok setampan kak Raffa,” puji Gita.

Seketika kesedihan Gita berganti dengan keceriaan. Empat bersahabat itu pun berpelukkan bahagia. Mereka saling memahami satu sama lain, jika ada perbedaan pendapat di antara mereka, salahsatu dari mereka akan menjadi penengahdan mereka kembali bersama.

Acara perlombaan kelompok pun di mulai, panitia mengarahkan cara dan peratturan yang harus dipatuhi oleh setiap peserta.

Peserta diintruksikan untuk berkumpul di tengah-tengah bumi perkemahan. Setelah semuanya berkumpul salah satu panitia mulai menjelaskan peraturan perlombaan.

“Selamat siang, Adik-adik!” sapa sang senior menggunakan mikrofon agar semua orang dapat mendegarkan ucapannya.

“Siang, Kak!” sahut para peserta.

“Saya di sini akan menjelaskan peraturan perlombaan kali ini.”

“Semua peserta akan diperintahkan untuk memasuki hutan, tapi peserta tidak boleh melewati lintasan terlarang yang sudah diberi kode di setiap titik. Peserta bertugas mencari bendera yang telah disembunyikan di dalam hutan.”

“Setiap bendera memiliki poin tersendiri, bendera berwarna merah memilikipoin 50, bendera warna biru memiliki poin 30 sedangkan bendera berwarna kuning memiliki poin 20. Semua bendera akan dikumpulkan dan di hitung poinnya.”

“Kelompok yang mendapatkan poin paling banyak kelompok itulah pemenangnya.”

“Sampai di sini ada yang mau bertanya?” tanya si panitia.

Diamengedarkan pandangannya ke seluruh peserta yang berada di hadapannya. Dia memperhatikan setiap peserta jika ada yang belum memahami.

“Apakah kalian semua sudah paham?” Dia kembali bertanya setelah tidak mendapati serang pun yang ingin bertanya.

“Paham!” teriak peserta serentak.

“Baiklah, kalian sudah boleh memasuki hutan, kalian hanya diberi waktu selama 2 jam. Setelah peluit berbunyi kalian di harapkan berkumpul di lokasi yang ditentukan!” ujar Si panitia.

Dia pun menutup pembicaraannya, setelah itu panitia pun memberi aba-aba kepada seluruh peserta untuk memulai tugasnya.

“Yuk! Semangat!” seru Gita melangkah lebih dulu dari teman-temannya.

Gita yang tadinya dilanda kesedihan, kini dia pun kembali ceria dan bersemangat untuk beraktivitas. Ketiga sahabatnya pun ikut melangkah di belakang gadis itu.

“Kita harus tajamkan mata! Usahakan kita medapatkan bendera yang merah lebih banyak!” pekik Lisa ikut bersemangat.

Mereka mengenakan training dan baju kaos syar’i, sehingga mereka bebas bergerak dalam pencarian. Beberapa langkah menyusuri hutan, Kayla melihat satu bendera merah dan dua bendera berwarna hijau di atas pohon.

Kayla langsung menaiki pohon tersebut, tanpa memberitahukan teman-temannya.

Kay! Kamu ngapain?” teriak Gita saat menyadari Kayla tidak melangkah bersama mereka.

Kayla kini sudah berada di atas pohon.

“Ssssttt!” Kayla berdesis sambil meletakkan telunjuknya di bibirnya agar tidak ada yag tahu bahwa di pohon itu ada bendera yang mereka cari.

Dengan susah payah Kayla menaiki pohon besar yang di sana terdapat bendera setinggi 3 meter dari tanah.

“Hore! Aku mendapatkannya!” teriak Kayla senang.

Namun, tiba-tiba.

“Kayla!” pekik Gita, Dian dan Lisa serentak saat melihat sahabatnya dalam bahaya.

Bersambung . . .

.

.

.

.

Hai readers, terima kasih sudah membaca karya Author🙏🙏🙏

Tetaplah dukung Author dengan meninggalkan jejak berupa . . .

- Like

- Komentar

- Hadiah

dan

-Vote

Terima kasih atas dukungannya 🙏🙏🙏