Selain wajah cantik nya tidak ada lagi yang tersisa dari nya kecuali kepolosan.
Mia diperlakukan tidak baik, dan harus menjadi tumbal keserakahan keluarga Ayahnya.
Balas Budi! Kau harus membalas Budi !
Itulah alasan yang tepat untuk seorang Mia.
Pernikahan nya dengan pria cacat itu menjadi belenggu kuat yang merantai hidupnya, hingga Mia tidak bisa lari dan berpaling, serta menjadi awal perjuangan Mia yang pelan pelan merubah Takdir nya!
Sekretaris Ang, Pria yang selalu ada di samping Tuan Mudanya.
Menikahi gadis dibawah umur dan mengulangi kesalahan Ayahnya, membuatnya harus dihantui ketakutan siang malam memikirkan kesalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Any Anthika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cara membuat cicit.
[ Perhatian!!! Berisi tentang kebodohan Mia. Harap bijak dalam membaca!! ]
**
Seminggu terakhir ini menjadi Minggu yang baik buat Garra. Hari hari yang mengubah untaian takdir hubungan Garra dan Mia yang mulai membaik.
Bukan hanya membaik, namun mendekat dan semakin dekat. Walaupun Mia kadang masih menjaga jarak.
Bagaimana dengan kabar tidur mereka?
Tentu saja mereka sudah tidur satu ranjang berdua. Dengan batas dua guling besar sebagai penanda tempat kekuasaan masing masing.
Lalu sebelum tidur Mia selalu mengingat Garra untuk bisa menjaga diri. Jangan menyentuhnya tanpa persetujuan Mia.
Untuk menunggu persetujuan Mia kapan? Pikir Garra. Tapi Garra selalu berusaha sabar, sabar menunggu Mia mau menerima nya.
Walau kadang kala Garra tidak tahan juga.
Seperti pernah di suatu malam, Garra melihat tubuh kecil istri nya menggeliat di samping nya.
Selimut penutup seluruh badan sampai kepalanya merongsot kebawah. Garra berniat membenahi nya. Namun mata Garra menangkap bibir mungil itu.
'Kenapa bisa begitu menggoda?'
Tangan Garra bergerak pelan menyentuh nya, dan menyusur lembut di sana. Mia menggeliat lagi. Terdengar eluhan merdu Mia. Tapi tetap terpejam.
Pertahanan Garra mulai sedikit runtuh, perlahan mendekatkan wajahnya. Dekat semakin dekat, hingga bibir nya mendarat mulus di sasaran. Menyadari tak ada tanda tanda Mia terbangun Garra mulai menggerakkan bibirnya. Sedikit melumatt lembut, lalu terus melakukan nya. Mencoba menyeruak masuk, dan menari di dalam sana.
Tangan Garra mulia gemetaran, mencengkeram sprei dengan kuat.
Hampir Garra tak sanggup, hampir tangan nya merayap. Namun segera sadar dan menarik nya kembali tubuhnya.
Membuang nafas kasar, lalu kembali ke posisi semula.
Tiba tiba Mia terbangun, lalu duduk mengusap bibirnya. Menoleh pada Garra yang langsung berpura pura mendengkur.
"Dasar mimpi liar. Bisa bisa nya aku bermimpi tuan muda menciumi ku. Dan aku menikmati nya." gumam Mia. Kembali berbaring membelakangi Garra dan menarik selimut nya.
Garra tersenyum menang di balik punggung Mia.
Itulah , kejadian di malam hari milik Garra.
Malam malam Garra yang selalu mencuri kesempatan. Kesempatan untuk menciumi Mia. Tapi Garra masih ingat batasan. Ingat untuk tidak mengecewakan Mia. Menepati janji untuk bersabar menunggu Mia. Menunggu perasaan nya terbalas oleh Mia.
Bagaimana dengan siang hari Garra?
Seperti biasa, Garra pergi ke perusahaan tentu nya bersama sekretaris Ang yang setia.
Menurut Ang sendiri, Tuan muda nya sudah seperti meminum obat saja ketika membicarakan Mia. Yaitu tiga kali sehari, pagi hari, siang hari dan sore hari. Pagi hari ketika baru saja bertemu Ang, siang hari ketika istirahat lalu sore hari ketika mereka hendak pulang seusai kerja.
Kadang di sela sela kesibukan pun Garra masih sempat membicarakan Mia.
"Sebentar lagi Mia akan mencintai ku Ang, apa kau percaya?"
Ang mengangguk.
"Kemarin Mia mencium ku Ang, ah senang nya."
"Selamat Tuan!"
"Ang, bisakah kau mengatur semua keperluan pernikahan kami? Aku ingin pesta yang megah."
"Tentu tuan. Saya akan menyiapkan dengan baik. Kapan kira kira Tuan?"
"Nanti, tunggu keputusan Mia. Tunggu Mia mencintaiku."
"Hah!!" Ang melongo. Berdecak kesal.
Setiap hari, setiap hari.
"Semalam Mia marah padaku Ang.."
"Kenapa bisa tuan muda?"
"Aku menyambar bibirnya."
"Ya ampun... tuan muda...!" Ang membelalakkan.
"Bagaimana lagi, aku tidak tahan melihat bibir nya mengoceh!"
Tiap hari, tiap hari.
Bla Bla Bla....
Tiap hari, tiap hari..
Sekretaris Ang, sampai jenuh.
"Begini lah jika orang sedang kasmaran." gumam nya, mengelus dada.
Lalu mengeluh,
"Aku kapan? Aku kapan bisa seperti itu?" mengingat umur nya yang sudah lebih dari kata dewasa.
Lalu bagaimana dengan petuah untuk Mia? Petuah dari kakek Abian dan Nenek Sulis??
Beralih pada Mia, yang terlihat semakin dekat dan akrab dengan kedua orang tua itu. Tapi harus kebal, kebal kuping nya karena setiap hari harus mendengarkan ceramah dari mereka. Tentang seorang istri yang patuh, yang setia. Dan tentang permintaan Kakek dan Nenek. Permintaan cicit dari Mia.
Mia terdiam, belum seberapa mengerti.
Sebatas ciuman Mia tau, tau dari beberapa novel 16+ nya , tau dari film film romantis yang pernah ia tonton, yang hanya sebatas memunculkan adegan ciuman sewajarnya. Sebatas pacaran ala ala anak muda. Tapi selebihnya mana Mia paham?
Bahkan mungkin karena tidak pernah bersekolah, kecuali hanya sebutan Otodidak yang ia sandang, artinya hanya mengetahui dan mendalami beberapa bidang saja. Hingga Mia tidak mengerti caranya. Cara memberi cicit pada mereka.
Dan suatu hari , hari di mana kakek Abian jatuh sakit. Sakit karena penyakit darah tinggi nya kambuh. Hingga harus dirawat di rumah sakit beberapa hari, lalu pulang kembali dan meminta Mia saja untuk merawat nya di rumah.
Mia dengan senang hati merawatnya.
"Mia." panggil kakek Abian.
"Iya kek." sahut Mia.
"Sini mendekat."
Mia menoleh pada nenek Sulis dahulu.
"Cepat Mia. Mendekat pada Kakek." saran nenek Sulis. Mia pun mendekat, duduk di samping Kakek Abian yang sedang berbaring memegangi dada nya.
"Kek,.. ada apa? Apa masih ada yang sakit?" tanya Mia sembari memijit lembut betis kakek Abian.
"Mia. Seperti nya kakek tidak akan tahan lama."
"Kakek, jangan bilang seperti itu.. Kakek harus bertahan ya. Semangat untuk sembuh." sahut Mia sedih menatap wajah tua itu.
"Seperti nya tidak bisa Mia. Kecuali.."
"Kecuali apa kek? Bilang sama Mia..! Cepat kek. Asal kakek sembuh. Hiks..hiks...!" Mia menangis.
Sedih memikirkan jika harus kehilangan kakek Abian. Mia sadar sudah menganggap Kakek Abian seperti kakek nya sendiri. Lebih tepatnya seorang ayah. Yang memberi kasih sayang pada Mia yang tidak pernah Mia dapatkan dari sosok seorang Ayah,bahkan dari ayah nya sendiri.
"Kecuali, jika Mia mau memberi kakek seorang cicit."
Mia terdiam, ragu untuk menjawab. Bukan ragu untuk mengiyakan. Tapi sekali lagi, Mia belum paham. Belum tau caranya.
Lalu kembali menoleh pada Nenek.
Nenek Sulis mengangguk pada Mia, memberi isyarat agar Mia mau mengiyakan. Nenek Sulis sebenarnya tau jika suami nya tengah berpura pura. Karena kata dokter, Tensi darah nya sudah normal. Tidak ada yang perlu di khawatir kan lagi.
Mia akhirnya mengangguk.
Bersedia memberi seorang cicit pada Kakek Abian.
"Berjanji Mia. Jika tidak , mungkin kakek benar benar tidak akan tahan lagi."
"Iya kek. Mia berjanji."
"Oh, senang nya kakek!"
"Tapi kek, Mia.." wajah Mia penuh keraguan.
Menangkap hal itu, kakek Abian mengerti.
"Kenapa Mia? Kenapa lagi? Apa karena kau belum mencintai Garra? Jangan khawatir. Masalah itu, bisa nanti. Bisa menyusul belakangan. Yang penting usahamu memberi kami seorang cicit. Percayalah, jika cicit jadi, cinta akan tumbuh dengan sendirinya."
"Bukan masalah itu kek?"
"Lalu apa?" Kakek Abian semakin penasaran. 'Apa Mia mandul? ?Mana mungkin?'
"Apa Mia..? Bilang sama kakek di mana masalahnya?"
"Mia tidak tau caranya.. Tidak mengerti. Maklum Mia kan tidak ada yang mengajari tentang itu cicit apa? Bi Sumi cuma pernah mengajari Mia tentang totok saraf dan pengobatan. Menulis, membaca dan berhitung." polos.
Glubrak...!!!!
"Ya ampun....!!" Kakek Abian menepuk jidat.
'Ya Tuhan,.. sebodoh ini kah cucu menantu ku!!' Nenek Sulis ikut menepuk jidat.
Mereka ingin tertawa, tapi takut dosa!
Akhirnya hanya diam. Mengerti, ya.. harus mengerti bagaimana kehidupan Mia dahulu.
"Mia. Kau bisa bertanya pada Garra. Ya, bertanya pada suamimu bagaimana caranya? Sampai kan padanya keinginan kakek." ucap kakek Abian.
"Benar kah kek? Tuan muda tau?"
"Tentu saja. Pintar malah." sahut Kakek Abian. Semangat.
"Apa mau memberi tahuku?"
"Pasti sayang...!" Nenek Sulis ikut membenarkan.
"Sebentar lagi Garra pulang. Cepat lah kembali ke kamar mu dan berdandan yang cantik. Lalu menyapa nya dan tanyakan. Ajak dia membuat cicit." nenek Sulis menghasut
"Kenapa harus berdandan nek?"
"Kan untuk merayu nya Mia.. Kau harus tampil secantik mungkin, merayu Garra agar mau memberitahu mu."
"Ah, baik lah nek."
"Iya. iya. Cepat lah. Ingat ya. Membuat cicit harus berdua dengan Garra. Perlu kerjasama dan usaha berdua. Jika hanya sendirian tidak akan jadi." nenek Sulis kembali menekankan.
"Betul begitu?" tanya Mia kembali.
"Betul sayang. Jika tidak percaya, tanyakan saja pada Garra."
"Harus berdua?"
"Ya Ampun Mia. Iya.. Harus berdua, kerja sama yang baik dan usaha yang keras."
"Sudah sana!! Da....!!" nenek Sulis mendorong Mia keluar kamarnya, lalu kembali pada sang suami.
Kedua nya saling menatap, lalu tertawa terpingkal dengan suara yang di tahan.
Mempertemukan telapak tangan mereka dengan cepat dan keras. Usaha berhasil.
Tos..!!!
bersambung...!!!
[ Ingat kakak... hanya di dunia novel.. Semua kehaluan bisa terjadi..]