🖤 Ini adalah novel pertamaku
🖤 Beberapa bab awal agak boring (maklum, baru nulis)
🖤 Sabar melewati bab awal dijamin bakal ketagihan bacanya (Ciee pede boleh dong)
🖤 Alurnya limited edition, no plagiat, gak ada duanya (Kalau ada, aq dong yang duluan buat..🤪)
🖤 Yang udah sabar baca sampe akhir, semuanya pada baper parah dan gagal move on (Kenyataan nih, no hoax)
🖤 Season 2 bakal bikin baper dan gagal move on makin akut
🖤 Season 2 berkisah tentang duda playboy beranak satu, dengan ibu sambung yang keras kepala
🖤 Alurnya original, makin fresh from panci, romantisnya makin dapet, konfliknya makin greget (Seriusan nih..)
🖤 Novel ini punya spin off berjudul PASUTRI yang ceritanya tentang anak-anak mereka dan disitu ceritanya bagusss banget, meskipun gak booming karena authornya hanya remahan (Gak percaya, buktiin sendiri)
🖤 Masih bilang gak suka juga? bohong banget.. karena itu gak mungkin..!! (maksa🤣)
Bissmillahirramanirrahim.. 😇
Ini adalah karya pertamaku 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIDIA KAY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah notifikasi
Saat memasuki halaman rumah Lila sedikit kaget ketika melihat sebuah mobil sport mewah berwarna hitam sudah lebih dulu terparkir disana.
Tidak mungkin Lila tidak mengenalnya karena mobil itu tidak lain adalah milik Rico suaminya.
Lila memarkirkan mobilnya tepat disebelah mobil Rico, melirik sekilas jam tangan Alexander Christie yang
melingkar manis dipergelangan tangan kirinya sembari beranjak turun.
Baru jam enam sore, entah apa gerangan yang membuat Rico hari ini pulang lebih awal karena selama mereka menikah biasanya Rico selalu pulang diatas jam sebelas malam, dan paling sering dalam keadaan mulut yang berbau alkohol meskipun samar.
Lila melangkahkan kaki masuk kedalam rumah.
“Rico sudah pulang, bik ?” tanya Lila kearah bik surti yang sudah menyambut Lila didepan pintu.
“Iya, bu, kira-kira sejam yang lalu.” angguk bik surti.
‘Tumben..’
Dalam hati Lila semakin dibuat keheranan. Wajar saja jika Lila merasa heran karena bahkan weekend pun lelaki itu seperti tidak pernah betah dirumahnya sendiri.
Yah.. ini memang rumah Rico, dan sesaat setelah mereka sah sebagai suami istri, Rico langsung memboyong Lila saat itu juga kerumah ini.
Diawal mereka menikah Rico pernah mengatakan bahwa ia sangat menyukai rumah ini. Alasannya sederhana, karena untuk pertama kalinya, rumah inilah yang dibeli Rico dari hasil jerih payahnya sendiri tanpa sedikitpun bantuan dan campur tangan kedua orang tuanya.
Tapi alih-alih mengatakan sangat menyukai rumah ini anehnya Rico malah kelihatannya lebih betah kelayapan
ketimbang menghabiskan waktu luang dan waktu istirahatnya dirumah yang katanya sangat disukainya.
Bagi Lila sendiri, keberadaan Rico dirumah ibarat sebuah signal awas. Karena itu sama saja dengan pertanda bahwa dirinya tidak akan bisa tidur nyenyak sepanjang malam. Lila tidak bisa membayangkan, bahkan sejak malam pertama ia menjadi istri Rico, sudah sejak itulah lelaki itu memonopoli tubuhnya terus menerus tanpa
mengenal lelah.
Mengingat hal itu membuat Lila bergidik meskipun pipinya tetap saja merona.
Yahh.. meskipun sejujurnya Lila juga sangat menikmati rutinitas mereka tersebut, tapi tidak bisa dipungkiri betapa
lelah dirinya yang harus mengimbangi stamina Rico yang seperti tidak ada matinya.
Dan hari ini.. setelah seharian Lila berkutat dengan jadwal kerja yang sangat padat mulai dari menangani kesibukan
di hotel Mercy, ditambah dengan mengawasi proyek akhir Mercy Green Resort, bahkan Lila sampai harus berkeliling hingga dua kali area resort tersebut karena tidak menyangka akan kedatangan Tian selaku Ceo Indotama Group yang meninjau langsung ke lokasi tadi siang.
Semua yang dilalui Lila hari ini sukses membuat kakinya sedikit lecet, meskipun sejak awal ia sudah mengantisipasinya dengan mengenakan flat shoes, bahkan sepatu tepleknya itu seolah tidak banyak membantu melewati harinya yang berat.
Lila tidak bisa membayangkan akan bagaimana remuk tubuhnya besok pagi kalau sampai malam ini Rico akan kembali mengerjainya habis-habisan seperti biasa.
Lila menaiki satu persatu anak tangga dengan langkah perlahan, menuju kamar mereka yang ada dilantai dua.
Saat pintu terbuka yang pertama kali dilihatnya adalah sosok Rico dengan outfit kaos hitam dan celana bermuda yang duduk santai di sofa sambil menatap layar ponselnya. Rambut Rico bahkan terlihat masih sedikit basah menandakan ia baru saja selesai mandi.
Sungguh, didalam hati Lila mengakui bahwa suaminya itu selalu terlihat tampan dan maskulin, seperti biasanya.
Rico langsung mendongak begitu mendengar suara pintu terbuka dan tersenyum cerah saat menangkap sosok Lila yang sejak tadi dinantikannya berdiri disana.
Lila tertegun sejenak mendapati senyum itu.
“Hai, La ? baru pulang ?” sapa Rico dengan sumringah.
Lila menganguk kecil sambil menutup kembali daun pintu yang ada dibelakangnya. “Iya, kamu.. kenapa sudah pulang..?”
Rico menatap Lila sejurus. “Wahh.. pertanyaan macam apa itu ?? tidak senang suamimu pulang cepat..??” seperti biasa lelaki itu selalu mencari kesempatan untuk menggoda Lila dengan menampakkan wajahnya yang berpura-pura ngambek.
“Siapa yang tidak senang..” Lila bergumam lirih.
“Jadi kamu senang ??”
“Egh..?”
‘Cihh, selalu seperti ini.. suka sekali bertanya dengan wajah cemberut, setelah ditepis malah berbalik menanyakan pertanyaan yang narsis..’
Rico tersenyum penuh kemenangan mendapati wajah yang selalu salah tingkah itu. Karena ekspresi wajah Lila yang salah tingkah seperti sekarang ini benar-benar merupakan kegemaran Rico.
Lila berjalan perlahan kearah meja riasnya, menghempaskan tubuhnya dikursi.
Rico yang sejak tadi menatap gerak-gerik Lila dengan intens, serentak mengerutkan kedua alisnya saat menyadari ada sesuatu yang janggal dari cara berjalan Lila. “Kaki kamu kenapa, La ? sakit yah ?”
“Tidak apa-apa,” Lila mengelak sambil menggeleng.
Rico bangkit dari duduknya dengan pancaran mata yang dipenuhi kekhawatiran setelah terlebih dahulu meletakkan
ponselnya diatas meja. Ia mendekati Lila yang baru saja melepaskan flat shoesnya.
“Jangan bohong, sepertinya itu kelihatannya sakit..” ia terhenyak mendapati bagian tumit Lila yang memerah.
“Sudah aku bilang ini tidak apa-apa..”
“Tidak apa-apa bagaimana kalau tumitmu saja lecet seperti itu..” protes Rico. Tubuhnya sedikit membungkuk saat mencoba melihat dari dekat bagian tumit istrinya yang kelihatan memerah. “Baiklah.. ayo kita ke dokter..” ucapnya lagi sambil menegakkan tubuhnya, ia tidak tau harus melakukan apa selain mengajak Lila ke dokter.
“Ke dokter ?? untuk apa, co ?? ini tidak apa-apa.. kaki aku ini cuma kelelahan saja..”
Lila mendongak mendapati sepasang mata Rico yang menatapnya lekat. Hanya sesaat, karena sesaat kemudian Lila mengalihkan pandangannya sambil berdiri dan berjalan kearah kamar mandi sebelum Rico bisa mendengar betapa keras detak jantungnya setiap kali beradu pandang dengan sepasang mata elang lelaki itu.
“Sebaiknya aku mandi dan berendam sedikit.. biar pegalnya hilang..” ucapnya memberi alasan sambil berlalu begitu
saja dari hadapan Rico.
Rico masih berdiri membisu, dia hanya bisa menatap punggung Lila sampai Lila masuk kedalam kamar mandi.
Sebenarnya Rico memang sengaja pulang cepat karena ia berencana untuk mengajak Lila dinner diluar. Rico merasa sangat senang karena hari ini lagi-lagi Best Electro kembali resmi melakukan sebuah kerjasama yang baru dengan Indotama Group, karena tadi siang Tian sudah menandatangani kontrak kerjasama mereka secara resmi.
Entah kenapa yang ada difikiran Rico saat ini hanyalah ingin membagi kebahagiaan dan pencapaiannya dengan Lila, istrinya seorang.
Tapi melihat kondisi Lila yang terlihat sangat kelelahan ditambah dengan kondisi tumitnya yang seperti tidak sedang baik-baik saja, mau tidak mau membuat Rico harus mengurungkan niatnya dulu.
‘Apa boleh buat ? sepertinya malam ini mereka berdua hanya akan makan malam dirumah saja, dengan menu apa adanya yang disediakan bik surti. Egh.. atau.. apa perlu aku delivery makanan saja yah untuk makan malam..?’
Rico berfikir sambil menimbang-nimbang, sebelum akhirnya memutuskan untuk menunggu Lila selesai mandi agar bisa menanyakan langsung menu seperti apa yang sebaiknya nanti akan mereka delivery.
Rico baru ingin kembali ke sofa dan berniat menunggu Lila disana sampai istrinya itu selesai mandi ketika ponsel
Lila yang tergeletak begitu saja diatas meja dan rupanya berada dalam mode silent itu bergetar.
Sebenarnya Rico ingin mengacuhkannya. Selama ini ia memang tidak pernah tertarik untuk mencari tahu aktifitas ponsel Lila, namun saat melihat sekilas nama yang tertera dilayar ponsel itu membuat dua alis Rico sontak bertaut.
“Rudi Asisten IG..?” desis Rico sambil mengerinyit.
‘Rudi ?’
‘Asisten IG ?’
‘Apa itu artinya Rudi Asisten Indotama Group ?’
‘Rudi Asistennya Tian ?’
‘Lalu untuk apa Rudi menelepon Lila, istrinya ?’
Pertanyaan itu silih berganti begitu saja memenuhi setiap inchi dalam rongga kepala Rico, alhasil ia hanya menatap
layar ponsel itu lekat tanpa melakukan gerakan apapun sampai panggilan pada ponsel itu terputus, dan ponsel itu kembali tergolek membisu diatas meja rias Lila.
Belum sempat Tian menyimpulkan jawaban apa yang paling bisa diterima akal sehatnya manakala melihat panggilan Rudi di ponsel Lila barusan, tiba-tiba ponsel Lila bergetar kembali, namun kali ini getaran itu hanya sekali.
Sebuah notifikasi pesan muncul dilayar atas ponsel Lila yang masih dalam keadaan layar terkunci.
Kali ini pengendalian diri dan akal sehat yang memenuhi benak Rico benar-benar sudah dikalahkan begitu saja oleh
rasa penasaran yang tidak bisa dibendungnya lagi.
Melirik sejenak pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat, serta terdengar samar bunyi gemericik air yang keluar dari shower, secepat kilat Rico langsung menyambar ponsel Lila.
Sekali tatap Rico sudah langsung bisa membaca sepenggal notifikasi pesan masuk yang tertera dilayar ponsel Lila yang masih terkunci dengan menggunakan pola. Dahi Rico mengerinyit saat membaca message yang tampilannya tidak sempurna itu..
Mendadak suara shower dari dalam kamar mandi terhenti. Dengan sigap Rico mengembalikan ponsel Lila ke posisinya semula. Dan sebelum pintu kamar mandi terbuka, Rico telah menyambar kunci mobilnya terlebih dahulu dan keluar dari kamar secepatnya.
Menuruni anak tangga dengan langkah cepat, Rico hendak menuju pintu keluar saat suara bik surti menahan laju
langkahnya.
“Pak Rico mau keluar lagi ?”
“Iya bik,”
Baru beberapa langkah ia berbalik lagi menatap bik surti yang masih berdiri tepat dibawah anak tangga dengan pandangan agak bingung. “Bik, tolong siapkan makan malam untuk Lila,”
“Baik, Pak..”
“Dan.. karena sepertinya Lila sangat kelelahan, setelah makan nanti tolong bik surti tanyakan kalau-kalau dia mau bik surti pijitin..”
“Baik, Pak.. nanti bibik tanyakan..”
Sekarang Rico sudah benar-benar keluar menuju mobilnya yang terparkir, dan langsung melaju keluar gerbang.
Rico tidak tau apa yang menyebabkan ia tiba-tiba menjadi kesal begitu saja saat mendapati notifikasi itu adalah sebuah undangan makan siang dari Rudi, asisten Indotama Group, yang tentu saja mewakili bossnya yang tidak lain.. Sebastian Putra Djenar !
‘Sialan.. untuk apa Tian mengajak istrinya makan siang ?
Apa mereka memang saling berhubungan ?
Atau hanya sebatas bisnis ?
Tapi kenapa baik Tian maupun Lila tidak sekalipun menceritakan hal itu padanya ?
Apakah mereka sengaja diam-diam ?
Apakah ada sesuatu yang mereka sembunyikan..?’
Bertubi-tubi pertanyaan saling menghimpit dibenak Rico, namun tak ada satupun dari pertanyaannya itu yang bertemu dengan sebuah jawaban.
‘Akhh.. sialan..!!’
Rico memukul setirnya dongkol. Ia tidak mau berspekulasi. Bisa saja ia memang belum mengenal Lila dengan baik.. tapi Tian ? bahkan nyaris seumur hidupnya ia sudah mengenal Tian, karena mereka sudah bersahabat sejak lama.
Rico tetap berkeyakinan Tian tidak mungkin mengkhianatinya. Rico sangat mengenal Tian. Tapi meskipun keyakinannya begitu kuat.. tetap saja Rico merasa saat ini kondisi hatinya terasa sangat buruk.
Sambil sebelah tangannya memegang setir Rico menekan sebuah nomor di ponselnya. Kesabarannya saat ini benar-benar sedang diuji saat menunggu kapan nada tunggu diseberang sana berganti dengan suara sang penerima.
Empat kali sudah Rico menekan nomor yang sama sebelum akhirnya sebuah suara dingin khas Tian terdengar diujung sana.
“Ada apa lagi ?? mengganggu saja..!!”
“Tian, ada dimana kamu sekarang ?” tanya Rico to the point.
“Cihh.. apa urusannya denganmu aku ada dimana ??”
Rico menelan ludahnya. “Tian, tolong jangan becanda.. aku sedang serius.”
Tian yang ada diseberang sana terdiam sejenak. Mungkin dia juga mulai menyadari warna suara Rico yang berbeda dan tidak seperti biasanya.
“Tian..!” Rico semakin tidak sabar.
Suara Tian yang membuang nafasnya kasar bahkan sampai terdengar ditelinga Rico. “Ada apa sebenarnya
denganmu, Co ?”
“Bukan urusanmu. Cepat beritahu ada dimana kamu sekarang..?”
“Apartemen. Tapi ada apa, Co ?”
“Aku akan kesana.”
“Ehh.. tunggu, jangan kesini..!” suara Tian mendadak terdengar panik.
“Aku tidak peduli. Aku menuju apartemenmu sekarang !”
Rico baru akan menekan tombol merah untuk mengakhiri sambungan telepon manakala suara lantang Tian mengurungkan niatnya.
“Rico, tolonglah.. jangan sekarang,”
“Cihh.. kenapa ?? sedang bersenang-senang dengan wanita rupanya yah..??” ucap Rico sinis.
“Bukan itu !”
“Cihh,,”
“Baiklah.. kita bertemu di cafe dekat apartemenku saja.” tawar Tian mencoba bernegosiasi begitu menyadari bahwa
Rico benar-benar sedang dalam kondisi hati yang buruk. Lagipula saat ini Tian belum bisa membiarkan Rico mengetahui perihal Arini.
“Tapi aku ingin bicara tanpa diganggu,”
Tian terdengar melengos. “Huhh, banyak sekali maumu..!”
“Whatever.”
“Baiklah.. aku akan menyuruh Rudi untuk mengosongkan cafe itu untukmu. Bagaimana ? apa kau puas sekarang ?!” ucap Tian lagi menahan kekesalan.
“Baiklah, kalau itu maumu. Temui aku disana secepatnya.” Rico menekan lagi pedal gas lebih dalam.
Bersambung..
Tidak minta banyak.. hanya mau di support..
Lophyou all..