Novel ini dalam revisi!
Cinta dalam perjodohan seorang dosen bernama Darren Nicholas dan mahasiswanya Kanaya Syabila.
Dosen muda dengan sejuta pesona tapi terkenal galak dan pelit nilai, menjunjung tinggi disiplin. Dipertemukan dengan Kanaya mahasiswanya yang cerewet, nyablak, seru, gaje. Dan disatukan dalam sebuah pernikahan dengan konflik cinta segitiga yang rumit. Akankah mereka bertahan dengan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Full House Darren
Semenjak insiden tadi pagi Naya tidak keluar dari kamar, terlalu malu untuk menampakkan diri mungkin, atau merasa kesal, entahlah hanya dia dan Tuhan yang tahu. Sehingga Darren meminta Bik Ida untuk mengantarkan sarapannya ke kamar.
Pagi menjelang sore Darren berniat ke kamar untuk sekedar membersihkan diri karena seharian di ruang kerja membuat ia sedikit jenuh. Bukan, bukan maksud dia untuk menghindar, namun karena pemandangan tadi pagi yang begitu indah akan sangat beresiko untuk dirinya sendiri. Sebagai seorang suami dan laki-laki normal tentu saja dia meminta hak tapi mungkin hanya masalah waktu sampai kapan dia bisa menahan diri atau malah menyerangnya secara paksa tanpa mempedulikan perasaanya.
Damned!
Saat ini dia cuma ingin semua berjalan sebagaimana mestinya, yang pastinya satu keriwehan pada dirinya telah hilang semenjak menikah karena tidak lagi di cerca orang tuanya untuk segera menikah. Yap ya pastinya kan udah nikah...
Tapi inilah kehidupan baru sesungguhnya yang akan baru di mulai. Ibadah yang paling panjang ya...sebuah rumah tangga, harus siap dengan semua lika-liku yang membersamai nya.
Ketika aku membuka kamar terlihat Naya tengah sibuk dengan beberapa lembar kertas dan buku. Ya mungkin saja dia sedang belajar untuk besok mungkin atau menyelesaikan tugas yang harus selesai besok. Karena aku yakin Naya kemarin belum sempat menyelesaikan nya karena sibuk dengan Papanya yang sakit dan tentunya pernikahan dadakan kita.
Suasana di kamar hening tak ada percakapan di antara kami dan aku pun langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri, melewati ia yang tengah menekuri buku-bukunya sebelum akhirnya aku pergi ke mushola untuk melaksanakan sholat maghrib.
Kanaya
Terlalu malu baginya untuk sekedar berbasa- basi atau sekedar makan bersama dalam satu meja makan. Ya walaupun ia sadar, tidak mungkin terus-terusan menghindarinya apalagi sudah jelas mereka yang tinggal seatap dan terlebih satu kamar. Impossible..
Namun untungnya Tuhan berbaik hati, disaat ia tengah menahan lapar dan ingin sekali menggugurkan pertahanannya Dewi fortuna seakan menyambut dengan senangnya. Yap.. bu Ida mengetuk pintu kamar dengan membawa sarapan untuknya.
"Sarapannya mbak," begitu dia masuk setelah empunya mempersilahkan.
"Iya makasih bik."
Dengan mata berbinar akhirnya bisa terisi juga perut yang sedari tadi protes minta untuk di isi.
Alhamdulillah akhirnya kenyang juga. Syukur... Pak Darren nggak kesini jadi aku bisa menyelesaikan tugas dan belajar dengan tenang.
Naya sangat bersemangat untuk kali ini karena hampir tidak ada lagi waktu untuk bersantai.
Hari ini harus selesai, besok tinggal waktunya belajar untuk semesteran. Gumamku dalam hati.
Namun di saat Naya tengah berkutat dengan buku-buku nya, Handphone yang terletak di atas nakas mengglepar ngglepar menandakan ada panggilan masuk.
Panggilan vidio grup Ana dan Vivi
Dengan semangat Naya langsung menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
Hallo... Sapa Naya seraya melambaikan tanganya.
"Nay, An... kangen...." koor mereka berdua.
"Bangettt.....!"
"Ketemuan yuk.... malam ini aja, gimana?"
" Ayo Nay.... besok kita udah sibuk belajar."
"Sorry gaes... nggak bisa nih..." seraya mengarahkan layar ponselnya ke tumpukan kertas dan buku.
"Lo belum selesai?"
"Tinggal dikit."
"Ya elah... sedikit doang, besok kan masih ada hari minggu terakhir. Santuy bo..."
"Ayo..." Vivi ikut mengangguk.
Naya mengeryit, namun tanggapan itu membuat aku mengenal bahwa sosok Squidward dalam serial kartun Spongebob SquarePants benar-benar nyata dan cukup realistis.
Pernyataan yang di dasarkan, "Kalau bisa di kerjakan besok, kenapa musti sekarang? asyik dan tidak terbebani bukan?"
Wow... teman yang sangat menginspirasi.
"Oke, gue kabari nanti. Bye..." Naya terlebih dulu mematikan sambungan telfonya sebelum akhirnya pintu kamar terbuka dari luar.
______
Darren masuk ke kamar mengganti baju dan melepas sarung kemudian mengganti kaos rumahan. Darren sempat mengeryit heran ketika melihat Naya seperti sedang bersiap untuk pergi.
"Mau kemana?" Tanya Darren ingin tahu yang melihat Naya sedari tadi seperti hendak mengucapkan sesuatu.
"Jalan bentar sama Vivi, sama Ana." Darren masih tak percaya demi mendengar jawabanya, dia masih terdiam seraya memandangi nya tak mengerti.
"Boleh kan Pak." Sambungnya singkat yang langsung berlalu hendak keluar kamar.
"Nggak boleh!"
Langkah Naya tiba-tiba terhenti di saat dia hendak memutar handle pintu demi mendengar jawabannya. Sembari menutup mata sejenak dia memutar tubuh dan hendak protes.
"Udah tanggung tadi keburu mengiya...." Suaranya terpotong di udara karena langsung di jawab Darren.
"Biar aku antar." Salaknya cepat tanpa mau di bantah.
"Ck!!" Naya mendecak sebal
Gimana critanya mau di antar, la wong kita mau jalan bertiga. Hah nggak asik.
Naya melepas jaket, mendudukan dirinya di sofa kamar dan segera mengirim pesan ke Vivi dan Ana kalau dia tidak bisa datang. Setelah pesan terkirim ia kembali menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Ayo... tunggu apalagi!" Sekarang Darren sudah bersiap untuk pergi.
"Nggak jadi." Naya melangkah gontai melewatinya yang berdiri di dekat pintu kemudian turun ke lantai bawah.
Sementara Darren masih terbengong dengan keputusannya yang mendadak berubah, tapi dia tidak mau ambil pusing. Sejurus kemudian langkahnya mengikuti dimana Naya berada.
"Hmmm... kayaknya enak nih." Seloroh Darren yang tiba-tiba sudah muncul di sampingnya tepat dimana ia tengah meracik bumbu untuk membuat nasi goreng.
Tanpa mau menjawab, Naya tetap fokus dengan acara masak memasaknya. Darren hanya memandangi tangan cekatan itu mulai mengaduk-aduk nasi di atas wajan. Sampai akhirnya semua selesai dan tersaji dua piring nasi goreng di atas meja makan.
Tanpa banyak bicara Darren langsung menyantap nasi goreng tersebut ke mulutnya. Mereka makan dalam diam hanya ada suara dentingan sendok yang sesekali mampir ke telinganya.
Sebelum akhirnya Naya hendak berdiri dan meninggalkan meja makan karena telah selesai.
"Nay..." Suaranya mengurungkan niat ku dan terpaksa aku duduk kembali. Masih sama-sama diam dan Darren akhirnya membuka kesunyian.
"Menurutmu bagaimana pernikahan ini..."
Naya sempat mengeryit heran dan tak berminat menjawab pertanyaan Darren.
"Aku dan kamu..., kita maksudnya bisa sama-sama belajar untuk memahami satu sama lain. Aku akan belajar menerima kamu begitupun sebaliknya. Aku tahu ini tidak mudah tapi pernikahan kita itu sah di mata hukum dan agama jadi aku mau kita menjalankan kewajiban kita sebagaimana mestinya seorang pasangan."
"Uhuk.. uhuk...!" Naya tersedak air mineral yang baru saja mampir di tenggorokan nya.
Darren mendekat demi ingin mengusap punggung nya namun gerakan tubuhnya seakan menolak dengan tangan kode untuk menjauh.
"Maaf....." Satu kata yang lolos dari Naya seraya berlalu dari ruang makan meninggalkan Darren yang masih termangu.
Sepeninggalan Naya, Darren mendadak kesal dan uring-uringan demi mengingat jawaban Naya yang sangat mengecewakan.
"Hah apa! seharusnya dia tuh jawab iya, akan belajar atau butuh waktu.... ini sih apa. Aku tidak butuh maaf mu..."
"Arrrggghhh....!" Darren mengacak-acak rambutnya, malam ini dia memutuskan untuk tidur secara terpisah.